Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label taman laut. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label taman laut. Tampilkan semua postingan

Rabu, 31 Oktober 2018

Mekko: Asa Dari Laut

Jump!! Meloncat dari perahu ke dalam Kolam raksasa | WWF Indonesia
Sudah dua malam aku menginap di rumah pak Jabar, dan selama itu pula aku merasakan sedikit menjadi orang Mekko. Setidaknya aku sudah tidak mandi dua hari ini hahaha... tidak usah terlalu melankolis, Nisa yang menjadi satu-satunya cewek dalam rombongan kami saja juga sukses tidak mandi. Yang para lelakinya gak usah ditanya lah. Kami kebetulan menjadi volunteer dari WWF untuk membantu masyarakat Mekko mengabadikan keindahan Taman Laut Mekko. 

Pak Bakri yang menjadi leader di Bangkit Muda-Mudi Mekko
Ada banyak cerita yang akan kami dengar hari ini: utamanya dari mereka yang sekarang tergabung dalam kelompok Bangkit Muda-Muda Mekko. Kelompok yang digawangi pak Bakri ini awalnya berangkat dari kelompok sepak bola di kampung Mekko. Tiap tahun mereka akan bertanding, kesulitan pertama adalah mengumpulkan dana untuk membiayai kegiatan mereka. 

Dari kelompok yang semula hanya berurusan bagaimana mencari dana untuk kegiatan sepak bola mereka, menjadi upaya mereka untuk dapat membuat pendanaan mandiri. Dan mata mereka melihat lebih jauh dari balik kampung ini. Mereka tinggal di tempat yang dikaruniai banyak potensi yang bisa mereka garap. Dan mereka yang menjadi pemilik dari semua keindahan itu hanya menjadi penonton selama ini. 

Ya, terbatasnya akses ke kampung mereka membuat masyarakat Mekko tidak bisa mengharapkan wisatawan yang berkunjung ke Mekko mendatangi kampung mereka. Itu baru masalah akses jalan dan alat transportasi, masalah utama yang mereka lawan justru dari kampung mereka sendiri. Menyadarkan nelayan untuk menghentikan penangkapan hiu adalah salah satu upaya tak mudah yang mereka lakukan. Upaya mereka untuk terlibat dari manfaat ekowisata laut Mekko bukannya jalan cepat, tapi jalan panjang yang harus mereka lalui beberapa tahun ini. 

Salam hiu dari Bangkit Muda-Mudi Mekko
Jauh sebelum upaya ini, dulu mereka juga bermasalah dengan penggunaan bahan peledak untuk menangkap ikan. Memang sekarang sudah tidak ada yang melakukannya lagi karena mereka sudah tahu kalau hal itu masuk kejahatan yang dapat dipidana. Namun sebagian terumbu karang di Mekko telah terlanjur hancur.

Dan saat ini adalah gong pertama yang mereka tabuh untuk memperkenalkan bahwa dari kampung ini telah siap orang-orang untuk memandu para wisatawan yang ingin menikmati keindahan Mekko. Leaflet tentang Muda-Mudi Mekko bisa klik disini.

Sebenarnya di Mekko tidak hanya bicara tentang gosong pasir yang putih menawan ataupun terumbu karangnya, atau tempat-tempat yang akan menghasilkan foto-foto yang 'instagramable'. Tidak seluruh yang indah dan menarik difoto kawasan Mekko bisa didatangi begitu saja oleh wisatawan. Ada beberapa tempat yang membutuhkan perlakuan khusus seperti kawasan anakan hiu, misalnya.  Ini beberapa destinasi yang ada di Mekko:


Pulau Pasir Putih 
Gosong pasir di Mekko yang ada hanya air, pasir putih dan langit
Ini adalah destinasi pertama yang paling dikenal masyarakat luar tentang Mekko. Ada yang menyebutnya gosong pasir. Gosong pasir adalah istilah untuk pulau pasir yang muncul saat laut surut. Namun memang gosong pasir di Mekko ini tidak benar-benar hilang walau saat puncak pasang, hanya saat pasang tinggi sekali saja seluruh pulau akan hilang. Jika pasang biasa, umumnya tidak seluruh gosong pasir ini hilang. Jadi gosong apa pulau? Ah, entahlah. 


