Jauh di kedalaman hutan yang menjadi kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru, gemuruh air dari datang bagian atas bukit memenuhi sungai yang mengalirkan air yang dipenuhi warna tosca. Selain itu adalah sepi, suara derit tiga batang bambu yang membelah sungai yang kami injak hanya kami dengar sendiri. Semuanya luruh dalam suarah gemuruh air terjun Lapopu.
Keindahannya tidak diragukan lagi: tenang mempesona |
Jembatan darurat untuk menyeberang ke sisi lain sungai. |
Hari kedua mas Joni telah selesai melakukan job pemotretan, sehingga kami punya cukup waktu untuk ke air terjun Lapopu. Agar leluasa, kami memutuskan menggunakan sepeda motor di hotel dengan biaya 50ribu per hari. Aku bertiga bareng mas Joni dan Imam naik dua kendaraan. Menurut informasi, jalan paling umum adalah lewat jalur Wanokaka karena memang air terjun Lapopu terletak di desa Lapopu, kecamatan Wanokaka. Hanya aku mencoba jalan alternatif lain yang katanya jauh lebih dekat yaitu lewat kampung Loli Atas. Dari hotel Pelita kami mengambil jalan ke arah Waingapu bukan ke arah Wanokaka. Sebenarnya sudah diberikan petunjuk agar kami setelah sampai ke Loli Atas masuk ke arah kampung Laipraga yang ditandai dengan sebuah pohon besar. Konyolnya karena informasi ini tidak terlalu kami tangkap dengan benar *korek tai telinga pake cangkul* justru akhirnya kami sampai ke kabupaten Sumba Tengah yang memang jaraknya tak begitu jauh dari Sumba Barat. Setelah kehilangan waktu setengah jam akibat perbuatan kami, dengan bertanya beberapa kali ke orang-orang yang kami temui akhirnya kami masuk ke arah yang benar menuju kampung Laipraga. Saran saya memang sebaiknya kalau punya rencana jalan, ajak orang Sumba yang tahu tempat plus jangan segan sering-sering bertanya daripada kesasar karena informasi papan penunjuk jalan masih minim.
Aliran airnya terbelah dipertengahan, tetap menawan walau airnya menyusut |
Walau jalan cukup lumayan, namun kendaraan tetap kami lajukan pelan karena sisa-sisa tanah membuat kendaraan menjadi licin. Setelah beberapa kilometer akhirnya kami masuk ke kawasan hutan dan tak lama kemudian tampak papan pengumuman dipasang di pinggir jalan yang menunjukkan bahwa 600 meter lagi kami akan sampai di air terjun Lapopu. Saat jalan menurun inilah terjadi musibah kedua, karena jalan menurunnya cukup curam Imam jadi kesulitan mengendalikan kendaraannya padahal setelah tikungan jalan langsung menurun lagi. Mungkin saat itulah dia mengerem lebih kuat sehingga motor menjadi tidak terkendali yang akhirnya membuat Imam terjatuh di atas jalan tanah. Karena sedikit terseret, Imam mengalami beberapa luka lecet. Lumayan perih sih pastinya. Karena masih ada jalan menurun, demi keselamatan kami memutuskan parkir kendaraan di tepi jalan tanpa masuk lagi ke dalam. Beberapa ratus meter akhirnya kami sampai di pos jaga dari TMNT. Tampak beberapa turis dari asia (entah taiwan atau jepang), melapor ke pos jaga sekaligus untuk membayar tiket masuk. Tiket masuk per orang ke kawasan ini ditarik 10ribu rupiah itu untuk wisatawan umum, kalau wisatawan lokal sih cuma seribu rupiah. Katanya kalau untuk wisatawan asing lebih mahal sekitar 100ribu rupiah. Kalau kalian membawa kamera, biaya per kamera dipungut 25ribu. Tapi itu bukan harga mati lho, kalau kalian ramah, baik hati, suka menolong dan tidak sombong itu biaya kamera bisa dinego kok hahahaha... apalagi yang moto just hobi, kan terlalu mahal tuh segitu kecuali yang mau komersil. Kalau gak tanya tanya saja Lukas, petugas polisi hutan yang kami temui.
Sekali-kali narsis untuk bukti otentik dah nyampe sini |
Akhirnya setelah melewati bebatuan pinggir sungai, mata kami disambut air terjun setinggi 62 meter (kata sumber di internet lho, aku belum pernah mengukur sendiri :D). Debit airnya agak berkurang entah karena sekarang musim kemarau atau karena ada pembangkit listrik tenaga air, tapi itu tak mengurangi keindahannya.
