Seorang gadis meneteng ember berisi keong |
Pantai Baliana, nama cantik yang disandang pantai ini tak membuat banyak orang tertarik mengunjunginya. Pasir putihnya memang hanya sepotong yang saat sedang puncak pasang tidak akan menyisakan apapun. Mungkin karena itu pantai Baliana cenderung sepi walaupun hari libur. Sebagian besar yang ada di pantai adalah masyarakat sekitar yang mencari keong atau kerang. Bahkan daerah karang landainya lebih luas daripada pasir putihnya, sehingga nelayan pun tidak mungkin menambatkan perahu. Kondisi pantai Baliana memang rawan membuat perahu kandas terkena karang.
Lampu cahaya mercusuar layaknya sinar matahari pagi |
Sepertinya bangunan mercusuar ini dibangun swakelola masyarakat bukan milik pemerintah. Tapi entah punya siapa dan untuk apa. Mungkin juga punya PT TOM yang mengoperasikan budidaya mutiara. Dengan tiram-tiram bernilai mahal yang ditanam di perairan ini tentu rawan menarik orang untuk mengambilnya. Entahlah, mungkin aku harus bertanya ke penjaga kalau balik ke sini lagi.
Posisi pantai ini sederet arah dengan pantai Tablolong sehingga pantai ini posisinya pas menghadap matahari terbenam. Tidak tepat di horison laut karena ada pulau Semau di seberang yang menghalangi.
Perjalanan Kesana
Lokasi pantai itu cukup jauh dari kawasan penduduk, mungkin itu salah satu alasan pantai ini tidak ramai walaupun hari libur. Berjarak sekitar dua puluh tiga-an kilometer dari Kota Kupang, perjalanan menyusuri jalan sepanjang rutenya bisa dibilang mulus sampai ke jalan terakhir menurun menuju pantai.
Bahkan jalan selepas pertigaan menuju ke kawasan industri bolok bisa dibilang kosong melompong. Naik motor aja bawaannya ngantuk karena lurus kosong itu, penghalang jalan kebanyakan berasal dari tinja sapi yang digembalakan lepas sama pemiliknya. Tapi kalaupun ditabrak juga tidak akan terasa apa-apa, paling motor jadi bau TAI!
Lokasi ini berdekatan dengan PLTU Bolok namun kalian tidak boleh melewati jalan ke arah PLTU Bolok karena jalan dari sana ke Pantai Baliana tidak ada, kalau untuk jalan kaki sih masih bisa.
Apa yang Menarik
Tempat ini bisa jadi alternatif buat lokasi foto atau sekedar santai. Obyek menarik ya motretin masyarakat sekitar yang kebanyakan mama-mama dan anak-anak yang jongkok berdiri mungutin keong.
Penilaianku sendiri tempat ini masih enak buat didatangi karena belum ramai yang datang. Ya mungkin aku lebih menyukai pantai-pantai yang sepi walau tanpa fasilitas daripada ke pantai penuh fasilitas tapi ramai. Ya pasti satu termos kopi sudah aku bawa dari rumah. Asseeekkk.. melihat matahari terbenam sambil ngopi.
Yang pasti ini bukan lokasi yang tepat untuk berenang kecuali mungkin saat laut sedang pasang karena daerah landainya yang jauh dan dipenuhi rumput-rumput. Tapi itu membuat orang tua yang punya anak-anak akan lebih merasa aman melepaskan anaknya bermain di pantai ini. Setidaknya belum pernah mendengar buaya mampir ke tempat ini.
Atau kalau mau sabar, coba nunggu sampai langit gelap. Biasanya sebelum gelap lampu mercusuar dihidupin jadi tetep tempat ini gak gelap-gelap amat. View saat itu lebih keren dan asik dinikmati. Tapi ati-ati kalau jalan sama pasangan udah malam gak pulang-pulang bisa-bisa dicurigai mau berbuat yang aneh-aneh (saling mengorek tai hidung pasangannya pake sedotan misalnya).
Temen yang ngabisin kopiku di tempat ini ada dua mahluk: Imam Masjid Makkah Almukaromah eh bukan Imam Arief Wicaksono yang lebih familiar dipanggil boncel, sama anak yang masih kecil namun udah punya katepe dan status pekerjaan pe-en-es walau tidak ada yang yakin dengan usianya: Adisti. Baca keseluruhan artikel...