Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Selasa, 22 September 2020

Sunset di Tanjung Toda


Aku tak sanggup beranjak dalam takjub, malam bergerak dengan ditutup pertunjukan senja yang memukau. Awan jingga menyaput biru kelam langit. Sebuah pelepasan yang begitu manis meski segelas kopi panas tak ada dalam genggaman tanganku, sudah tandas beberapa menit yang lalu. Ah senja dan kopi tidak selalu bersama ternyata.

Dua Jam 'Tanpa Arah'

Tak ada niatan sama sekali ke tempat ini, waktu itu cuma terpikirkan mau jalan saja. Terus mikir mau ngajak siapa yang bisa diajak jalan 'dadakan' tanpa perlu direncanakan dulu. Jalan seperti ini memang biasa bagiku karena beberapa kali perjalanan yang direncanakan malah berakhir batal atau tertunda lama. Apalagi kalau merencanakan perjalanan dengan teman yang tidak biasa jalan, duh dari awal emang harus siap untuk batal. 

Berdua sama temanku, Sani - orang Yogya yang hobinya juga jalan gak jelas- kami berdua berboncengan ke arah Timur. Kemana? Masih belum jelas. Ada beberapa rencana tempat seperti ke Fatuleu, atau ke Lelogama, atau sekedar ke Bendungan Raknamo. Entah, semua ide bersliweran tapi seperti gak 'nyantol' sampai selepas Oelamasi baru kepikiran untuk coba menjelajahi wilayah Sulamu.

Aku sendiri lupa-lupa ingat apakah pernah pergi ke Sulamu atau tidak, karena kalaupun pernah mungkin itu tahun 2000-an dimana kondisi jalannya masih ampun-ampunan. Sekarang sih sudah jauh lumayan bagus. Jadi aku bisa sampai ke sebuah kawasan yang penduduknya sangat padat yang berada di ujung utara teluk Kupang. Sebuah dermaga rakyat dengan mercusuar menjadi penanda kawasan itu. Tempat ini mengingatkanku pada kampung orang Bajo atau Buton cenderung rumahnya berdiri rapat.

Di depan dermaga tampak sebuah pulau kecil yang diberi nama pulau Tikus. Kalian mungkin sudah tahu kenapa pulau itu diberi nama pulau Tikus, ya karena jika dilihat dari atas tampak seperti tikus dengan ekor putih. Ekor putih itu sebenarnya adalah pasir putih, cuma itu adalah gosong pasir. Gosong pasir adalah istilah daratan berpasir yang hanya muncul saat laut surut. Pulau Tikus itu sebenarnya menarik perhatianku, bahkan seorang nelayan tua menawarkan untuk mengantarkanku ke pulau itu. Tapi dari kejauhan aku melihat pasir putih yang merupakan ekor pulau Tikus sedang tidak ada, yang artinya air sedang tidak surut. Dan satu lagi yang mengganggu, sepanjang pantai sampai ke pulau itu banyak botol mengambang yang artinya ada tanaman rumput laut. Artinya untuk pulau itu harus memutar perahu dulu tidak bisa tembak lurus langsung dari dermaga.

Karena tidak ada tempat yang tepat untuk melihat matahari terbenam, aku dan Sani meneruskan perjalanan ke arah barat melewati jalan kecil diapit rumah-rumah yang bersesakan. Membingungkan, aku bahkan harus bertanya beberapa kali untuk keluar dari kampung kecil ini. Jalan terakhir melewati jalan tanah di pinggir pantai, itu pun harus melewati lorong antar rumah yang sebenarnya bukan untuk motor.

Tanjung di Kecamatan Sulamu

Tanjung Toda, itu nama yang disebutkan oleh John. Pria berbadan kecil yang lebih sering menghabiskan hari-harinya di tempat ini mengurus rumput lautnya. Sebuah rumah beratap alang-alang pendek adalah tempatnya bermalam selama tinggal di sini. Kebetulan hari ini cukup banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani pembudidaya rumput laut yang memilih bermalam disini, bekerja sekaligus bersantai di hari libur.

Tanjung Toda ini namanya belum ada dalam pencairan google maps mungkin karena tak dianggap sebagai tempat wisata. Memang mungkin kurang cocok untuk menjadi tempat wisata karena sepanjang pinggir pantainya berupa batu karang. Ada pasir putih, hanya tidak lebar dan sebagian besar hanya muncul saat laut sedang surut saja seperti sekarang. Saat itu, pantai dapat digunakan untuk untuk mandi dan bersantai.

Di sepanjang jalur pantai Tanjung Toda banyak bangunan kecil beratap alang-alang yang digunakan oleh petani pembudidaya rumput laut, salah satunya John. Benar, sepanjang pinggir laut Tanjung Toda memang dipenuhi benda plastik minuman botol yang digunakan masyarakat untuk mengikat tali-tali yang dipasang rumput laut agar tetap mengambang di permukaan.

Sepanjang sore itu, beberapa pria dewasa tampak berjalan hilir mudik di laut yang airnya setinggi dada mereka. Mereka tampak menarik-narik sesuatu dari tali yang digunakan untuk mengikat rumput laut. Mungkin mereka sedang membersihkan rumput laut dari gulma/tanaman pengganggu. Sementara anak-anak yang kecil lebih banyak bermain di pinggir laut.

Rumput laut memang tampaknya telah menjadi mata pencaharian masyarakat Sulamu. Tanaman ini dibudidayakan di sepanjang pantai mulai dari dermaga perikanan Sulamu sampai ke Tanjung Toda ini. Alhasil, pemandangan botol-botol plastik mengambang menjadi pemandangan setiap hari di sini.

Sebuah Tempat Dimana Matahari Mengucapkan Selamat Malam

Ada daerah yang memiliki pantai dengan pasir putih yang tidak berada jauh dari tanjung Toda, tapi aku memilih tidak melihat sunset dari sana karena matahari tidak tenggelam di horison laut. Beda dengan tanjung Toda, karena matahari benar-benar tenggelam di horison laut. Di tanjung Toda ini, matahari selalu jatuh di horison laut apapun bulannya.

Siapa yang menyangka, tempat ini adalah tempat dimana matahari terbenam di laut yang akan selalu menyapamu. Tak banyak hiruk pikuk, karena hanya mereka petani rumput laut dan keluarganya yang menyapamu. Tak ada wisatawan yang suka memenuhi laut untuk menikmati senja yang kadang berisik dengan musik berdentam-dentam, dengan suara bass yang nyaris bikin copot jantungmu. Tidak, semua keriuhan semacam itu tidak ada saat ini. Hanya pekik teriakan anak-anak yang disahut oleh lengkingan balik burung-burung laut.


Kadang tempat yang tidak memiliki pasir pantai bisa begitu menyenangkan apalagi dengan begitu aku tak akan dipusingkan bahwa tempat ini akan didatangi banyak orang. Kupikir tidak, tempat ini tidak terlalu menarik untuk didatangi apalagi untuk wisata. Tapi bagi kalian yang ingin menikmati sunset, tempat ini bolehlah kalian kunjungi. Jangan lupa membawa kopi.

4 komentar:

  1. romantis banget suasana sunsetnya ya... bisa jadi lahan bisnis, jualan kopi meski masih sepi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada yang buka seperti cafe tapi sepertinya hanya hari libur saja

      Hapus
  2. Tahukan Anda apa saja tempat wisata di Manado yang sangat terkenal? Berkunjung ke kota Manado memang tak salah kiranya apabila mengunjungi juga mengenai tempat wisatanya. Manado adalah ibu kota dari Sulawesi Utara yang banyak sekali menyuguhkan keindahan alamnya.

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya