Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Kamis, 12 September 2019

Singgah ke Sade

Gerbang masuk Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat

"Terimakasih atas kunjungannya!", ucap Pak Mesah usai mengantar kami keliling dusun. Aku bergegas menuju Bandar udara untuk kembali ke Jakarta.

Mengunjungi Lombok rasanya tidak lengkap bila tidak ke Dusun Sade. Sade adalah salah satu Dusun di Desa Rembitan, Pujut, Lombok Tengah. Berlokasi di pinggir jalan raya yang hanya berjarak 13 km atau sekitar 30 menit ke arah Bandar Udara Praya. Dusun ini masih mempertahankan Adat Suku Sasak. Mereka memegang teguh tradisi sejak pemerintahan Kerajaan Pejanggik di Praya, Kabupaten Lombok Tengah. Diperkirakan dusun ini ada sejak tahun 1907, dihuni kurang lebih 150 kepala keluarga dan telah 15 generasi berlangsung.


Rumha Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat
Setelah mengisi buku tamu, kami diajak keliling dusun mengunjungi salah satu rumah penduduk. Bangunan rumah mirip dengan Joglo, rumah Adat Khas Jawa Tengah dan DI Yogyakarta. Rumah adat ini bernama Dalam Bale Tani.Rumah perpaduan bilik dinding bambu dan pintu dari kayu yang menyangga rumah. Pintunya terlihat pendek dan kecil. Menurut penuturannya, ketika kita masuk rumah dengan menundukkan kepala untuk menghormati tuan rumah. 


Dalam rumah di Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat
Ruangan depan/ Bale Luar sebagai tempat menerima tamu dan tempat tidur laki-laki. Bale dalam diperuntukkan sebagai tempat tidur perempuan dan juga tempat melahirkan. Menuju Bale dalam kita akan menaiki tiga anak tangga yang mencerminkan tahapan-tahapan kehidupan. Tangga pertama, kelahiran. Tangga kedua, berkembang sebagai manusia. Tangga ketiga, tahap akhir atau kematian.

Atapnya terbuat dari alang-alang kering yang tersusun padat dan rapi. Tiap lima atau limabelas tahun sekali alang-alang keringnya diganti. Lantai dari tanah liat. Seminggu sekali lantai tanah dibersihkan dengan kotoran kerbau sebagai upaya mencegah nyamuk/serangga dan menjaga rumah agar tetap hangat.

Berpose Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat

Masjid yang bersedia hanya digunakan untuk tiga waktu sholat, karena penduduk Dusun Sade menganut "wetu tilu". Ada delapan bentuk bangunan di dusun ini, yaitu Bale Tani, Jajar Sekeran, Benter, Beleq, Berugak, Tajuk, Bencingah, Lumbung.


Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara BaratLumbung padi berbentuk lengkung terbuat dari kayu atau anyaman bambu. Disangga tiang kayu beratap alang-alang. Ada jendela kecil diatas yang berfungsi sebagai pintu masuk lumbung. Lumbung terbagi menjadi dua bagian. Bagian Atas tempat penyimpanan padi/gabah. Bagian bawah sebagai bale tempat duduk dan berkumpul. Lumbung padi hanya boleh dimasuki oleh orang yang telah kawin, menikah. 

Di kanan-kiri jalan setapak berjajar rumah-rumah penduduk yang juga menjual bermacam cenderamata, kerajinan khas Lombok, berupa kain tenun, syal, ikat kepala, topi anyaman, gelang, kalung dengan warna-warna yang cerah. Ibu-ibu sibuk menenun benang-benang agar menjadi kain.

Sejak usia sembilan tahun seorang gadis harus belajar menenun. Seorang gadis tidak boleh menikah kalau tidak bisa menenun, karena hasil tenunannya akan diberikan kepada suaminya kelak. Di sudut jalan depan rumah, tampak seorang nenek sedang menumbuk biji-biji kopi dengan alu. Hhmm harum wangi kopi menyegarkan. Aku jadi ingin membeli kopi khas Sasak ini.

Dusun Sade, Lombok, Nusa Tenggara Barat
Salah satu keunikkan Dusun Sade yaitu tradisi kawin culik. Kawin culik adalah tradisi pernikahan yang dilakukan pihak laki-laki dengan menculik perempuan calon istrinya tanpa sepengetahuan keluarga pihak perempuan. Setelah pihak laki-laki mengungkapkan isi hatinya kepada keluarga pihak perempuan, maka diadakan pernikahan dengan membawa calon pengantin perempuan kembali ke rumahnya.

Prosesi arak-arakkan pengantin disebut "Nyongkolan". Setelah acara Nyongkolan mereka akan menempati sebuah rumah kecil yang disebut Bale kodong sebagai tempat bulan madu. Kebetulan aku sempat melihat acara Adat Nyongkolan di jalan arah ke Sukarara. Wah meriah banget!

"Ini adalah pohon janji!" ujar Pak Mesah sambil menunjukkan sebuah pohon yang meranggas dan hanya tersisa batang, cabang ranting tanpa dedaunan. Biasanya pohon ini digunakan sepasang kekasih yang berjanji bertemu saat tradisi kawin culik. So sweet, aku rela diculik aahhaayyy!

Foto dan tulisan oleh Arum Mangkudisastro

7 komentar:

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya