|
View dermaga Labuan Bajo senja hari dari Puncak Waringin (picture taken 29/11/2010 18:39:36) |
Bagi yang pernah singgah di Labuan Bajo, tidak akan heran bila mengetahui bahwa Labuan Bajo, ibukota dari Kabupaten Manggarai Barat ini memiliki hotel berbintang yang lebih banyak daripada hotel di Kupang, ibukota dari Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sebuah alam yang menjanjikan wisata alam luar biasa, potensi yang mulai dilirik olah para investor baik dalam negeri maupun investor asing.
|
Senja hari di daerah pendinginan ikan |
Kabupaten yang berada diujung pulau Flores ini memiliki kontur alam yang membuat kita mengganggukkan kepada betapa banyak potensi yang mungkin tergali dari daerah ini. Kabar terkuat belakangan ini justru dari keberadaan pulau Komodo yang sedang dalam pertarungan di dunia untuk menjadi satu dari keajaiban alam.
Sebuah pesawat bermesin baling-baling mendaratkan rodanya di bandara Komodo saat kulirik jam 09.00 WITA, aku menunggu kedatangan seseorang hampir setengah jam sampai akhirnya memastikan bahwa pesawat tiba saat keudengar bunyi sirine dari menara pengawas bandara. Ini adalah hari ketiga aku di Labuan Bajo, sebuah tugas dari kantor telah membawaku ke tempat ini. Bukan pertama kali aku kesini, tapi mungkin saat inilah waktu terpanjang aku kesini setidaknya sampai seminggu ke depan.
|
Pasir putih dan kawasan terumbu karang di P. Bidadari |
Walaupun lebih dari seminggu aku disini, bukan hal gampang untuk mempersiapkan perjalanan. Total sampai hari ketiga ini, aku belum melakukan perjalanan jauh. Aku hanya bolak-balik ke mampir dermaga pelabuhan atau sekedar berjalan-jalan ke arah pasar ikan. Di depan pasar ikan banyak berdiri lopo-lopo yang seharusnya digunakan untuk orang duduk-duduk tapi justru digunakan pedagang untuk berjualan makanan dan minuman. Tapi kalian harus rela menahan napas jika kendaraan berat lewat karena kondisi jalan yang rusak dan banyak timbunan tanah membuat debu tebal berterbangan begitu kendaraan besar lewat.
Kalo sore dan langit tidak terlalu mendung, maka aku akan menyempatkan diri naik ke atas bukit dimana terdapat satu tempat yang menarik untuk melihat kota Labuan Bajo, namanya Puncak Waringin. Di Puncak Waringin ini berdiri bangunan yang dibangun oleh pemerintah setempat dan sekarang tempat ini telah menjadi hotel dan restauran. Sayang sekali, padahal tempat ini sangat menarik jika dijadikan ruang publik dan tidak ada bangunan seperti hotel ini. Dari atas Puncak Waringin ini, dapat kulihat kontur Manggarai Barat yang berbukit-bukit dengan banyak pulau-pulau seperti saling menutup menjadi perairan disini terlindung dari gelombang laut. Bahkan sering sekali laut di sini terasa tenang sekali seperti air danau.
|
Suasana pagi hari di dermaga pelabuhan |
Untunglah akhirnya aku mendapatkan sebuah motor pinjaman yang dapat kugunakan untuk berjalan-jalan sore hari sepulang tugas kantor. Perjalanan darat pertama aku mencoba menyusuri kawasan jalan menuju pantai Pede, sebuah ikon wisata lokal yang sama sekali tidak menarik menurutku. Sebuah tempat wisata lokal yang pantainya telah kotor tercemari sampah penduduk yang tinggal di perkampungan Bajo di sebelah pantai Pede.
Tapi disamping pantai Pede sendiri terdapat bangunan hotel New Bajo Beach yang tampaknya sudah lama berdiri. Beberapa bangunan lama seperti villa-villa berdinding bambu tampak menganggur dan dalam kondisi rusak, padahal dulu aku sering melihat bule (wisatawan asing) backpacker tinggal disini.
Sebuah bangunan baru juga tampak baru dibangun di sebelah kanan pantai Pede, katanya teman yang bekerja di pemerintahan, bangunan itu adalah calon hotel bintang lima. Sebuah hotel lain yang akan melengkapi keberadaan hotel berkelas lain seperti hotel Bintang Flores dan hotel Jayakarta. Dari bangunan dan jalan yang baru dibangun, tampaknya arah pembangunan hotel dan tempat hiburan akan diarahkan ke tempat ini. Bangunan-bangunan baru yang berdiri ini seperti mengisyaratkan kesiapan investor untuk menjadi daerah tujuan wisata kelas dunia. Apalagi jika pulau Komodo nantinya berhasil menjadi salah satu ikon keajaiban alam dunia.
Disepanjang jalan utama dari Labuan Bajo banyak dipenuhi hotel dan tempat-tempat yang menawarkan jasa travelling dan tempat kursus diving karena memang salah satu yang menarik dari Manggarai Barat adalah banyaknya lokasi-lokasi terumbu karang yang indah di sepanjang alur pantai di pulau-pulau.
Saya juga sempat menikmati perjalanan darat ke arah perbukitan sebelah barat Labuan Bajo dimana mengantarkan saya sampai ke tempat pendinginan ikan. Sebuah dermaga kayu kecil memanjang yang digunakan nelayan-nelayan yang akan menyetorkan ikannya ke tempat ini. Arinya begitu tenang dengan ikan-ikan warna-warni yang begitu mudah ditemui mata. Sayang sekali, sekali lagi saya menemukan pantai yang begitu banyak sampah padahal jika di tempat ini bersih dari sampah, saya akan menemukan tempat yang menarik untuk disinggahi.
