Hutan bonsai alam di hutan Mutis |
Ingatanku kembali pada pertemuanku dengan orang tua dari Pacitan yang ingin memberikanku sebuah senjata ekor pari yang telah direndam ramuan racun ular hijau. Dia memberitahukanku cara membuat racun ular hijau itu bisa bertahan lama di ekor pari, yaitu dengan menggunakan tahi ayam. Bayangkan, ekor pari saja bisa menyebabkan kesakitan luar biasa bila melukai badan orang apalagi jika ditambahkan racun ular hijau. Untungnya aku lebih memilih menolak pemberiannya. Aku tak ingin segala senjata yang justru membuatku tidak tenang jika melakukan perjalanan. Kadang alat yang kita sebut untuk menjaga diri justru memancing orang untuk mencoba kita.
Rencana Kemping di Telaga yang Batal
Aku menengok ke arah Tardi memberi isyarat tentang kelanjutan rencana kami yang akan memasang tenda di telaga dalam hutan Mutis. Tardi yang banyak tahu tentang Mutislah yang mengusulkan kepada kami untuk bermalam di tepi telaga hutan Mutis. Katanya pada saat pagi hari banyak binatang seperti kuda dan sapi yang minum air di telaga. Tentu itu akan menjadi kesempatan menarik untuk mendapatkan foto-foto satwa itu.
Sekarang masalahnya adanya isu keberadaan teku yang seperti dinyatakan pak Anis. Pak Anis dan beberapa warga di Fatumnasi tentu tidak berani menjamin keselamatan kami jika bermalam di luar kampung, apalagi sampai di dalam hutan. Menurutnya, teku-teku ini biasa bersembunyi di dalam hutan dan keluar pada waktu malam hari. Pak Anis menyarankan menginap di rumahnya saja, nanti pagi-pagi buta baru berjalan menuju puncak gunung Mutis. Itu jalan paling aman katanya.
Cukup dilematis juga. Mempertimbangkan beberapa pilihan, akhirnya kami memutuskan sekedar berjalan-jalan saja di sekitar hutan Mutis dulu dan tidak jadi menginap. Walau menginap, keberadaan kami sepertinya akan tetap merepotkan karena mereka sendiri harus menjaga kampung. Padahal waktu itu istri pak Anis sudah sempat membereskan kamar untuk dapat kami gunakan menginap.
Perjalanan yang Tertunda
Jalan menuju ke arah Fatumnasi |
Bahkan saat aku sudah selesai memotret matahari terbit dan turun ke arah kemah, aku melihat mereka masih asyik terbenam dalam hangat selimut. Tardi yang sudah bangun lebih pagi cuma karena tidak melihat seorangpun yang keluar akhirnya hanya duduk-duduk sambil masak air panas. Dia sedikit protes saat tahu aku kembali dari memotret, katanya kalau tahu aku sudah naik ke atas bukit tentu dia bakalan nyusul.
Kami sendiri untungnya tidak terlalu terburu-buru ke Mutis, karena rencanaya kami mau bermalam di telaga dalam hutan Mutis untuk dapat menikmati suasana hutan saat fajar menyapa. Sayangnya seperti ceritaku di awal, kami tidak diijinkan berkemah di dalam kawasan hutan Mutis kali ini oleh pak Anis. Sekitar jam sepuluh kami baru berkemas jalan kembali ke arah Fatumnasi yang jaraknya tidak terlalu jauh dari tempat kami memasang tenda.
Kami sampai di rumah pak Anis sekitar jam setengah sebelas. Pak Anis ini kebetulan rumahnya dekat dari gerbang masuk kawasan gunung Mutis sekitar setengah kilometer saja, tidak jauh dari homestay pak Matheos Anin yang sudah dikenal dikalangan para traveller yang berwisata ke gunung Mutis.
Cagar Alam Mutis: Bukan Tempat Wisata
Menjelang siang, kami baru memasuki gunung Mutis menggunakan motor. Sebenarnya di depan gerbang masuk gunung Mutis ada rumah penjaga yang digunakan untuk meminta ijin jika ingin masuk ke kawasan gunung Mutis. Sekedar infor saja, kawasan gunung Mutis ini masuk dalam kategori cagar alam. Makanya di gerbang masuk tertera tulisan besar "Cagar Alam Mutis". Artinya tempat ini adalah kawasan yang dilindungi dimana segala bentuk eksploitasi tidak diperbolehkan termasuk untuk pengembangan wisata. Satu-satunya kegiatan yang diperbolehkan di kawasan cagar alam adalah penelitian.
Tardi yang telah lama kerja di WWF dan ikut membidani perkembangan Mutis sampai kemudian menjadi cagar alam ikut memberikan informasi penting kepadaku. Aku baru tahu ternyata lumayan banyak juga spesies yang ada di gunung Mutis seperti Rusa Timor (Cervus Timorensis), Kuskus, Biawak Timor (Varanus Timorensis), Ular Sanca Timor (Phyton Timorensis), Punai Timor (Treon psittacea), Betet Timor (Apromictus Jonguilaceus), Pergam Timor (Ducula Cineracea). Kuskus? Kuskus warna putih? Iya, kamu gak salah dengar. Di hutan Mutis ini masih ada binatang bernama Kuskus. Sayangnya tidak mudah dilihat karena dia mahluk malam hari.
Memasuki hutan Mutis seperti memasuki taman yang tidak diatur oleh manusia tapi oleh alam itu sendiri. Rerumputan yang menghampar disepanjang jalan memasuki hutan Mutis tampak begitu rapi diantara jajaran pohon Ampupu. Keberadaan pohon Ampupu yang terjaga ini juga rupanya menjadikan keuntungan tersendiri yaitu adanya lebah madu. Nah selain kalian bisa berburu kain-kain tenun ikat khas Mollo disini kalian juga bisa mencari lebah madu untuk oleh-oleh.
