Tebing-tebing batu berlekuk di bagian akhir air terjun |
Rencana Liburan Seminggu di Sumba
Papan penanda pintu masuk air terjun Tanggedu |
Pesawat Wings Air menjejakkan roda-rodanya di landasan pacu bandara Umbu Mehang Kunda. Pesawat mendarat agak keras dan sedikit terasa oleng, pasti angin saat ini sedang kencang. Aku memutar badan untuk melemaskan otot-otot yang serasa kaku semua. Aku dan Imam tak terburu-buru karena toh masih harus mengambil tas yang aku masukkan bagasi. Tidak ada barang penting, tapi pisau lipat dan beberapa barang yang tidak mungkin lolos jika lewat kabin.
Padang sabana di punggungan bukit |
Untungnya pemilik hotel juga menyewakan sepeda motor. Cuma harga sewanya agak mahal Rp150.000/hari dengan dua helm yang udah bulukan hahaha. Ya sewa ini tentu jauh lebih mahal dibanding penyewaan motor di Bali atau di Malang misalnya. Yah, masih lumayan lah. Mungkin nanti dengan semakin berkembangnya wisata di sini, persewaan kendaraan akan semakin murah.
Seminggu ini, aku dan Imam berencana akan melakukan perjalanan dari ujung Timur ke ujung Barat pulau Sumba. Semua berawal dari ajakanku ke Imam untuk jalan seminggu penuh ke Sumba. Selama ini aku mengunjungi beberapa lokasi wisata di Sumba mencari waktu di sela-sela penugasan, yang tentu saja lebih terbatas. Namun seminggu juga bukan waktu yang panjang, aku masing berhitung waktu tempat mana yang aku harus masukkan lokasi wajib didatangi.
Menuju Air Terjun Tanggedu
Air terjun kecil di bagian aliran sungai sebelah kiri |
Kelar urusan gas kaleng, aku dan Imam langsung ngacir dengan motor dengan jadwal ke air terjun Tanggedu. Informasi dari Ayu yang pernah kesini, jalur menuju Tanggedu yang jarak jalannya paling dekat melewati rute ke Puru Kambera. Aku sendiri sudah beberapa kali ke Pantai Puru Kambera karena tempatnya deket dari kota. Nyaris setiap kali ke Waingapu aku biasa mampir ke Pantai Puru Kambera. Ya udah, gak usah tanya ke masyarakat aku melarikan motor ke arah Puru Kambera.
Bukit savana di atas Puru Kambera |
Dari Pantai Puru Kambera aku terus menyusuri jalan sampai bertemu sebuah pertigaan Pasar Mondu di daerah Kanatang. Seharusnya aku sudah berbelok ke kiri di pertigaan sebelumnya, tapi lebih mudah dikenali jika lewat pertigaan Pasar Mondu. Mungkin mencari pertigaan ini yang harus bertanya ke penduduk yang ada di sekitar. Tapi itu susah, nyaris siang itu tidak kami dapati orang yang ada di pinggir jalan.
Menggiring kuda pulang |
Di pinggir jalan kami melihat dua buah mobil terparkir masuk ke sebuah tanah lapang dan tampak beberapa orang yang sedang duduk-duduk santai. Aku dan Imam mendekati rombongan itu berharap bisa mendapatkan informasi lokasi. Ternyata mereka juga rombongan wisatawan yang menggunakan mobil tetapi tertahan sampai di lokasi ini. Apa pasal? ternyata beberapa kilometer ke depan menuju Tanggedu ada perbaikan jalur jalan. Saat itu sepanjang jalan sedang dihampar batu karang, hanya menyisakan sepotong jalan tanah di sisi kiri yang dekat dengan jurang. Beberapa orang yang tetap mau ke Tanggedu melanjutkan jalan dengan berpindah ke jasa ojek. Sayang jumlahnya terbatas sehingga tidak semua bisa terangkut.
Karena aku pikir sudah tanggung ya sudah kami nekat mencoba jalan. Namun karena masih berupa batuan karang yang besar-besar tentu rawan bikin ban robek. Jadi aku memutuskan Imam yang naik motor pelan-pelan menyisir jalan pinggir, sedang aku berjalan kaki. Untungnya karena di atas bukit, dengan berjalan kaki aku bisa memotong jarak dengan menuruni perbukitan walaupun harus tetap hati-hati.
Kesulitan Perjalanan yang Setimpal
Perjalanan berakhir ke desa Tanggedu, berakhir menggunakan motor maksudnya. Jalan benar-benar berakhir di sebuah halaman rumah salah satu penduduk. Beberapa motor terparkir di bawah pohon, sementara pemiliknya sedang bersantai menikmati makanan di lapak penjual minuman di sekitar lokasi. Ternyata mereka sudah kembali dari air terjun Tanggedu.
Setelah memarkirkan motor, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki turun ke bawah sampai di pinggir jurang. Menuruni jurang sampai ke bawah untuk melewati sungai menuju ke bukit sebelanya. Jika kondisinya begini, alamat air terjun Tanggedu tidak dapat dilewati saat musim penghujan.