Karena berupa gosong pasir, tentu saja seluruh kawasan ini berupa pasir putih saja di tengah laut dikelilingi warna air tosca dan kawasan terumbu karang di sekitarnya. Jika berkesempatan, para wisatawan bisa melihat kawanan burung yang memenuhi gosong pasir ini. 

Keindahan kawasan ini jempolan, terbukti daerah ini sering didatangi kapal wisata dan wisatawan asing. Wisatawan lokal lebih jarang karena faktor transportasi menuju ke tempat ini. Tentu keberadaan pemandu wisata lokal dari Mekko bisa membantu wisatawan menjadi lebih mudah menjangkau tempat ini. 

Di sebelah pulau pasir ini terdapat pulau Keroko yang katanya jika puncak surut dapat dilewati dari pulau Pasir Putih ke pulau Keroko. Sebenarnya di sekitar pantai ini pernah menjadi kawasan terumbu karang yang indah, namun sepertinya harus menunggu lebih lama sebelum kalian bisa menikmati terumbu karang di sekitar gosong pasir.

Kolam Renang Raksasa 
Kalau sudah masuk ke dalam jadinya lupa diri
Jangan bayangin ada yang bangun kolam renang di Mekko ya.. istilah kolam renang raksasa ini karena di tengah laut di depan pulau Keroko terdapat sebuah perairan luas yang dangkal dengan pasir putih rata. Jadi jika berada di sana serasa masuk di kolam renang yang besar. Kolam renang raksasa ini paling enak dinikmati bersama keluarga karena umumnya berombak tenang dan tentu saja tidak dalam. Bahkan pada saat puncak pasang sebagian besar perairan ini kedalamannya tidak lebih dari dua meter. 

Betah berendam di sini karena tidak kuatir tenggelam atau kaki terinjak karang. Hampir seluruh kawasan itu hanya berupa pasir putih saja, jadi tidak perlu kuatir kaki terluka karena menginjak karang yang tajam atau terkena bulu babi. Cerita tentang binatang ini, dulu aku pernah merasakan tertusuk durinya. Duh rasanya pegel gak ilang-ilang, jauh lebih pegel daripada nungguin bini belanja muter-muter di toko hahahha.

Hanya saja kadang-kadang dari batas kolam suka ada hiu yang lewat. Tapi tak usah kuatir, umumnya hiu di kawasan itu bukan tipe agresif yang menyerang manusia. Kadang kala beberapa hiu yang masih kecil yang lewat, tapi kemarin sempat lihat juga hiu yang sudah cukup besar lewat di pinggir kawasan ini.


Terumbu Karang Mekko 
Dengan kondisi perairan seperti Mekko ini, tentu saja keberadaan terumbu karang yang indah bukan hal yang mustahil. Dan di Mekko ini ada beberapa spot yang menawarkan keindahan terumbu karang. Ada spot terumbu karang yang cocok dengan snorkeling terutama yang kedalamannya di bawah tiga meter, dan ada spot terumbu karang yang lebih cocok untuk diving yang kedalamannya lebih dari tiga meter. 

Dulu kalau berniat ke Mekko untuk menikmati pemandangan terumbu karangnya, mau gak mau harus membawa peralatan sendiri. Inilah salah satu yang ditawarkan dari pemandu wisata dari Bangkit Muda-Mudi Mekko, mereka juga menyiapkan peralatan snorkeling lengkap sehingga wisatawan tidak perlu membawa peralatan sendiri. Oh iya ada pelampung juga terutama buat yang tidak bisa berenang, jadi walau tidak mahir berenang tetap bisa menikmati keindahan terumbu karang. Rugi lho kalau ke Mekko gak bisa menikmati keindahan terumbu karangnya. 

Kalau untuk yang berencana diving, memang tetap harus menyiapkan peralatan sendiri karena dari kelompok saat ini belum memiliki peralatan untuk diving. Mungkin saja mereka suatu saat nanti siapa tahu mereka dapat berkembang lebih jauh untuk menyediakan peralatan diving. 

Kawasan Anakan Hiu 
Ada kawasan yang menjadi habitat tempat tumbuhnya anakan hiu. Sebenarnya kawasan ini bukannya tempat wisata, jadi memang yang berniat untuk ke tempat ini harus dengan pemandu yang memahami karakter kawasan ini. Jika wisatawan dibiarkan ke tempat ini tanpa arahan, maka justru wisata akan berubah menjadi ancaman bagi keberlangsungan ekosistem di kawasan ini. 

