Sumba memang menawarkan berjuta pesona wisata yang sedang digandrungi banyak orang. Alam nan elok dan budayanya yang masih kental menciptakan perpaduan magis untuk dikunjungi. Lupakan padang-padang berumputnya yang seakan membawamu kembali ke dunia para, atau pantai-pantainya yang selalu menawarkan sensasi pasir putih. Mari kita menengok dunia kecil yang ternyata juga sedang mulai digandrungi wisatawan karena dianggap unik, yaitu: Pohon Konji.
Pohon Konji, orang yang akrab dengannya menyebutnya dengan nama Sakura Sumba. Disebut begitu, karena saat puncak musim berbunga yang biasanya jatuh di bulan Oktober-Desember seluruh batang pohonnya bisa dipenuhi dengan bunga. Saat itu serasa pohon ini seolah tinggal pohon dengan bunga saja. Sangat cantik. Bunganya juga punya wangi seperti melati namun jauh lebih lembut.
Tidak hanya menyebut sebagai Sakura Sumba, pohon Konji ini bahkan dianggap sama dengan pohon Sakura yang ada di Jepang. Bahkan diklaim, ada orang yang pernah tinggal di Jepang dan tahu bunga Sakura jika harumnya bunga Sakura dan bunga Konji sama. Bahkan konon katanya ikut meramaikan keindahan bunga Konji ini. Seorang pejabat di pemerintahan salah satu kabupaten di Sumba membuat cerita yang berasal entah dari mana. "Konon, Tentara Jepang menyebarkan biji sakura di pesisir pantai utara, jalur yang mereka lewati ketika memasuki Pulau Sumba".
Apakah hal itu benar? Walaupun cerita ini kadang dibenarkan beberapa orang yang ditanya tentang asal usul bunga ini namun jawabannya tentu saja tidak. Secara ilmiah, nama latin bunga Sakura adalah Prunus Serrulataini, masuk dalam keluarga Rosaceae dengan genus Prunus. Bandingkan dengan bunga Konji yang akrab disebut sebagai sakura Sumba memiliki nama latin Cassia Javanica, masuk dalam keluarga Fabaceae dengan genus Cassia.
Lucunya saat aku mencoba bertanya kepada masyarakat yang tanahnya ada pohon ini, justru berkata jika dirinya tidak tahu nama pohon itu. Waktu aku tanya bagaimana cara menanamnya, dia bilang pohon itu tidak bisa ditanam. Kalau ditanam terus saja mati, justru yang tidak ditanam malah hidup subur. Nah lho!
Apakah pohon ini hanya secara spesifik di Sumba? Tentu saja tidak. Tumbuhan ini telah banyak dikenal di dunia dengan berbagai nama. Pohon Konji juga dikenal dengan nama pink shower, apple blossom tree and rainbow shower tree. Di Jawa tanaman ini dikenal dengan nama Trengguli Wanggang atau Bebondelan oleh masyarakat Sunda.
Tumbuhan ini asal usulnya dari Asia Tenggara, namun sebab bunganya yang cantik kini lalu pohon ini dikembangkan dan ditanam secara meluas di berbagai wilayah tropis. Pohon-pohon ini cukup populer sebagai tanaman hias dan pohon peneduh di negara-negara tropis Amerika Tengah dan Amerika Latin. Pohon ini ditemukan hidup secara alami mulai dari India, Burma, Indocina, Cina selatan, Thailand, dan seluruh wilayah biogeografi Malesia. Variasi anak-anak jenisnya ditemukan hanya di wilayah Malesia tersebut. Bahkan pohon ini bunganya menjadi identitas provinsi Chainat di Thailand. Ironisnya justru pohon ini sekarang sudah jarang ditemukan di Indonesia.
Ciri-ciri
Pohon Konji, Cassia Javanica, Tengguli Wanggang, Bebondelan dan banyak nama lainnya ini pohonnya tidak terlalu besar dengan tinggi antara 3-20 meter. Batang dan cabang tanaman muda kadang-kadang dengan banyak duri bekas cabang. Tanaman ini bertahan hidup dengan menggugurkan daunnya, utama pada musim kemarau.
