"Nature's beauty is a gift that cultivates appreciation and gratitude" ---Louie Schwartzberg
Pagi di Padang Sabana
Kami tepat keluar dari hutan dan menginjak padang sabana pertama Gunung Mutis saat matahari mulai keluar dari ufuk timur. Sayang pemandangan padang menghijau itu sebentar muncul sebentar hilang terhalang oleh awan-awan rendah yang bergerak begitu cepat.
Kami duduk beristirahat di sebuah bukit terbuka yang dipenuhi rerumputan hijau pendek rapi layaknya perbukitan-perbukitan di padang golf. Matahari yang sudah naik sepenggalan masih belum mampu mengusir rasa dingin di padang sabana ini. Tapi setidaknya berjalan selama satu jam-an lumayan membuat badan lebih hangat. Jelas perjalanan untuk mengejar matahari di puncak Mutis sudah gagal sehingga kami memutuskan untuk bersantai di padang sabana.
Sebelum kembali kami sempatkan turun ke sebuah aliran sungai kecil yang airnya super duper bening. Botol-botol air dengan segera terisi, termasuk tenggorokan kami dengan air yang segarnya mengalahkan air minum dalam kemasan.
Kami beruntung, bulan April ini beberapa pohon sedang bersemi. Pohon santigi sedang bersemi, pucuk-pucuk daun berwarna merah memenuhi ujung dahannya. Pohon santigi jenis ini mengingatku pada walpaper pepohonan di Jepang yang daunnya berwarna merah, hanya Santigi ini berwarna merah di bagian pucuknya saja. Tapi Santigi ini tak kalah indah, pohonnya yang meliuk-liuk adalah bonsai alam terbaik. Apalagi disini, pohon Santigi dipenuhi dengan lumut dan tanaman-tanaman yang tertempel di sekujur batangnya.
Tidak beruntungnya, kami tidak menemukan banyak ternak yang mampir ke padang sabana. Hanya serombongan sapi dan kuda yang jumlahnya tidak lebih dari sepuluh ekor masing-masing. Entah karena sedang banyak angin, entah karena sedang dikandangkan pemiliknya. Padahal kalau melihat setiap meter pasti kami menemukan kotoran sapi atau kuda yang sudah mengering.
Ada dua padang sabana di gunung Mutis, padang sabana pertama berjarak sekitar 1 jam perjalanan dari benteng dua putri. Titik akhir yang dapat dijangkau motor kami. Padang sabana kedua yang ukurannya lebih kecil hanya berjarak 20 menit perjalanan dari padang sabana pertama.
Di padang sabana kedua yang berada di ketinggian hampir 2000 mdl itulah, tempat yang tepat untuk melihat puncak gunung Mutis. Di sebelah barat daya, tampak puncak mengerucut yang ternyata gunung Timau. Ah baru kutahu, kalau puncak gunung Mutis dan gunung Timau itu sebenarnya berdekatan.
Berjibaku dengan Dingin di Fatumnasi
Angin berkesiur tak karuan, suaranya bergemuruh tak henti-henti. Pukulan angin di tenda meninggalkan suara berderak-derak selaksa ingin menerbangkan tenda beserta isinya. Pasak-pasak yang kutancapkan di bawah Benteng Dua Putri untungnya cukup kokoh menahan tenda tetap tertahan di tempatnya. Padahal kami sudah memilih memasang tenda di tempat yang cukup terlindungi dari angin. Di sisi barat dan timur ada batu karang tinggi yang oleh masyarakat sekitar disebut dengan Benteng Dua Putri.
Tak heran jika tidak ada yang berminat berlama-lama di depan api unggun seperti biasa jika kami kemping. Angin terlalu dingin untuk kami lawan. Tak lama setelah selesai makan, satu demi satu dari kami masuk ke dalam tenda hingga menyisakan pak Robby sendirian di depan api unggun.
Aku berusaha membungkus kakiku yang terasa dingin dengan sleeping bag, tak mempan! Suhu hari ini pasti di bawah 15 derajat celsius dan sialnya aku tak mengenakan kaos kaki. Keputusan yang salah besar, yang membuatku tidak bisa memejamkan mata semalaman. Aku bahkan kuatir akan mengalami hipotermia jika terus menerus seperti ini. Aku jadi menyesal tidak membawa kaos kaki dan kaos tangan.
Om Robby yang biasanya bisa tidur di luar dengan hanya berselimut sarung tenung di depan api unggun pun kali ini menyerah. Angin yang terus bertiup memang membantu api terus membara memakan pokok kayu yang sudah tumbang lama. Namun rasa dinginnya jadi menyusup ke seluruh tubuh. Om Robby akhirnya masuk ke dalam tenda bergabung denganku. Itupun dia tetap meringkuk kedinginan dalam bungkusan sarung.