Jadi untuk lokasi ini, wajib hukumnya menggunakan jasa pemandu, agar wisatawan tidak melakukan sesuatu yang kontraproduktif dengan tujuan wisata itu sendiri. Tentu saja, pemandu yang diperbolehkan seharusnya juga yang telah memahami benar bagaimana memperlakukan kawasan ini. Untungnya para pemandu wisata di Mekko telah dibekali kemampuan memandu di kawasan itu. 

Namun begitu, tetap diperlukan campur tangan pemerintah untuk bisa menetapkan area habitat anakan hiu ini sebagai kawasan konservasi sehingga wisata di tempat ini dibatasi sehingga mengganggu perkembangan habitat anakan hiu tersebut. 

Aku jadi teringat bagaimana susahnya perjalananku pertama ke tempat ini. Waktu itu aku hanya sampai di Waiwuring saja karena akses ke desa Pledo yang tidak dapat dilewati pada musim hujan. Dengan perahu laut dari Waiwuring kami menempuh perjalanan ke pulau Mekko selama satu jam-an. Aku hanya mengunjungi tempat-tempat wisatanya dan tidak berkunjung ke kampung Mekko. 

Dan kini, aku di atas mobil pickup yang mengantarkan kembali ke Larantuka. Kembali melewati jalanan yang langsung tertutup debu begitu roda mobil menggilasnya. Namun sekarang jauh lebih lebih baik, ruas jalan telah diperlebar. Akses jalan ke tempat ini sebentar lagi semoga akan bagus. Ada informasi katanya setelah pelebaran akan dilanjutkan dengan pengaspalan. Semoga...

Duh, aku akan merindukan tempat ini. Mungkin saat kembali ke sini aku tidak akan menemukan nikmatnya tidak mandi selama tiga hari. Juga nikmatnya hidup tanpa melihat smartphone yang sinyalnya susah dicari karena terlalu sering berlari. Juga menikmati perjalanan melibas debu tanah dengan mobil pickup di bawah terik matahari. Tak apalah, saat semua akses itu ada, kesempat mereka untuk menikmati air untuk mandi, sinyal untuk menelepon... dan aku kembali mencari tempat susah sinyal untuk didatangi. 

Om Ayom yang kalau sudah petik gitar suka lupa diri
Mekko telah jauh meninggalkan kami, tersamar pandang oleh debu tanah yang tergilas roda. Namun keindahannya dan keramahannya tak pernah hilang. Bait-bait syair yang didendangkan om Ayub di pinggir pantai tentang Mekko kembali terdengar: 

Ayo ke Mekko.. 

Mekko di Pledo 
Pulau Pasir di Mekko .. 
Habitat Hiu di Mekko 
Terumbu karang terjaga 
Hamparan bakau terjaga 
Begitu indah alamnya, menenangkan jiwa 

Ayo ke Mekko 

Pulau kalong di Mekko 
Jingga senja menawan 
Menikmati alamnya bersama-sama penghuninya 

Alam Mekko yang indah 
Kami selalu menjaga 
Demi generasi kita 

Ayo bersama jaga Ayo ke Mekko..  Mekko di Flotim 

nb. Terima kasih untuk temen-temen yang bersama-sama berbagi cerita yang tidak pernah terlupakan tentang rasanya tidak mandi, tidak pake hape dan makan nasi pake kopi: kang Tardi Sarwan dan blognya Bentang Alam Semesta, Nisa Syahidah, pungga telusuri.id yang always selalu berkaos merah om Syukron, dua videografer yang bersedia foto 'nude' Yanuar dan Chafiz 
Sebagian foto yang bukan milik sendiri telah mendapatkan persetujuan WWF Indonesia untuk digunakan di tulisan ini.
Baca keseluruhan artikel...

Selasa, 26 Juni 2018

Wisata Meko Waktunya Berbenah


Beberapa waktu lalu temen WWF si Tardi yang kasih pesen "Yuk, ikut bantu nulis tentang Meko, kita mau launching perdana pusat informasi dan paket wisata Taman Laut Pulau Meko".. Well, it's really excited me. Ajakannya sungguh menggodaku. Bayangkan dulu kami untuk bisa menjangkau Meko harus melakukan perjalanan yang cukup sulit. Kami waktu itu hanya mendapatkan informasi sepotong-sepotong tentang Meko. Tidak ada informasi jelas bagaimana cara kami kesana. Bahkan setelah menyeberang ke Adonara pun masih harus tanya-tanya ke penumpang lain yang punya informasi tentang Meko.