Daun-daun majemuk menyirip genap, demgan anak daun 5-15 pasang, bundar telur, jorong atau lonjong, pangkal membundar lebar, berujung runcing, tumpul, atau membundar. Perbungaan berupa tandan atau malai, terminal (di ujung ranting) atau lateral (di sisi), hingga 16 cm panjangnya, berbunga banyak.
Bunga dengan kelopak yang berbagi. Daun mahkota berukuran 2,5-3,5 cm panjangnya, merah pucat hingga merah tua. Tiga tangkai sari yang terbawah berbentuk S, di atas belokan menggembung berbentuk gelendong yang tebal. Buah polong menggantung, bulat torak, ukuran 20-60 cm dengan ketebalan 1-1,5 cm, hitam dan tidak memecah ketika tua, dalamnya terbagi oleh sekat-sekat melintang dijadikan ruang-ruang berbiji, sekat serupa gabus.
Manfaat
Pohon Konji, Cassia Javanica, Tengguli Wanggang, Bebondelan banyak ditanam karena kegunaannya dalam pengobatan, selain karena bunganya yang indah. Buah dan biji yang sudah matang digunakan sebagai pencahar tradisional (laksativa). Kulit dan biji digunakan sebagai antipiretik dalam pengobatan demam. Hati-hati dalam penggunaannya karena dapat menyebabkan emesis.
Air rebusan akarnya digunakan untuk membersihkan luka dan bisul. Pepagannya digunakan di Jawa dan India untuk mengatasi penyakit kulit, sementara daun-daunnya di Filipina dipakai untuk menyembuhkan sakit kulit akibat jamur. Di India, akarnya dipakai untuk mengobati demam. Pohon ini juga dimanfaatkan di Panama untuk mengobati kencing manis.
Dalam pengobatan modern, daging buahnya yang kehitam-hitaman kadang kala dipakai sebagai laksativa menengah. Simplisia (bahan obat dasar) dari buah tengguli ini dikenal sebagai Fistulae Fructus (Buah Trengguli), dan setidaknya pada masa lalu, dimasukkan sebagai salah satu simplisia yang wajib tersedia di apotik. Daging buah ini terutama mengandung hidroksimetil antrakinon, yang berkhasiat sebagai pencahar; dan juga gula, pektin, lendir, minyak atsiri yang berbau seperti madu.
Gelam (kulit batang) pohon ini juga menghasilkan zat penyamak (tanin), yang dalam penggunaannya di perusahaan penyamakan kulit biasanya dicampur dengan gelam pilang (Acacia leucophloea). Tanin dan bahan-bahan lain dari gelam dapat membentuk asam, sehingga dapat menyamak dengan cepat. Hasilnya adalah kulit dengan mutu yang baik berwarna kuning muda; sebagai bahan pembuatan sepatu, atau pakaian kuda.
Penutup
Ada pula upaya pemerintah untuk mengembangkan tanaman ini untuk tujuan wisata. "Ada ratusan anakan pohon sakura yang sedang kami perbanyak melalui Dinas Lingkungan Hidup untuk siap dikembangkan secara besar-besaran mulai tahun 2019 ini," kata Bupati Sumba Timur Gidion Mbilijora kepada Antara.
Aku sepakat, padang-padang sabana di Sumba akan sangat cantik apabila bisa ditanami pohon Konji ini. Mungkin suatu saat, orang-orang akan berbondong-bondong datang ke Sumba pas jatuh musim kemarau saat bunga Konji mekar.
Sumber penulisan:
http://tropical.theferns.info/viewtropical.php?id=Cassia+javanica
https://dody94.wordpress.com/2017/11/17/jenis-jenis-pohon-terbaik-untuk-peneduh-jalan/2/
http://pohon-kayu.dy.web.id/id1/1377-1267/Trengguli-Wanggang_104580_pohon-kayu-dy.html
https://www.antaranews.com/berita/784079/sumba-timur-siap-kembangkan-wisata-bunga-sakura
Baca keseluruhan artikel...