Jam dua om Robby kembali bangun dan keluar tenda. Dari suara keributan di luar tenda aku perkirakan kalau om Robby sedang mencari kayu-kayu kecil untuk membuat besar kembali api unggun. Mungkin dia sudah tidak tahan harus bergelung dalam dingin di tenda. Kesempatan itu aku pakai untuk menarik sebagian sleeping bag untuk menutupi kakiku. Yah walau tidak membuat aku jadi merasa hangat dan bisa tidur setidaknya rasa dingin di kaki terkurangi.
Perjalanan ke Gunung Mutis
Bisa kemping di Mutis seperti sebuah pencapaian baru bagiku setelah kegagalanku rencana kempingku pertama kali kemari. (baca tulisanku sebelumnya di sini). Bukan obsesif sih cuma godaan kemping itu terus terngiang-ngiang di kepala tidak mau hilang.
Aku, Imam, Daud dan Rama berkendara sendiri-sendiri. Kami merasa aman untuk naik motor masing-masing karena kondisi medan yang kurang mendukung untuk berboncengan plus masing-masing membawa tas ransel besar. Lagi pula, jika ada masalah di salah satu motor kami, kami masih punya alternatif motor lain yang tidak bermasalah.
Dari Kupang jam 8 pagi, kami baru sampai ke Fatumnasi sekitar jam 3 sore. Yang kami tuju seperti biasa adalah rumah pak Anis. Sayangnya pak Anis sendiri sendiri sedang sakit, katanya sudah beberapa hari ini demam jadi besok mau cek ke Puskesmas. Awalnya pak Robby sendiri tidak bisa ikut karena mau ke kantor desa untuk urusan pencoblosan. Namun karena tidak ada yang menemani kami, jadilah pak Robby memutuskan ikut dengan kami.
Setelah menandaskan segelas kopi yang disajikan di rumah pak Anis, kami langsung berangkat lagi dengan motor ke dalam kawasan hutan Mutis. Targetnya malam ini kami harus mendapatkan tempat untuk kemping.
For your information:
- Jalan dari Kapan sampai ke Fatumnasi banyak yang sudah diperbaiki, belum beraspal tapi sudah ditambah tanah putih sehingga jauh lebih mendingan. Motor matic sekarang bisa sampai ke Fatumnasi. Yah sedikit perjuangan ada di tanjakan sebelum dan sesudah Bukit Usapikolen yang batunya masih tinggi.
- Jika berencana ke puncak atau minimal sampai ke padang sabana sebaiknya gunakan guide karena tidak ada petunjuk jalan di dalam hutan Mutis. Jika mau ke puncak gunung Mutis jangan lupa bawa sirih pinang, karena serahkan ke guide-nya masalah penggunaannya. Ini bukan masalah kepercayaanmu, tapi menghormati adat dan kebiasaan setempat.
- Ada satu homestay disana yang dikelola pak Matheos Anin, biasanya bule-bule suka menginap disana. Aku sendiri lebih sering kontak ke pak Anis kalau ke Mutis. Ya dua-duanya oke saja, nanti mereka bisa menemani atau meminta orang untuk menemani kita.
- Perhatikan cuaca dan waktu kedatangan. Imam dulu pernak ke Mutis bulan Juni-Juli dan untuk sampai ke puncak sepanjang jalan cuma disuguhi pemandangan kabut, hujan dan kabut, dan endingnya ya berkubang dengan tanah.
- Persiapkan kendaraan sebaik-baiknya, tidak banyak yang bisa diharapkan kalau sampai ada masalah dengan kendaraan kita. Mungkin beberapa suku cadang yang kita tahu suka bermasalah dengan kendaraan kita sudah disiapkan.
- Si Imam anak boncel, suka mencuri ketimun. Ayo lekas di kurung, jangan diberi sarung. ig: @mimamarifw
- Ramadana, satria baja hitam yang baru saja ditugaskan di Kupang. ig: @nashrulummam
- Daud yang jika naik motor serasa jadi "Dilan 1990", namun saat jatuh dari motor jadi "Dilanda Masalah" ig: @daudgb
fatumnasi, objek yang udah ada di waiting list. sebenernya mau ke fatumnasi minggu kemarin, tapi karena ada musibah, harus diundur dah, sepertinya nanti habis lebaran baru bisa.
BalasHapusOia, mau tanya donk, sedikit pencerahan, kalau pake mobil sejenis avanza/xenia, kira kira bisa sampai sejauh mana ya? apakah bisa menjangkau nausus, batu marmer yang kotak kotak, usapikolen, dan tunua ?