Beningnya pantai di Kepulauan Meko
Susahnya menuju ke Meko pada waktu itu, kondisi jalan yang belum bagus dan informasi yang minim. Makanya waktu itu kami memilih hanya sampai ke kampung Waiwuring, baru menyewa perahu untuk sampai ke Kepulauan Meko. Ya untungnya kami masih punya jiwa kluyuran yang tidak masalah dengan kesulitan. Tapi tentu berbeda dengan traveler umum yang tidak selalu mau menempuh kesulitan seperti kami. 

Buat kalian yang ingin membaca ceritaku waktu ke tempat ini bisa menbaca tulisanku disini: Mengejar Pasir di Kepulauan Meko.

Tempat yang punya gosong pasir putih ini emang keren banget, dan pastinya waktu itu belum banyak tereksplore. Pada waktu itu kami ya lebih banyak menikmati pantai dan gosong pasirnya. Taman lautnya yang keren cuma bisa kita lirik dari atas perahu. Apa daya waktu itu kami tidak punya peralatan snorkling untuk bisa menjelajahi cantiknya taman laut di Meko.

Kondisi infrastruktur dan kesiapan masyarakat di sekitar Taman Laut Pulau Meko membuat kekayaan alam Meko tidak banyak memberi manfaat untuk masyarakat Meko sendiri, yaitu masyarakat desa Pledo. 

Ajakannya tentu tak perlu ditanyakan dua kali, kecuali tentu saja masalah cuti yang harus aku bereskan hehehe. Tak sabar aku menunggu tanggal 28 Juni ini untuk kembali ke Meko.
Baca keseluruhan artikel...

Senin, 29 Agustus 2011

Menjejakkan Kaki di Riung

Gugusan karang dan hamparan pasir putih di Pulau Tiga
Menjejakkan kaki ke Riung ini seperti menjadi impian, karena semenjak aku tinggal di Kupang dan telah berkeliling ke seluruh pelosok Nusa Tenggara justru Riung yang belum aku jelajahi (pulau Komodo juga). Alasan utama karena walaupun bagian dari Kabupaten Ngada tapi dari Bajawa, ibukota Ngada ke Riung jarak yang ditempuh serta kondisi medannya jauh lebih sulit dibanding kalau kita ke Ende. Keinginan itu menguat aku mulai menyukai snorkling berawal dari pengalaman pertama snorkling di pulau Bidadari, Manggarai Barat.

Perjalanan dari Bajawa ke Riung seingatku sekitar empat setengah jam naik turun perbukitan dengan jalan seperti jalan ular, itu masih ditambah dengan ruas jalan yang sempit. Di beberapa ruas jalan sempit dan sisi sebelah menghadang jurang yang sangat dalam, sehingga saat berpapasan dengan kendaraan yang dari arah berlawanan maka salah satu kendaraan harus berhenti dulu. Jurang-jurang di sepanjang perjalanan Bajawa-Riung tampak menganga dalam siap menelan kendaraan yang tidak dikemudikan hati-hati. 

Salah satu sudut perkampungan nelayan di Riung

Aku memilih perjalanan dari Bajawa siang hari karena untuk ke tempat Taman Laut 17 Pulau sebaiknya di pagi hari dimana kondisi laut masih tenang, jika sudah menjelang sore maka air laut sudah bergelombang keras sehingga kegiatan menjadi kurang bisa dinikmati.

Perjalanan kedua yang aku lakukan Februari kemarin lebih enak karena aku mengambil jalan dari Nagekeo yang lebih dekat jaraknya ke Riung. Yang menjadi masalah memang sekitar 5 km jalan ada yang kondisinya rusak lumayan parah, dan jalan parah ini bisa memakan setengah waktu sendiri, apalagi kalau sudah masuk musim hujan entah bisa dilewati atau tidak, kecuali anda menggunakan kendaraan four wheel drive dan beroda besar macam kendaraan yang didesain untuk off-road.

