|
Bulan purnama di atas laut Marapokot |
Penugasan keluar kota pada bulan puasa? hadeeh, bawaannya malas banget. Belum jalan saja sudah terbayang rasanya lapar dan haus di kota-kota kecil, repotnya cari makanan buat buka puasa apalagi keluar hotel untuk makan sahur. Tapi tugas tetaplah tugas, saat nama kita sudah tertera di surat tugas ya maka pantang kaki kita surut ke belakang.
Untungnya penugasan di bulan puasa dapat tugasnya di Nagekeo, kota yang sudah sering aku singgahi dan disana ada temen mas Eddy Due Woi yang sudah kenal lama dan sama-sama suka foto.
Kurang enaknya, untuk ke Nagekeo aku harus terbang dari Kupang ke Ende dulu karena sampai saat ini Nagekeo belum memiliki bandara sendiri. Tapi rencana pembuatan bandara sendiri sih sudah ada dan di dokumen perencanaan sendiri disebut sebagai rencana pembangunan bandara "Surabaya II". Ada apa ya kok pakai nama Surabaya II, ternyata nama ini berasal dari sandi yang digunakan Jepang sebagai bandara darurat bila suatu ketika bandara Jepang di Surabaya terdesak oleh pasukan sekutu. Dan itu memang terjadi, pasca serangan sekutu ke Surabaya dan mendesak Jepang, banyak pesawat dan tank Jepang yang dilarikan ke daerah Nagekeo ini. Tapi cerita lebih lanjutnya seperti lain waktu saja kalau aku sudah memiliki data yang lengkap dan foto-foto pendukungnya.
Jadilah hari-hari di Nagekeo kembali seperti tahun sebelumnya, tiap pagi gedor-gedor pintu rumah makan Tulungagung bangunin yang punya supaya bisa makan. Lumayan, rasa makanannya yang enak apalagi sambalnya membuat hari-hari sahur bisa dinikmati. Coba kalau pagi-pagi harus makan nasi dingin dan lauk tidak enak, pasti sahurnya rasanya asem terus.
|
Refleksi langit senja di pantai Marapokot |
Hari Minggu sore, aku sepakat sama mas Eddy dan teman-teman dari Nagekeo Photographer Club (NPC) sepakat hunting foto ke daerah Marapokot, daerah pantai yang hanya berjarak sekitar 13 km dari kota Mbay. Sebenarnya sempat direncanakan pergi ke Nangateke tapi karena masalah mobil yang tiba-tiba mogok jadilah rencana ke Nangateke dibatalkan karena medan kesana memang kurang nyaman.
Senang sekali aku bisa mengenal teman-teman Nagekeo yang semangat membuat kelompok pecinta foto, dan mereka pun orang-orang yang suka trekking, sebuah paduan yang pas untuk membagi keindahan alam Flores yang luar biasa. Sepertinya suatu ketika aku harus ikut trekking bersama mereka, rugi kalau di Flores tidak menjelahi keindahan alamnya.
Sengaja aku berangkat jam 4 sore supaya bisa sekalian ngabuburit di sana. Pantai Marapokot yang menghadap ke timut laut sebenarnya kurang tepat untuk memotret senja hari karena matahari tenggelam di sisi sebaliknya.
Untuk beberapa saat masing-masing asyik dengan obyek bidikannya. Ada yang suka jongkok untuk mengambil pemndangan dengan komposisi di pasir, ada yang melototi anak-anak yang bermain bola, ada juga yang menunggu dengan posisi siap tembak ke arah anak-anak yang bermain air laut. Sedangkan aku justru berjalan terus ke arah tenggara karena berpikir ada sebuah pokok pohon di ujung muara, ternyata otakku mengalami tumpukan memori karena sebenarnya tidak ada pokok di pinggir laut di sini.
Saat maghrib menjelang aku mulai mengemasi peralatan foto dan mampir ke warung yang kebetulan buka. Segelas teh panas yang tidak terlalu manis dan sepiring gado-gado menjadi menu pembuka yang pas, dan tidak lama kemudian sudah berpindah semuanya ke perutku.
Tiba-tiba seorang teman menunjuk ke arah timur, dan saat aku mengikuti arah pandang mereka: waduh, aku lupa sama sekali kalau bulan saat ini masih masuk dalam fase purnama.
Buru-buru kami berlarian kembali ke pantai. Ah sebuah pemandangan malam hari yang sangat cerah dan bulan berwarna kuning di atas ufuk membentuk garis-garis kuning di air laut. Pemandangan yang romantis kata salah seorang teman, ah ha pikiran bujang rupanya.
Dengan sigap, aku dan teman-teman dari NPC mengeluarkan peralatan kamera dan membidikkan ke arah bulan. Bulan dan perahu menjadi bahan sharing kami, aksesories-aksesories kecil yang sering absen waktu hunting tiba-tiba menjadi barang penting.
Bahkan sebuah diffuser biru dan kuning yang biasanya tak tahu harus kami gunakan untuk apa menjadi alat yang menarik untuk menghasilkan tonal yang tidak biasa. Semuanya menjadi begitu saling melengkapi bahkan sebuah cahaya petromaks seorang nelayan yang sedang bersiap-siap hendak melaut menjadi tambahan cahaya yang berguna.
Awal persahabatan yang menarik bersama-sama teman NPC, semoga bisa hunting lagi yang lebih seru di tanah Flores ini.
Thanks buat teman-teman yang udah hunting bareng, semoga bisa terulang di lain kesempatan:
Baca keseluruhan artikel...