Motor kami berhenti sampai di batas sungai yang agak curam karena Tardi menggunakan motor matic jadi agak sulit melewatinya. Untungnya diperjalanan kami bertemu dengan mobil dobel gardan yang masuk ke dalam. Ya udah, numpang naik lah. Lumayan bisa menghemat tenaga.
Sayangnya hujan turun kembali siang itu memaksa kami mencari tempat berteduh. Sebuah pohon Ampupu besar yang berlubang bagian tengahnya menjadi tempat kami berteduh menunggu hujan berhenti. Ada bekas terbakar di dalamnya. Pada bulan-bulan panas masyarakat atau petugas jagawana akan membakar lumut yang menempel di pohon Ampupu. Tujuan pembakaran ini untuk menghambat pertumbuhan lumut sehingga tidak akan memakan batang pohon. Lumut-lumut ini jika dibiarkan akan membuat batang bagian bawah pohon Ampupu melapuk, yang pada gilirannya akan menumbangkan pohon. Cuma kadang ada saja pohon Ampupu yang ikut terbakar dan justru tumbang karena terbakar batangnya.
Hutan Bonsai Alam di Gunung Mutis
Salah satu pohon Santigi di hutan bonsai alam hutan Mutis |
Apakah jenis Santigi di hutan ini bukan jenis Santigi yang tumbuh di gunung? Memang ada jenis Santigi yang tumbuh di gunung namun biasanya berukuran lebih kecil dengan daun muda berwarna ungu kemerahan atau merah. Lagian Santigi gunung biasanya tidak dapat tumbuh terlalu besar. Itu informasi yang aku peroleh kalau tidak salah.
Rata-rata pohon Santigi di hutan bonsai ini sudah tua, disekeliling tanahnya sampai di pokok batangnya dipenuhi lumut hijau. Uniknya lagi, hanya di hutan bonsai ini pohon Santigi bisa hidup dan berbentuk seperti ini. Itu pun di sekitar tidak ada lagi bakalan pohon baru yang hidup disekitar pepohonan ini, padahal umumnya Santigi berbuah dan biji buahnya bisa menghasilkan tanaman baru. Jika pohon-pohon Santigi itu mati tidak akan tergantikan oleh pohon baru.
Kalian yang pernah mengunjungi hutan ini beruntung sekali. Karena bila pohon-pohon Santigi pada gilirannya mati sepertinya hutan ini hanya akan cerita saja.
Apa Teku itu sejenis binatang?
BalasHapusKalo masih ada ular sanca, apa kalau kemping di hutan Mutis ga berbahaya?
Saya dulu pernah punya ekor ikan pari pemberian teman, seorang nelayan. Tapi bukan utk senjata lo...tapi hanya utk hiasan dinding.
Oh iya aku lupa menjelaskan tentang Teku.. Teku itu sejenis begal pak yang kadang bukan cuma mencuri ternak atau harta korbannya tapi bisa melukai sampai membunuhnya. Binatang berbahaya itu NTT itu hanya beberapa salah satunya ya ulat sanca.. tapi gak sering ditemui juga lagian belum ada kejadian ular Sanca menyerang manusia.
HapusUntuk hanya sekedar ekor pari biasa, yang kemarin mau dikasih ke saya itu sudah gaman (senjata bertuah) yang sudah dilapis racun ulat hijau
tetep serem orang ya ketimbang hewan, takira tadi teku itu semacam serigala liar
Hapuswahh hutannya alami sekali. bagus ya buat penelitian dan mengenal keanekaragaman hayati disini. sudah lama saya tidak masuk hutan untuk belajar seperti ini euy.
BalasHapusIya memang yang semestinya orang yang bisa memasuki hutan ini untuk kepentingan penelitian.. cuma agak longgar, masyarakat sekitar juga menggembalakan ternak disekitar sini. Masyarakat masih dibolehkan memanfaatkan hutan termasuk untuk memanen madu hutan
HapusFoto-fotonya keren banget! Tapi itu cagar alam, ya. Kalau nggak kenal orang yang tepat, nggak akan bisa masuk. Yah, saya cukup lihat fotonya dan baca artikelnya saja.
BalasHapusBisa masuk kok mbak, peraturan disini masih cukup longgar tapi yah kita yang harus tau diri jangan ambil barang/tanaman/benda di sekitar hutan Mutis hanya untuk sekedar cindera mata misalnya
Hapustunggu sebentar...
BalasHapussaya tidak menyangka, view view di atas datang dari pulau Timor..
saya pikir berasal dari jawa, atau sumatra...
wow wow wow
Saya juga termasuk yang tidak menyangka akan menemukan pemandangan se-eksotis ini di pulau Timor...
HapusMasih alami banget ya hutannya. Pasti semuanya indah-indah di setiap sudutnya...
BalasHapusIya masih alami banget.. sekali kesini pengen balik lagi
HapusThis is Narniaaaa... Keren banget masbek hutan dan foto2nya..
BalasHapus-Traveler Paruh Waktu
Iya, hutannya kayak beda sendiri dibanding yang lainnya sayang cuma sedikit itupun di sebelah kiri jalan sudah mulai pada mati
HapusInsya Allah kami besok akan mengulangi nya kesana
BalasHapusBisa kasih undur ka? Masak giliran aku gak bisa malah jadi ke puncak.. atau nanti jalan lagi ya... ya.. ya... #sogokfotobukabaju
Hapuswih keren jadi pengen juga
BalasHapusCV Tugu