Menyapa senja dari ujung timur selatan pulau Sumba - Pantai Watu Parunu |
Tanaman laut untuk dijual yang dikumpulkan masyarakat |
Dari semua informasi itu, aku sebenarnya tertarik dengan pantai Tarimbang dan danau Laputi, sayangnya kedua tempat ini sepertinya belum bisa aku datangi saat ini. Menurut mereka, jalan menuju ke Tarimbang sedang dalam perbaikan. Posisi terakhir, baru saja dipasangi batu telford, jadi kondisi bebatuannya masih mudah lepas. Mereka menyarankan menggunakan mobil dobel gardan kalau tetap mau kesana, padahal aku berencana kemana-mana dengan motor saja.
Untung satu hari sebelum Ayu selesai penugasan, dia berhasil aku kompori untuk cari pinjaman kendaraan. Walhasil setelah selesai solat Jum'at, sebuah mobil putih sudah tersedia di depan hotel. Berempat: aku, Trysu, Ayu dan Intan, setelah diskusi akhirnya kami putuskan untuk mengunjungi pantai Watu Parunu. Walaupun dari informasi pantai ini terletak cukup jauh (sekitar 135 km) namun jalur jalan menuju ke pantai itu cukup bagus.
Kami mulai jalan jam dua siang lewat. Perjalanan cukup mulus apalagi kondisi jalan yang cukup lebar (banyak ruas jalan yang luasnya sudah standar jalan negara). Kendaraan terus melaju menyisir sisi utara dan berlanjut ke sisi timur pulau Sumba sampai ke daerah Melolo. Mulai dari sana kami harus sering bertanya ke masyarakat karena lagi-lagi papan informasi jalan yang mulai minim. Tidak semua pertigaan jelas mengarah kemana, apalagi ditambah jawaban penduduk yang selalu bilang "masih jauh".. Lha dekat sajaa kadang-kadang masih jauh setelah dijalani apalagi ini dibilang masih jauh. Sampai warna kuning membayang di langit yang artinya jam sudah menunjukkan jam lima lewat tetap saja tak ada kepastian apakah pantai Watu Parunu dapat kami jangkau sebelum malam. Ada wajah-wajah yang mulai putus asa membayangkan bahwa perjalanan ini akan sia-sia.
Kondisi dalam lubang batu |
Akhirnya setelah kami kehabisan wajah memelas kami, pantai Watu Parunu menyambut kami. Kalau bisa kugambarkan, mungkin pantai ini wajahnya tertawa terkekeh-kekeh melihat raut bodoh kami yang berangkat terlalu sore. Seharusnya memang kami sedari jam satu siang sudah jalan duluan.
Pantai Watu Parunu ini begitu khas, di ujung pantai terdapat bukit batu menjulang dengan gurat-gurat unik batuan yang sepertinya terukir oleh laut. Dibagian bukit menjulang itulah ada batu-batu yang membentuk lubang. Sayang matahari sudah hilang di balik bukit di belakang pantai. Seharusnya kalau ingin melihat matahari di cakrawala, waktu yang paling tepat adalah pagi hari. Itu yang sebenarnya kurencanakan makanya aku dari awal sudah membawa sleeping bag, demikian juga Trysu. Mungkin lain kali aku harus menginap di sini, apalagi aku mendapat informasi bahwa sebelum dan sesudah lokasi ini masih banyak tempat bagus yang bisa dikunjungi seperti Pantai Kalala, ada juga pantai Katundu dan pantai Waihungu yang bisa dijangkau selepas pantai Watu Parunu.
Yang menjengkelkan adalah adanya rombongan anak-anak muda yang menggunakan motor dan langsung membawa motornya ke pasir sampai ke ujung batu bolong itu. Mereka pikir cara itu keren (kecuali kalau motor mereka jatuh mungkin baru gak keren), padahal seharusnya mereka memarkirkan kendaraan mereka di pinggir pantai. Yang pasti aku juga ikut kesulitan untuk memotret supaya motor-motor tak punya etika ini tidak masuk dalam frame. Tapi mungkin berbeda dengan mereka, berpose dengan motor persis di depan batu bolong akan memperlihatkan eksistensi mereka, apalagi ujung-ujungnya motor-motor itu digunakan untuk ber-selfie ria. Jiwa muda, kadang-kadang memang lebih dipenuhi emosi menunjukkan diri, sekarang saat jamannya medsos dan travelling mereka menjadi saling pongah menunjukkan diri. Katanya setelah sampai: yang penting selfie atau goupie dulu.
Belum dikelola, memang begitulah pantai ini, walaupun menurutku pantai ini bisa dikembangkan dengan potensinya yang ada. Mungkin lagi-lagi masalah jarak yang cukup jauh dari pusat kota Waingapu yang menjadikan pantai ini belum dikelola.