Baru pada hari kedelapan, saat bersamaan tim kerja memiliki waktu longgar kita bisa merencanakan perjalanan ke luar pulau. Sebenarnya awal kita akan merencanakan perjalanan ke pulau Komodo tapi berhubung jarak tempuh yang sekitar 4 jam sedangkan hari ini ada tim yang harus kembali ke Kupang, maka kita memutuskan untuk mengunjungi pulau Rinca. Pulau Rinca adalah pulau lain yang juga menjadi habitat hidup Komodo.
Kami menggunakan perahu motor teman bernama pak Armansyah, yang kebetulan juga memiliki sebuah kapal wisata bernama Sibanaha, sebuah perahu bergaya pinisi yang juga berfungsi sebagai penginapan terapung. Sebuah sensasi yang layak anda coba jika suatu ketika kesini, perjalanan anda ke pulau-pulau dengan pantai nan eksotis dan diving diantara terumbu-terumbu karang yang tersebar di pulau Bidadari, Seraya Besar, Seraya, Rinca, Komodo, Kanawa dan beberapa pulau lain tak akan terlupakan, apalagi menikmati makan malam berlatar matahari terbenam disebuah kapal pinisi yang tertambat di tengah laut yang begitu tenang.
Perjalanan ke pulau Rinca ditempuh dalam waktu sekitar 2 jam, di antara jarak itu, mata kami disuguhi landskap Manggarai Barat dan beberapa pulau yang begitu indah. Laut yang begitu tenang terbelah mesin perahu motor kami. Suara raungan moto perahu seperti tidak terdengar karena aku begitu terpaku pada setiap view yang lewat di depan mata. Setelah melewati selat Molo, sebuah tempat yang harus diwaspadai karena arus yang kadang sangat kencang, tak lama kemudian kami mulai memasuki ceruk ke dalam melewati Loh Timah menuju ke Loh Buaya.
|
Seekor anak komodo mengintip dari rerumputan |
|
Komodo tertua di P. Rinca yang dipanggil the Big Boss |
Loh Buaya terletak di ceruk pulau Rinca sehingga laut di sini tenang sekali, perahu kami seperti membelah sebuah kaca raksasa karena pantulan pulau-pulau begitu sempurna tergambar. Sederetan hutan bakau menyambut kami menyusul pemandangan sebuah dermaga yang bertuliskan Selamat Datang di Pulai Rinca menyambut kami. Kami melihat beberapa kano bersandar disebuah sisi perahu yang agak besar. Menurut pak Arman, kano-kano modern ini yang sering digunakan olah wisatawan asing untuk menjelahi pulau Rinca dari perairan. Sensasi petualan yang ingin saya jajal nanti.
Beberapa ekor monyet bertengger di pohon bakau menyambut kedatangan kami, dari dermaga masuk ini kami harus berjalan sekitar 400 meter menuju sebuah kawasan bangunan milik penjaga. Beberapa ekor komodo tampak tak antusias menyambut kami, setidaknya itulah yang kami inginkan, karena kami tak ingin menjadi santapan mereka. Sebuah anak komodo kecil menarik perhatianku, ukurannya yang seperti biawak dewasa tampaknya menarik apalagi dengan gerakannya yang cenderung lebih gesit dari pada induknya. Dengan ditemani seorang penjaga yang selalu memegang tongkat bercabang seperti ketapel, kami memasuki ke kawasan yang lebih dalam kami disambut beberapa ekor komodo yang ukurannya jauh lebih besar. Menurut penjaga tersebut, komodo di pulau Rinca ini ukurannya lebih kecil daripada ukuran yang ada di pulau Komodo. Sebenarnya dua habitat berbeda ukuran ini adalah satu jenis, namun berbedaan ekosistem tempat habitat mereka rupanya mempengaruhi ukuran tubuh komodo.
Sebelum kami kembali ke Labuan Bajo, kami menyempatkan diri berenang di pulau Kelor, sebuah pulau yang malah sebenarnya tidak ada pohon Kelor. Entah apa makna dari nama pulau Kelor ini. Hamparan pasir dan laut yang begitu jernih menyambut kami, kesempatan yang tidak kami sia-siakan tentunya walaupun ada yang harus kami tebus: kulit yang makin terbakar. Ah, kesenangan yang tidak tergantikan dengan hanya sebuah kulit yang terbakar matahari. Siang tidak menjadi penghalang kaki-kaki mengayuh di beningnya air Pulau Kelor.
Inilah Manggarai Barat, potensi-potensi wisata luar biasa yang terbentang dengan keterbatasan-keterbatasan infrastruktur dan prasarana seolah saling bertarung untuk menentukan: apakah Kabupaten ini berhasil mengatasi hambatan infrastruktur dan menjadi menjadikan salah satu pulaunya menjadi ikon wisata dunia ataukah menjadi sebuah kota yang nyaris menjadi tempat wisata dunia yang ditinggalkan.
Rasanya dibutuhkan hubungan yang lebih baik antara pemerintah dan komponen masyarakat yang peduli wisata di Manggarai Barat untuk membuatnya menjadi tempat yang layak untuk dikunjungi. Mari kita dukung pulau Komodo menjadi salah satu keajaiban dunia.
Baca keseluruhan artikel...