Perkampungan di Riung banyak ditemukan home stay milik penduduk setempat, cocok untuk traveler yang ingin menghemat pengeluaran dan tidak mempermasalahkan kenyamanan. Tapi jika kenyamanan menjadi masalah maka bisa memilih beberapa hotel yang juga sudah berdiri di sini.

Aku bersama teman-teman masuk ke Riung saat jam sudah menunjukkan pukul delapan, agak terlambat sebenarnya mengingat rencana kami bisa naik perahu pagi-pagi. Itupun masih terganjal masalah utama, perut kami tidak terisi dari pagi karena kami sejak subuh telah di atas kendaraan. Memang pilihan untuk menginap lebih bijaksana jika ingin benar-benar menikmati perjalanan di Riung. Setelah sempat berputar-putar mencari makan akhirnya ada sebuah toko yang pemiliknya bersedia memasakkan mi instan ke kami, lumayan untuk menjadi pengganjal perut. Seorang nelayan yang sudah setengah umur menawarkan perahu kepada kami, dengan harga lokal yang kami sepakati sebesar tiga ratus lima puluh ribu maka perahu yang bisa muat sampai delapan orang ini kami sewa. 

Ribuan kalong bergelantungan di pohon bakau di pulau Ontoloe
Jam setengah sembilan perahu kami mulai yang sudah bersandar dari pagi mulai melaju ke arah utara ke arah pulau Ontoloe, sebuah pulau yang banyak dihuni kelelawar, elang laut dan monyet. Keberadaan kelelawar pemakan buah ini sangat mencolok karena pada waktu begini mereka sedang tidur bergelantungan. Dari kejauhan pohon-pohon tampak bagai pohon kering kehitaman dan setelah dekat baru tampak bahwa ribuan kelelawar telah bergelantungan tidur di dahan-dahan pohon bakau yang telah habis daunnya. Di pinggir pulau pemilik perahu berteriak-teriak dengan suara memekik yang tidak bisa kami tirukan, kontan ribuan kelelawar berterbangan kesana kemari hiruk pikuk.

Dalam catatanku ada beberapa pulau yang biasanya menjadi persinggahan wisatawan, seperti: Pulau Batang Kolong, Pulau Meja atau Pulau Tembaga, Pulau Sui, Bampa Timur atau Pulau Tiga, Pulau Ruton atau Tangil, Pulau Wire, Pulau Wongkoroe dan beberapa kawasan lain yang menjadi surga bawah laut.

Sebenarnya sedikit lebih jauh dari pulau Ontoloe ada pulau terluar yang cukup bagus taman lautnya, yaitu pulau Ruton. Namun karena sudah terlalu siang dan arus mulai naik, akhirnya kami langsung saja menuju ke pulau Tiga.

Saat perahu sudah mulai mendekati pulau pada jarak beberapa ratus meter terhampar kawasan terumbu yang sayangnya telah yang banyak mati. Menurut pemilik perahu, kerusakan itu terjadi dulu akibat pengobaman maupun peracunan oleh nelayan-nelayan di sekitar sini sebelum Riung ditetapkan sebagai taman nasional. Sekarang setelah ditetapkan menjadi kawasan taman nasional masyarakat sudah tidak melakukan lagi illegal fishing di daerah ini.

Sekitar setengah jam kami snorkling di daerah ini sambil melihat-lihat beberapa spot yang mulai tumbuh karang-karang baru.

Akhirnya sebuah hamparan pasir putih yang membentang mengelilingi pulau ini menyambut kami. Beberapa lopo tampak berdiri namun sayangnya sebagian besar telah rusak. Tampak ada 2 perahu yang telah datang mendahului kami dan semuanya perahu yang disewa oleh orang asing.
Beberapa saat kami bermain kembali snorkling di daerah ini. Ternyata tingkat kerusakan di pulau ini cukup parah, namun pasir putih dan airnya yang sangat bening menghibur kami. Bintang laut dan duri laut adalah binatang yang paling banyak ditemui disini.



Sekitar jam satu kami memutuskan kembali karena matahari sudah sedemikian terik, bahkan kulit kami juga sudah berubah warna menjadi gosong.
Perlu beberapa kali kunjungan untuk mencoba keberadaan pulau-pulau lain di Riung karena kami memperoleh informasi bahwa ada beberapa spot yang menarik di tiap pulau dan tanjung, juga daerah barrier reef.
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya