Harum wangi Bunga Melati tercium ketika aku memasuki komplek Candi Kidal. Tumbuhan Melati menghiasi di kanan kiri sepanjang jalan setapak. Mewarnai suasana pagi yang cerah nan indah.
Pengurus candi tampak sedang menyirami rumput dan tanaman. Beliau tersenyum ramah saat aku menghampirinya. Seorang perempuan berbaju batik merah marun dan berkerudung coklat. Menurut penuturan beliau, Ibu Siti Romlah selaku pengurus candi, Raja Anusapati suka dengan Bunga Melati. Pantaslah hampir seluruh komplek taman Candi Kidal ditanami Bunga Melati.
Mataku tertuju pada kain putih yang terhampar memanjang disepanjang undakan Candi. Sebuah pemandangan yang jarang kulihat. Ternyata kain putih itu dipasang saat ada acara Ruwatan Murwakala Malang beberapa hari yang lalu. Masih tersisa kembang, daun pisang dan dupa di dalam kubah Candi. Sepertinya aku datang pada waktu yang tepat. Saat Candi telah diruwat dan dibersihkan dari hal-hal negatif yang buruk.
Candi setinggi kurang lebih 12 meter ini mempunyai struktur bangunan berundak yang dibagi menjadi tiga bagian. Bagian kaki ( Upapitha) disebut Bhurloka yang menggambarkan alam atau dunia manusia. Bagian badan (Vimana) disebut Bwahloka yang menggambarkan alam antara atau alam langit. Bagian puncak (Cikhara) disebut Swahloka yang merupakan alam surgawi atau kahyangan para dewa.
Aku berjalan mengelilingi candi. Membaca relief-relief yang tergurat di dinding Candi. Bila di Candi Borobudur membaca relief dengan mengkanankan candi, Pradaksina, tetapi di Candi Kidal membaca relief dengan berlawanan arah jarum jam, Prasawiya.
Terdapat tiga relief utama yang terpahat pada dinding candi. Relief Garudeya yang sedang melayani para naga, Garudeya membawa guci air amerta dan Garudeya menggendong ibunya, Dewi Winata. Disamping itu relief Kala Makara di atas pintu candi.
Kisah Garudeya bermula dari persaingan antara kakak beradik Dewi Kadru dan Dewi Winata yang menjadi istri Resi Kasyapa. Mereka berselisih mengenai warna Kuda Ucchaisswara yang muncul dari dalam samudera purba. Dewi Kadru menebak warna hitam, sedangkan Dewi Winata menebak warna putih. Sengitnya perselisihan itu membuat mereka bersepakat untuk bertaruh. Barangsiapa yang tebakannya salah dan kalah akan menjadi budak bagi yang menang.
Para Naga yang menjadi anak Dewi Kadru memberitahu ibunya kalau sebenarnya warna kuda Ucchaisswara putih yang berarti tebakan Dewi Winata benar. Tetapi Dewi Kadru bersiasat dengan menyuruh anak-anaknya untuk menyembur dengan racun bisanya agar merubah warna kuda tersebut. Akhirnya para naga berhasil merubah warna kuda Ucchaisswara menjadi hitam yang berarti Dewi Kadru pemenangnya dan Dewi Winata beserta Garudeya menjadi budak mereka.
Garudeya berusaha membebaskan ibunya dari perbudakan Dewi Kadru. Para naga meminta syarat Garudeya harus mendapatkan air amerta yang dimiliki para dewa. Garudeya mencari air amerta dan bertemu Dewa Wishnu. Dewa Wishnu bersedia membantu dan minta agar Garudeya bersedia menjadi wahananya/kendaraannya. Air amerta yang didapat dimasukkan ke dalam guci. Di dalamnya diberi rumput ilalang. Garudeya berpesan kepada para naga harus bersuci dengan mandi terlebih dahulu. Saat para naga sedang mandi, air amerta diambil oleh Dewa Indra. Sisa air yang tercecer dirumput ilalang dijilati para naga hingga membuat lidah mereka terbelah dua. Akhirnya Garudeya berhasil membawa pergi ibunya, Dewi Winata dan membebaskannya dari perbudakan Dewi Kadru.
Candi Kidal berlokasi di Jalan Raya Tumpang - Malang tepatnya Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Kidal mempunyai arti "kiri" dan istilah keduanya berarti "selatan" dari kata "kidul". Mungkin karena letak candi tersebut berada di selatan-kiri (tenggara) dari Kerajaan Singosari yang terletak disebelah utara.
Candi Kidal adalah pedharmaan Raja Anusapati, Raja kedua Kerajaan Singosari yang bertahta tahun 1227-1248. Stana dibuat sebagai penghormatan kepada sang raja setelah mangkat. Candi Kidal merupakan tempat Abu jenasah Raja Anusapati, diruwat dan dimuliakan sebagai Siwa. Sayang Patung Siwa sudah tidak ada di candi ini. Patung Siwa tersebut sekarang tersimpan di Museum Leiden Belanda.
Tokoh cerita Garudeya dan Dewi Winata yang terpahat di dinding Candi Kidal adalah penggambaran kisah hidup Raja Anusapati dan ibunya, Ken Dedes. Berawal dari Anusapati yang tidak tahan tiap hari mendengar tangisan kesedihan ibunya, Ken Dedes. Kesedihan Ken Dedes karena Sang Rajasa, Ken Angrok menikahi perempuan lain (Ken Umang) dan lebih menyayanginya. Ken Dedes pun pergi dari Kedhaton dan kembali ke kampung halamannya.
Anusapati menganggap Sang Rajasa adalah penyebab kesedihan ibunya yang harus dilenyapkan. Sungguh Anusapati tidak tega pada ibunya, Ken Dedes yang sangat dicintainya. Sosok perempuan yang cantik jelita dan wangi tubuhnya tetapi nestapa hidupnya. Anusapati bertujuan meruwat ibunya agar terbebas dari kesengsaraan dan kembali menjadi perempuan utama yang sempurna.
Entah karena terbawa cerita Raja Anusapati dan Ken Dedes itu, setelah aku mengunjungi Candi Kidal, malamnya aku bermimpi aneh. Dalam mimpi itu aku bertemu sesosok pria gagah bertelanjang dada dengan rambut yang digelung keatas. Sorot matanya tajam. Raut wajahnya terlihat kuat dan tegas. Siapakah dia? Raja Anusapati kah?