Kamis, 31 Oktober 2019
Kamis, 10 Oktober 2019
Menangkap Matahari Senja di Wairinding
Lapisan demi lapisan perbukitan yang tampak seperti kue lapis yang terpanggang kuning matahari. Pemandangan senja yang mengurai ribuan cerita bagi penikmatnya: lapis demi lapis. Tak peduli tarian langit saat gelap atau terang, keindahan senja di tempat ini seperti tidak berkurang. Romantisme tempat ini telah terekam dalam ratusan foto dan video yang dipajang di media sosial. Memancing orang yang melihatnya, menyukainya, dan menjadi keinginan untuk ikut menjadi "aku juga pernah".
Media sosial adalah racun yang jauh lebih dahsyat. Foto instagram seorang perempuan cantik dengan tubuh tinggi semampai berkain etnik dengan rambut terurai terbang tertiup angin berdiri di atas sebuah padang tandus dengan langit lembayung dan lapisan-lapisan perbukitan di latarnya. Buumm... ribuan like langsung membanjiri fotonya. Tak lama kemudian, Wairinding menjadi lokasi impian yang masuk dalam 'wishlist' daftar wajib untuk dikunjungi. Bahkan, beberapa orang telah menjadikan Wairinding tujuan eksotik untuk merayakan mimpi bersama kekasih di bawah rindu merah matahari terbenam. Mereka menyebutnya foto pre-wedding.
Faktanya potensi Wairinding sendiri juga dimunculkan dari kehadiran film-film dengan menggunakan Sumba sebagai latarnya seperti "Marlina, Kisah Pembunuh Empat Babak"(2017), "Pendekar Tongkat Emas" (2014), "Susah Sinyal" (2017) yang berhasil menangkap eksotika keindahan perbukitan savana. Semua menjadi satu kesatuan untuk menyuarakan keindahan Sumba. Sebuah pulau yang pernah dengan gagahnya sebuah "Pulau Terindah di Dunia" (Sumba gehrt zu den 33 schnsten Inseln der Welt) yang disematkan oleh 'FOCUS' sebuah majalah bergengsi internasional dari Jerman.
Ada terbersit perasaan protes saat pengunjung yang datang Warinding hanya sekedar untuk mengabadikan dirinya dengan latar yang 'kekinian'itu. Keindahan Wairinding seolah hanyalah potret perbukitan dalam naungan senja sebagai latar belakang. Kata 'menikmati'senja seolah cukup kata yang dimunculkan dalam frame foto yang diunggah dalam IG atau facebook. Tidak punya arti, kecuali bagi penikmat senja dan para pejalan.
"Nikmati saja," kata temanku yang pandangan matanya tak lepas dari dua sosok wanita bercelana pendek menampakkan kaki putih panjang. Dulu sih katanya kalau mau cuci mata harus ke mall, bukan untuk belanja tapi melihat perempuan-perempuan cantik. "Ah iya, nikmati saja," dan aku kembali melihat ke layar kamera menunggu para wanita itu berdiri tempat di titik sebelum aku memencet rombol rana. Mencuri momen... jangan-jangan aku juga sama dengan para pemburu tempat indah itu. Sekedar memasukkan keindahan dalam sebuah "foto" dan tidak mempedulikan rasa dan nuansa-nya.
Lokasinya masuk desa Pambota Jara, kecamatan Pandawai. Wairinding mudah diakses karena berada di pinggir jalan besar Waingapu-Waikabubak, sekitar 30 km dari kota Waingapu ke arah Timur. Tempat ini masih dikelola sendiri oleh pemilik tanah. Tidak ada tarif berapa yang harus dibayar, hanya cukup menuliskan nama di buku tamu dan uang untuk sumbangan. Satu-satunya yang jelas adalah tarif parkir untuk mobil yaitu 10ribu. Dari parkir cukup naik beberapa meter ke atas dan pemandangan perbukitan yang indah langsung akan menyergap mata.