Tempatny benar-benar terasa sepi, saat itu hanya kami bertiga yang mampir kesini sehingga kami puas memotret dari segala sisi yang memungkinkan, walau ketiadaan matahari yang telah hilang dibalik pepohonan hutan membuat warna-warna jadi sedikit tenggelam. Hanya saat terakhir kami mau kembali ada sepasang muda-mudi yang datang ke sini tapi itu tidak lama karena waktu kami mau kembali mereka sudah tidak ada disana.
Perjalanan kembali sebenarnya menerbitkan sedikit keraguan dengan kondisi motor kami. Untungnya Lukas, sang polisi hutan berbaik hati mengantar kami untuk mengendarai motor yang blong rem belakangnya. Kelincahannya di atas motor ditunjukkan dengan amannya kami dapat melalui jalan sampai ke daerah Wanokaka. Ternyata Lukas pernah ikut acara Pasola, ajang permainan perang melempar tombak di atas kuda, pantesan jago mengendalikan motor di kondisi begini.
Setelah mampir sebentar untuk beli minuman disebuah warung yang cukup besar di Wanokaka. Kami melanjutkan kembali perjalanan, namun kali ini melalui jalur umum Wanokaka bukan jalur kami datang lewat Loli Atas. Perjalanan memang terasa lebih jauh, dan disepanjang Lukas mengingatkan kami agar tidak berada jauh di belakang kendaraannya karena menurutnya daerah di sini masih agak rawan. Kami kurang tahu maksudnya tapi tak berani menduga-duga, dan memilih mengikuti laju motor Lukas sampai di kota Waikabubak.
Catatan:
(1) Bagi yang ingin mendatangi air terjun Lapopu, kalau mau cepet bisa ambil jalur Loli Atas karena lebih dekat tapi pastikan kendaraannya tidak mengalami masalah karena banyak turunan dengan kondisi jalan yang kurang bagus. Kalau kurang yakin, sebaiknya ambil jalur normal lewat Wanokaka. Lebih jauh sih tapi lebih nyaman dan gak bikin was was...
(2) Jangan malu untuk bertanya karena papan penunjuk memang masih minim daripada kesasar. Malu bertanya tersesat sampai di surga lho :D
(3) Disarankan untuk tidak berjalan sendiri. Kalau masih takut jalan lebih dari dua kendaraan mungkin lebih baik pake guide orang lokal, kalau masih bingung juga bisa hubungi salah satu bro Lukas; ini facebooknya: Lucas Maramba ... hehehe sorry ya bro, facebooknya aku pajang kesini :D
(4) Kalau untuk biaya kamera coba tawar ke penjaga biar bisa dapet korting, kan lumayan apalagi kalau kalian para traveller masing-masing bawa DSLR. Tapi kalau memang moto buat hobi lho ya, kalau motonya untuk dijual lagi ya jangan nawar ya. Syarat nawar ya itu tadi, gak boleh sombong dan harus ramah hehehe
tempat ini cantik banget dan pas buat foto-foto neh
BalasHapusSangat cantik mbak... buat camping juga asyik tuh
HapusWah mas, ke sumbanya Aja udah susah tambah masuk ke pedalaman lagi :) tapi airnya jadi tambah hijau mas kalo pake modus rada slow speed gitu
BalasHapusIya pengaruh slowspeed jadi lebih hijau aslinya memang lebih ke toska apalagi kalo ada sinar matahari.... gak papa mbak, sekalian udah susah ditambah susah satu lagi hehehe
HapusSumpah keren bener, salut ama yg moto. Empat jempol deh :) btw debit nya selalu segitu atau ini lagi kecil ???
BalasHapusWah makasih buat pujiannya *hidung mekar*... ini debit yang kecil karena sudah bukan musim hujan tapi paling nyaman karena kondisi jalan kering.. kalau pas debit besar ada kemungkinan kondisi jalan jadi susah, jembatan darurat juga sering hilang terbawa arus
Hapusikuuuutan jalan-jalan akh....
BalasHapusAyo der.. aku mpga2 juga bisa nyampe ntb
Hapusuntungnya perjuangan bermotor membuahkan juga. Lucu ya, malah kalau tidak terkena sinar langsung semakin berwarna airnya.
BalasHapusIya karena sering kali kalo siang terik, sinar matahari malah sering bikin pantulan di air jadi kurang terasa warna aslinya..
Hapus