Masalah lain adalah tidak adanya warung makan ataupun penjual makanan dari masyarakat lokal jadi mutlak jika melakukan perjalanan ke tempat-tempat seperti ini siapkan bekal sendiri yang mencukupi. Kelaparan di tempat ini gak keren banget. Untung masalah satu ini sudah aku antisipasi. Menjelang malam, kami beristirahat sebentar di bawah pepohonan sambil memasak makanan. Tentu saja ritual ngopi senja tidak akan aku lewatkan. Ritual minum kopi panas sambil menikmati langit yang menarikan warna kuning, merah, biru, kamu akan merasakan suasana yang tidak ada harganya.. "Coffee and sunset is like love and passion"
Batu-batu bukit kala surut |
Btw, aku udah usulkan sama Kepala Dinas Pariwisata supaya wilayah Sumba Timur ini cepat dikenal coba jangan cuma terpatok pada media-media resmi untuk beriklan. Aku mengusulkan untuk menggunakan kekuatan viral dari para blogger, travelblogger, photoblogger. Coba sekali-kali membuat acara yang mengundang para blogger dan sejenisnya ini ke Sumba Timur dan difasilitasi untuk melakukan kunjungan ke lokasi-lokasi yang aje gile cakepnya ini. Mereka ini punya kekuatan bercerita yang ampuh terutama kekuatan viral dari cerita-cerita mereka melalui medsos. Moga-moga usulku ini diterima supaya kalian-kalian bisa menunjukkan taji kekuatan para blogger dalam beriklan tidak langsung dari cerita-cerita kalian. Suer, aku gak bilang kok kalau kalian itu gak usah dikasi fasilitas mewah asal dibayari tiket sama tiker buat bobo aman... Suer aku gak ngomong gitu, tapi kalau keterlepasan omong begitu sih mungkin aja.....
Watu Parunu ini kelewat begitu saja setelah mendengar medannya yang katanya jauh dari Waingapu. Cuma sempat mlipir ke Purukambera dan Londa Lima yang bener banget sampah ada di mana-mana hehehe. Mas Baktiar sekarang domisili di Sumba kah?
BalasHapusGak pak, domisili di Kupang tapi emang sering kali keluar kota jadi disempetin untuk mengunjungi tempat-tempat itu
HapusDari dulu aku selalu speechless mas kalo lihat fotomu. Tapi, tulisane mbok dikasih paragraf tho, biar ada jedanya hehehe :)
BalasHapus*ngefans, ..... sama fotonya* :P
Heheehe.. kirain keliatan paragrafnya, kurang jauh ya? Oke deh aku coba bikin jarak biar enak dibacanya hehehehe.. sorry
HapusWis tak jadi jarak antar paragraf mase, makasih masukannya :D
HapusTertarik sama foto yang ke 5, sepertinya gak asing ��
BalasHapusModelnya atau batu bolongnya :D
Hapuscantik! ingin sekali ke sumba suatu hari nanti....
BalasHapusSemoga nanti tercapai ke sini ya
HapusIndahnya, jadi pengen libuan pantai watu parunu
BalasHapusindah banget
BalasHapusCakep banget komposisi warna nya, orange biru dengan batu bolong
BalasHapusCoba kalau om cumi kesini foto siluet pake kancrut pasti lebih top
Hapuspoto-potonya bagus
BalasHapusindah
Makasih kunjungannya
Hapusbyuuuh ademnya om.. suatu saat semoga saya bisa kesana, doain yah om..
BalasHapusAku doain bisa keliling NTT deh..
Hapustempatnya bagus buat berselfi
BalasHapusEmang jamannya selfi ya kemana-mana musti selfi
HapusPantai Watu Parunu ya? *cateet, masukin ke list pantai yang harus dikunjungi nanti* :D
BalasHapusKalau gitu harus nyatet semua pantai di Sumba, rata-rata pantainya keren abis lho
HapusWaw amazing Kang Baktiar. kalau sedang pasang surut tinggi gak bisa lewati lubang batu itu Kang. Pokoknya amazing deh.
BalasHapusGitu ya, sayang kemarin gak jadi nginep di sini... kalo nenda disini pasti bisa dapet pas lagi pasang tinggi
Hapuscakep banget batu bolong nya...
BalasHapuskaya batu bolong yang di Bali, tapi ini lebih Wokeee
Wah malah jadi pengen nyobain batu bolong yang di Bali...
Hapuspemandangan yang indah memang indonesia tidak salah dijadikan destinasi wisata semoga pemerintah bisa memberikan perhatian lebih di bidang pariwisata dengan memberikan Tempat Les Bahasa Inggris untuk kota yang dijadikan destinasi pariwisata agar dapat memberikan pelayan terbaik kepada turis asing yang datang untuk berliburan
BalasHapus