Duduk di pinggir tebing seperti ini mengingatkanku pada suatu tempat yang masih dapat samar-samar kuingat. Dia duduk di bawah pohon pandan laut dengan dua temanku yang lain, tersenyum manis di bawah arahan seorang tukang foto keliling dengan kamera polaroid. Aku bisa mendengar derai tawanya saat melihat hasil fotonya, lalu ia minta difoto kembali oleh sang tukang foto. Lalu dimana aku dengan kamera yang katanya suka moto-moto? Mengapa kubiarkan obyek seindah ini direkam gambarnya oleh seorang tukang foto keliling, bukan olehku? Lupakan kamera, itu adalah waktu baju putih dan celana pendek biru adalah cerita kebanggaan masa muda. Masa tertawa dan menangis sepenuh hati, tapi kamera masih analog dan bukan barang murah. Dari seluruh rombongan wisata, mungkin hanya ada dua kamera film saku yang dibawa. Satu dimiliki oleh seorang guru, satu lagi oleh seorang murid terkaya di sekolah.
Gelombang menderu-deru di bagian bawah karang membuyarkan lamunanku. Bunyi gelegak air laut yang menyusup dirongga karang yang membentuk lubang susuran bagaikan suara kerongkongan naga besar meminum air. Karang-karang tinggi di pantai ini memiliki beberapa celah lubang yang memanjang di bawah karang, dari sanalah bunyi gelegak air itu berasal terutama saat ombak besar datang.
Pantai ini disebut dengan nama Pantai Nawen. Nawen dalam bahasa Timor artinya penyu, jadi pantai Nawen bisa diartikan pantai penyu. Disebut pantai Nawen karena masyarakat sekitar pada waktu-waktu tertentu bisa melihat penyu yang datang berenang di sekitaran pantai kawasan itu. Pantai Nawen terletak di desa Poto, Kecamatan Batare, Kabupaten Kupang.
Perjalanan Seru Menuju Pantai Nawen
Pantai Nawen ini jaraknya kurang lebih 90km dari Kota Kupang. Dari kota Kupang, kita mengikuti jalan trans Timor arah ke Soe. Selepas Oelamasi akan bertemu pertigaan jalan besar, ambil ke kiri arah ke Sulamu. Nanti setelah sampai desa Pantai Beringin akan bertemu pertigaan, lurus ke arah Sulamu, kekanan ke arah Barate. Ambil ke kanan ke arah Barate. Ikuti jalan sampai ke desa Poto, nanti dalam perjalanan kalian akan melihat sebuah bukit batu seperti Fatuleu. Nama bukit batu itu dikenal dengan nama Bukit Sonu. Sesampainya di desa Potu, sebelum kantor desa ada pertigaan, ambillah belokan ke kiri ke arah Puskesmas Poto.
Dari kota Kupang sampai ke pantai Nawen, ada 3 sungai tanpa jembatan yang harus dilewati. Satu sungai besar ke arah desa Poto, satu sungai kecil ada di desa Poto karena jembatannya ambruk, dan satu lagi sungai besar dari Poto-pantai Nawen. Berbeda dengan dua sungai lainnya yang kering saat memasuki musim kemarau, sungai terakhir menuju masih ada aliran airnya ada terus. Karena kendaraan harus turun melewati sungai, jadi tidak disarankan ke lokasi saat musim hujan. Bila terjadi hujan lebat dan sungai meluap, sungai jadi sulit dilewati kendaraan.
Dari Poto, sebagian jalan masih berupa tanah putih. Sebagian besar jalan tanahnya masih aman dilewati walaupun ada hujan. Tapi memang ada ruas tertentu yang masih berupa tanah liat yang saat bisa berubah jadi lumpur. Untungnya aku kesana pas masih musim hujan sudah lewat masanya. Walau kadang masih ada hujan turun tapi tidak terlalu deras jadi tidak kuatir sungai meluap.
Aku cuma berdua dengan Sani, jadi cukup berboncengan dengan satu motor saja. Untuk berangkatnya, Sani-lah yang mengendarai motor sedangkan aku cukup jadi pemboncengnya. Pulang nanti baru giliranku yang mengendarai, dengan pertimbangan kalau sampai harus pulang malam hari. Karena Sani ini bermata minus dengan silinder cukup besar jadi bermasalah jika harus melihat sorot lampu dari depan. Jadi lebih aman jika aku yang dibagian depan jika malam hari.
Dengan pengalaman nol ke lokasi ini, Google Maps sangat membantu. Yang pasti karena sinyal 'telkomsel' cukup kuat jadi posisi GPS masih akurat untuk menunjukkan lokasi. Namun untuk lebih amannya, aku dari awal sudah mendownload dulu petanya sehingga tetap bisa terbaca dalam kondisi off-line. Untuk informasi, banyak daerah blank spot di pulau Timor terutama di daerah pedalaman. Jika kalian tidak tahu lokasinya dan mengandalkan GPS, tidak ada salahnya mendownload peta terlebih dahulu. Berjaga-jaga jika ada lokasi yang kurang bagus sinyal komunikasinya.