Setelah naik kembali ke bukit sebelahnya dan menyusuri punggungan bukit, perjalanan berubah melewati padang sabana sampai bertemu dengan beberapa rumah. Di salah satu rumah kami masuk untuk membayar tiket masuk dan uang untuk jasa mengantar. Toni, anak pemilik rumah yang masih bersekolah di SMP mengantarkan kami sampai ke gerbang masuk air terjun Tanggedu. Kami melewati beberapa area berpagar, rupanya untuk ke air terjun harus melewati tanah-tanah milik warga. Mungkin itu salah satu alasan pembangunan ke arah air terjun belum berkembang saat ini.
Perjalanan turun ke bawah cukup curam, untungnya oleh masyarakat dipasang kayu atau tali tambang untuk bantuan berpegangan. Musim kemarau seperti ini lumayan membantu, tanah putih menjadi tidak licin walaupun jadi sedikit berdebu. Sepertinya di musim hujan, perjalanan turun ke bawah akan sangat sulit karena tanahnya bisa jadi akan menjadi licin.
Semua kesulitan perjalanan memang setimpal dengan pemandangan air terjun yang kami temui. Padahal terus terang, pada musim kemarau seperti ini aku sudah menurunkan harapan serendah-rendahnya. Namun yang kami dapati, air terjun ini airnya tetap berlimpah.
Air terjun Tanggedu berasal dari dua aliran sungai. Di sebelah kiri aliran sungai jatuh langsung ke sebuah kubangan besar dan menyatu dengan aliran satunya. Berbeda dengan aliran sungai yang lurus, dari ujung pemandangan sampai ke titik penyatuan ada beberapa jatuhan air di beberapa titik. Hal itu mengapa di beberapa aliran yang sempit air tampak sangat kencang.
Aku dan Imam naik kembali menjelang sore sekitar jam 5-an. Namun, aku dan Imam sudah berniat suatu saat nanti akan kembali kesini untuk bermalam di air terjun Tanggedu.
Perjalanan Pulang yang Sama Susahnya
Ternyata perjalanan pulang juga tidak lebih mudah terutama mengenali medan jalan. Karena mulai gelap terus terang aku dan Imam kesulitan mengenali tempat kami datang. Sempat agak kesasar, untungnya ada seorang ibu yang kami temui waktu di air terjun sedang lewat sehingga membantu mengantarkan sampai ke jalan turun bukit untuk melewati sungai.
Dan kesusahan kedua adalah di titik yang ada pembangunan jalan. Jika sebelumnya aku berjalan menuruni bukit, sekarang aku harus berjalan naik ke atas bukit. Bah, keringatan bikin sehat memang perjalanan ke air terjun Tanggedu ini. Itu belum lagi ditambah bensin yang sudah berada di garis demarkasi untuk menyerah. Bayangkan saja, berjalan naik motor sambil berharap motor tidak mogok di tempat sepi karena bensin habis. Duh untungnya hal itu tidak terjadi. Orang baik masih dilindungi Tuhan wkwkwkwk.
Teman jalan seminggu keliling Sumba: Imam "Boncel"
Fotonya keren banget. Pengin suatu saat ke sini juga.
BalasHapusGak nyesel ke sini, air terjunnya keren banget
HapusMantul fotonya, mantap betul. Saya pun ikut terbius
BalasHapusThanks udah mampir di blog..
HapusTanah Humba, tanah Sumba, tanah berjuta-juta juta pesona alam yang luar biasa. Ada yang mudah dicapai, ada yang sulit banget kayak yang ini. Jadi pengen ke Sumba lagi saya hahaha 😂😁
BalasHapusNah next time ke Sumba lagi jangan lupakan Tanggedu, biar susah di hati tapi sonde bisa lupa #belepotanomongkupang
HapusHahaha betul itu Bang Bahtiar 😁 semoga suatu saat bisa kembali ke sana. Naik KM milik Pelni cuma 80an, naik Fery lebih murah cuma waktu sering nggak nhijinin dulu 😂😂
HapusBaru tahu kalau naik kapal Awu Ende-Waingapu cuma 80ribu... dulu sekali pernah dari Kupang-Sabu-Ende-Waingapu pake kapal Awu..
HapusWaktu tahun 2015an apa 2014an balik dr Waingapu ke Ende cuma 75rb. Hehehe sekarang paling 80an ribu, kalau naik gak banyak2 😁😂
Hapusmantap mas.. tapi ternyata jalannya masih memprihatinkan ya???
BalasHapusaku rencana kesini juga bulan ini, tapi kalau cuti 3 bulan diacc dan dana mencukupi, kalau enggak, skip dulu, langsung ke sulawesi dulu wkwkwk..
-Traveler Paruh Waktu
Mungkin udah diperbaiki.. kemarin itu jelek karena baru dihampar baru kalau sekarang kemungkinan udah selesai jadi malah jadi bagus
HapusItu seru banget perjalanannya, seru seru serem sih haha. Btw, itu kuda punya masyarakat apa Kuda liar ya?
BalasHapusTapi seremnya jadi terbayar begitu nyampe lokasi... kudanya dilepas tapi gak ada kuda liar tetep ada pemiliknya
Hapuswow...indahnya…
BalasHapusmengagumkan
Makasih sudah mampir
Hapuswow, luar biasa, pemandangannya cakep bgt ya...
BalasHapusBener banget... makasih udah mampir ya
HapusWAh saya seneng sama air terjun yang model model gitu mas, buat belajar long exposure :D
BalasHapusSama.. betah aku sama air terjun begini mau dibikin long exposure cakep, lha difoto biasa aja tetep cakep kok
Hapus