Maturnuwun
Jangkau Nausus, Usapikolen, Batu Marmer Tunua (kotak-kotak) masih aman bahkan sampai ke Fatumnasi juga masih oke. Kalau mau Avanza/Xenia masih bisa sampai ke Benteng Dua Putri tapi ya itu enjot-enjotan sama yang turunan tajam di kali kecil yang masih bikin ban slip karena masih tanah liat.
HapusKalau menginap hindari bulan Juni/Juli aja karena kabutnya ngaudzubillah pekat jarang2 kebuka, bisa2 liburan liat kabut doang
siap om
Hapusberarti kalau memang sengaja berburu kabut, datangnya juni juli ya? heuheuheu
terima kasih pencerahannya
Kabutnya terlalu tebal sulit untuk ngambil foto dan satu lagi, bulan Juni-Juli paling puncak dinginnya NTT. Kupang saja selimut tebal suka gak mempan pagi-pagi. Bayangin aja dinginnya Mutis kayak apa, mungkin jaketnya harus jaket yang tebel banget.
Hapuswah jadi inget masa2 bulan Juni-Juli di Kupang tu lagi dingin2nya,, tidur pun selalu selimutan tebel.. dingin2 nikmat gitu tapi haha..
Hapus-Traveler Paruh Waktu
Untung ada selimut tebel kalau gak ada maka itu penderitaan di Kupang, Juni-Juli kedinginan, Oktober-November kepanasan
HapusSalah satu fotonya pernah saya lihat fi FB dan dikomentari Om Eddy Due ... cakep buat foto prewed wkwkwkwkw. Dan nama yang sering saya baca dari Tim Mlaku di sini adalah Imam. Hehe. Perjalanannya seru, dari pagi sampai sore di rumah Pak Anis yang sedang sakit, eh lanjut lagi ke hutan Mutis, demi bisa menikmati kemping di situ. Kerennya, Bang.
BalasHapusAsal yang foto prewed mau susah payah jalan kaki 1 jam ya gak papa.. eh pernah juga bikin prewed sampai yang cewek waktu balik ngesot saking lemes kakinya wkwkwkwk...
HapusImam adalah aktor utama dalam setiap cerita perjalanan tim Mlaku haha..
Hapus-Traveler Paruh Waktu
Hahahaha kayaknya gitu :D :D
HapusTapi pasti banyak calon pengantin yang mau foto prewed di situ, Bang, demi hasil yang ciamik meskipun pulangnya ngesot hahahahaha :D
HapusBelum nemu sih, banyakan yang mau prewed ngambilnya di hutan bonsai sama hutan ampupu yang masih bisa dijangkau mobil.. mungkin nunggu prewedding ala backpacker baru foto di tempat ini
HapusYa betul, Bang hahaha. Banyakan tema prewed yang sweet-sweet begitu :p
HapusAiiih romantisnya bisa berkemah di sini. nice story mas. asli keren
BalasHapusHahaha romantis lagi sama-sama gak mandi tidur empet-empetan, saling cium bau ketiak sudah... hahahaha
HapusHahaha.... tapi 2000 mdpl tuh dingin banget. Gak keringatan dong jadi gak bau ketek hehe
HapusTapi kadang-kadang masih muncul juga, efek perjalanan kesininya yang kepanasan di atas motor hahaha
Hapusasli, enak bgt ngliatnya, adem, so pasti sejuk juga...cocok bgt buat kemping :) kpn ya bisa kesitu
BalasHapusIya tempatnya bener-bener enak buat santai, aku sendiri masih pengen ngemping lagi ke sini... semoga bisa kesini
Hapusas always,, heavenly pictures.. seperti di disneyland masbek..
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu
Sayangnya aku gak pernak ke Disneyland jadi gak bisa bandingin
Hapusbukan disneyland themepark itu,, tapi disneyland di film2 disney haha..
Hapus-Traveler Paruh Waktu
Oh... hahahaha kirain Disneyland Studio itu :D
Hapusemang keren bgt pemandangannya dan cocok bgt buat camping tempatnya
BalasHapusIya tempatnya masih alami...
HapusSalam kunjungan dan follow :)
BalasHapusBuat foto tiduran bagus lokasinya
BalasHapusHahaha ayo mas biar nambah koleksi foto tiduran-nya.. aku dukung 100% :D
HapusBener_bener enak di pandang tempatnya..
BalasHapusIya, betul banget. Betah disini
Hapusseeprtinya ini bakal bisa jd tempat wisata fav ku :D.alamnya cantik banget, plus udara dingin. tempat dgn suhu dingin, selalu jd tujuan utamaku :). ga kuat kena panas soalnya :p
BalasHapusIya mbak tempatnya emang dingin dan pemandangannya cakep cuma ya itu masih terbatas fasilitasnya
Hapuskalau inget sebutan padang savana jadi inget padang savana di gunung bromo
BalasHapus