Tiga Pantai
Ada tiga pantai berjajar di pantai ini yang masing-masing dibatasi dengan karang terjal. Pantai Nawen sendiri adalah pantai ketiga yang dijangkau dengan jalan kaki. Aku sendiri pernah bertanya langsung kepada salah satu penduduk yang lewat di tempat itu. Dia sempat menyebutkan sebuah nama tapi akun sendiri sudah lupa.
Masing-masing pantai punya keindahan dan pemandangan berbeda-beda. Jika dilihat dari atas, pantai-pantai di sepanjang tempat ini didominasi oleh tebing-tebing karang. Karena antara satu pantai ke pantai lain dipisahkan oleh batuan karang terjal, akses satu-satunya antar pantai hanya bisa dijangkau dengan jalan kaki. Untungnya ada akses jalan setapak yang terbentuk yang biasa digunakan masyarakat untuk beraktivitas berladang atau mencari ikan.
Pantai pertama, adalah lokasi satu-satunya lokasi yang dapat kita gunakan untuk memarkir kendaraan. Tidak ada akses lain ke pantai Nawen tanpa melalui pantai pertama. Itulah kenapa aku menyebut pantai pertama, karena memang itu akses utama untuk ke lokasi ini.
Kelebihan pantai ini di area sekitar parkiran tempatnya teduh karena banyak pepohonan, dan memiliki permukaan tanah yang cukup rata dibanding tempat lain. Jika ada aktivitas sampai malam hari, tentu saja ini adalah pantai yang paling disarankan untuk memasang tenda atau menginap. Area karangnya cukup tinggi sehingga aman untuk dijangkau pasang air laut. Pasir lautnya berwarna keputihan dengan sedikit warna merah bata di garis pantainya akibat keberadaan batu-batu merah.Dari pantai pertama kita bisa menyusuri pantai dan menaiki bukit karang kecil untuk menjangkau pantai kedua. Pantai kedua ini tidak terlalu luas dan pasir pantainya berwarna putih dan didominasi batuan kecil. Sebenarnya pasir pantainya sendiri berwarna putih, hanya mungkin lebih banyak tertutup dengan batuan-batuan kecil.
Untuk menuju pantai ketiga kembali harus naik ke karang dan menyusuri jalan setapak yang membelah hutan terbuka dengan tanaman kayu putih atau dikenal dengan nama ampupu (Eucalyptus urophylla). Pantai ketigalah yang sebenarnya disebut pantai Nawen. Pantai ini memiliki pasir putih yang lembut dengan pemandangan indah batu karang yang mengapit kiri dan kanan. Warna air lautnya berwarna hijau kebiruan cenderung tosca, terutama saat siang hari. Di bagian tebing batu masih banyak tumbuh pohon santigi laut. Sementara Sani memilih berlindung di bawah salah satu karang, aku memutuskan naik ke salah satu tebing karang ke arah rerimbunan pohon santigi. Karena dari tebing ini pemandangan pantai Nawen lebih tampak indah.
Ngomongin jalan kaki untuk sampai di pantai Nawen ini, bagi Sani seperti sebuah perjalanan penuh penderitaan. Dengan jarak jangkau hanya sekitar 15-menitan aku harus membiarkan Sani beberapa kali berhenti untuk beristirahat karena sudah tampak ngos-ngosan. Kalau untuk urusan jalan, temanku satu ini memang payah sekali. Memang dari awal dia sudah mikir diajak jalan sampai ke pantai ketiga. Setelah ini pasti kalau ke pantai Nawen lagi, dia ogah jalan dan milih bersantai di pantai pertama.
Sambil menunggu matahari yang mau tenggelam, aku memasak air untuk membuat kopi. Sani dari tadi sudah hilang di dalam hammock yang sudah terpasang sedari tadi. Tak berapa lama, kopi panas dengan baunya yang harus telah tersaji di depanku sementara matahari mulai menguningkan langit. Ah, suasana seperti ini tidak pernah menjemukanku. Saat langit senja memerah, dan semerbak harum secangkir kopi panas di tangan, nikmat apalagi yang kamu dustakan?
Catatan:
- Jaga kebersihan! Bawalah tempat untuk menyimpan kembali sampah yang kamu buat. Di tempat pertama, sudah banyak sampah yang ditinggalkan pengunjung tak bertanggung jawab di tempat ini. Jika bisa bantu angkut sebagian sampah yang tercecer di tempat ini.
- Jangan menebang pohon! Jika membutuhkan kayu bakar untuk membuat perapian coba turun sebentar ke pantai. Di pantai pertama ada sebuah muara kering yang banyak meninggalkan kayu-kayu kering yang bisa digunakan untuk kayu bakar.
- Pertimbangkan baik-baik jika kesini pada saat musim hujan. Selain kondisi jalan yang masih berupa tanah putih juga masalah sungai yang rawan sewaktu-waktu terjadi luapan air dari daerah hulu.
- Mari jaga sama-sama menjaga lokasi-lokasi seperti ini tetap indah dengan tidak melakukan hal-hal yang justru merusaknya seperti: vandalisme dengan mencoret-coret bebatuan atau pepohonan dengan cat atau pisau, tidak mengambil tanaman sembarangan, tidak meninggalkan sampah.