Tapi di atas itu semua, jangan lupakan satu: nikmati keindahan itu seutuhnya. Wairinding bukan sekedar sebuah padang sabana dengan lembayung senja dan kontur perbukitan berlapisnya. Wairinding adalah kehidupan bagi ternak-ternak dilepas-gembalakan. Pusat cerita bagi kelincahan anak-anak Sumba di atas pelana. Tempat bertumbuh-tangguhnya masyarakat Sumba merangkul alam yang panas dan kering.
BTW, Wairinding ini pernah menjadi salah satu destinasi yang aku lewatkan saat perjalananku seminggu ke Sumba di cerita ini, ini dan ini. Kok bisa aku melewatkan tempat sekeren ini? Ya karena lokasinya yang mudah dijangkau jadi aku fikir bisa aku datangi lain waktu saat santai atau kalau ada kesempatan kunjungan singkat ke Waingapu. Dengan waktu seminggu kala itu, aku memang sengaja memilih untuk mendatangi lokasi-lokasi yang lebih jauh dan lebih susah dijangkau.
Temen jalan: Daniel ig: @danielkusdhana, Sugeng @sym_siyogamarsa Baca keseluruhan artikel...
Media sosial adalah racun yang jauh lebih dahsyat. Foto instagram seorang perempuan cantik dengan tubuh tinggi semampai berkain etnik dengan rambut terurai terbang tertiup angin berdiri di atas sebuah padang tandus dengan langit lembayung dan lapisan-lapisan perbukitan di latarnya. Buumm... ribuan like langsung membanjiri fotonya. Tak lama kemudian, Wairinding menjadi lokasi impian yang masuk dalam 'wishlist' daftar wajib untuk dikunjungi. Bahkan, beberapa orang telah menjadikan Wairinding tujuan eksotik untuk merayakan mimpi bersama kekasih di bawah rindu merah matahari terbenam. Mereka menyebutnya foto pre-wedding.
Ada terbersit perasaan protes saat pengunjung yang datang Warinding hanya sekedar untuk mengabadikan dirinya dengan latar yang 'kekinian'itu. Keindahan Wairinding seolah hanyalah potret perbukitan dalam naungan senja sebagai latar belakang. Kata 'menikmati'senja seolah cukup kata yang dimunculkan dalam frame foto yang diunggah dalam IG atau facebook. Tidak punya arti, kecuali bagi penikmat senja dan para pejalan.
"Nikmati saja," kata temanku yang pandangan matanya tak lepas dari dua sosok wanita bercelana pendek menampakkan kaki putih panjang. Dulu sih katanya kalau mau cuci mata harus ke mall, bukan untuk belanja tapi melihat perempuan-perempuan cantik. "Ah iya, nikmati saja," dan aku kembali melihat ke layar kamera menunggu para wanita itu berdiri tempat di titik sebelum aku memencet rombol rana. Mencuri momen... jangan-jangan aku juga sama dengan para pemburu tempat indah itu. Sekedar memasukkan keindahan dalam sebuah "foto" dan tidak mempedulikan rasa dan nuansa-nya.
BTW, Wairinding ini pernah menjadi salah satu destinasi yang aku lewatkan saat perjalananku seminggu ke Sumba di cerita ini, ini dan ini. Kok bisa aku melewatkan tempat sekeren ini? Ya karena lokasinya yang mudah dijangkau jadi aku fikir bisa aku datangi lain waktu saat santai atau kalau ada kesempatan kunjungan singkat ke Waingapu. Dengan waktu seminggu kala itu, aku memang sengaja memilih untuk mendatangi lokasi-lokasi yang lebih jauh dan lebih susah dijangkau.
Temen jalan: Daniel ig: @danielkusdhana, Sugeng @sym_siyogamarsa Baca keseluruhan artikel...
Langganan:
Postingan (Atom)