Air terjun yang keluar dari balik bebatuan |
Air terjunnya mengalir kecil di musim panas |
Sekitar sepuluh jam di atas motor melintasi jalur jalan yang lebih banyak berupa tanah, akhirnya ojek bisa mencapai jalan raya. Sepuluh menit berikutnya ojek yang aku tumpangin sampai ke daerah Likong. Ingat ya bacangnya Likong bukan Lekong, beda banget gitchuu... *keselek biji duren*.. Berbekal informasi nama Blasius, aku diantar seorang anak kecil masuk ke gang kecil hingga ke sebuah rumah sederhana. Saat menyebutkan namaku, pak Blasius masih tampak kebingungan namun menjadi jelas saat aku menyebutkan nama pak Aswadi yang pernah bekerja menjadi guru di sini. Sayangnya hari Minggu ini beliau sedang ada keperluan keluarga sehingga tidak mungkin mengantarku. Saat aku minta dia menunjukkan arahnya saja, dia katakan kalau jalurnya baru saja dibuka dan tidak mudah untuk dilalui. Dia takut aku tersesat karena belum ada jalan ke sana, baru saja ada jalan dibuka tapi sebatas untuk pekerjaan pembangunan reservoir oleh PDAM yang akan menggunakan air terjun di situ. Untungnya pak Blasius menawarkan agar anaknya Rikardus yang akan membantu mengantarku ke air terjun. Aku setuju karena anaknya juga yang membantu saat ada obeservasi lapangan oleh sebuah tim beberapa kali. Aku sempatkan membeli pisang molen goreng dan minuman karena memang aku belum makan dari pagi selain kue-kue kering saat di Pangabatang.
Trap-trap air terjunnya cantik apalagi jika pas airnya banyak |
Jalur sungai dengan tebing curam |
Perjalanan sendiri seperti yang aku duga tidak mulus karena harus melewati sungai. Artinya jika musim hujan, air terjun ini sangat sulit dilalui. Di beberapa tempat aku melihat pipa-pipa yang terpasang di sepanjang pinggir sungai tapi masih belum terhubung semuanya. Pemasangan pipa ini juga menguntungkanku karena beberapa jalan jadi tidak terlalu menanjak. Menurut Rikardus, sebelum dibuat jalan ini, kondisi menuju air terjun tergolong jauh lebih sulit. Bahkan ada beberapa titik yang kita harus melewati bukit sambil berjalan merambat karena tidak ada jalan hanya berupa bekas jalan yang kondisinya tanahnya miring. Tak terhitung berapa kali aku dan Rikardus melewati sungai. Untung aliran airnya kecil jadi mudah kami lewati. Namun dari aliran airnya aku justru curiga kalau air terjun Bekor ini seperti air terjunnya umumnya di NTT yang debitnya di waktu musim hujan dan musim kering sangat jauh.
Aliran air terjun yang turun banyak di musim kemarau |
Sebenarnya sebelum sampai di air terjun kami juga melewati sungai yang mengalir sumber air panas. Sumber air panas ini tidak besar hanya berupa 2 pipa bambu yang menancap di dinding. Air dari bambu ini mengalirkan air panas. Di titik kelokan terakhir juga ada tebing batu kering yang katanya juga kalau musim hujan berubah menjadi air terjun. Artinya jika musim hujan banyak air terjun di daerah ini walau aku gak membayangkan bagaimana bisa kesana jika musim hujan.
Rikardus duduk di bawah pohon yang tumbang |
Suasana sekitar air terjun terasa sejuk apalagi pepohonan rindang disekelilingnya. Aku sempat mampir mandi disumber air panasnya. Sekitar jam 2 siang aku sudah kembali ke dusun Likong. Aku hanya berhenti sebentar di batas terakhir hutan untuk sejenak minum dan makan gorengan walaupun sebenarnya kaki sudah terasa kebal.
Dari Likong aku naik ojek dengan biaya 50rebu walaupun setelah sampai tukang ojeknya minta tambah untuk uang bensin karena setelah sampai kota baru sadar kalau ternyata jauh... hahaha ada-ada saja, mereka yang orang asli masak gak tau jarak dari Likong ke kota Maumere. Akhirnya aku tambah uang 7rebu karena cuma itu uang kecil yang tersisa di kantongku.
Sebenarnya pada waktu yang sama, teman-teman dari Mofers Photography juga sedang melakukan perjalanan ke air terjun Murusobe yang jauh lebih besar debitnya dan lebih tinggi. Namun sayang aku memang ingin ke Pangabatang sehingga ajakan ke Murusobe terlewatkan. Tak apalah, yang penting suatu ketika nanti aku juga bisa mampir ke Murusobe.
Kalo debit airnya agak sedikit lebih gede pasti jauh lebih kece nich air terjun
BalasHapusMas Cumi: iya, di ntt rata-rata air terjunnya punya perbedaan debit yang mencolok antara musim hujan dan musim kemarau... sungainya juga begitu... ntt memang lebih kuat view pantainya
BalasHapusAdem lihat foto-fotonya... tapi baca cara kesana saja udsh bikin patah semangat... btwnama tempat-tempatnya bisa jadi plesetan... :D
BalasHapusHahaha.. aku justru ingetnya kata yang plesetan itu baru bisa inget nama tempatnya :D
Hapusasyikkk mas bro pemandangane itu loh,menyejejukan kalbu,asyik kali yah bisa hunting ketempat-tempat seperti itu...
BalasHapusKayaknya di Jawa lebih banyak lokasi air terjun yang lebih bagus babeh... aku sendiri masih pengen eksplore ke jawa lagi kayak di malang dan sekitarnya
HapusPaling keren gambar nomor empat Mas, airnya jernih, seperti bukan di Indonesia :)
BalasHapusIya tempatnya adem dengan tebing tegak yang tinggi, cuma ya itu bukan tebing batu melainkan tebing tanah jadi masih rawan longsor
Hapusakh maumere punya sejuta pesona...salah satunya di pangabatang...asikkk...kug aku lagi males-malesan nulis yach hehehe....malessssss plis pergilah..kangen flores.....
BalasHapusBanyak yang belum dikelola tapi malah asyik, jadi belum banyak berubah.. kamu terlalu rajin nulis sih.. jangan cepet2 nulis batasi ae 4 tulisan per bulan yang penting kontinyu
HapusSeumur hidup, baru sekali saya liat air terjun mas hehe
BalasHapusmaklum.. di sini gak ada air terjun heheh
Wah masak? tinggal dimana mas Fikri?
HapusAir terjunnya mirip air terjun sadap, bangka: kalau musim kemarau yang tersisa tinggal bebatuan curam. Tapi yang ini sungguh luar biasa. Kalau yg di bangka malah gak terawat, dan sudah dikelilingi oleh ladang warga setempat
BalasHapusMungkin karena sulit dijangkau jadi masih asli.. rata2 kalo yang gampang dikunjungi juga udah amburadul
Hapussemoga dapat bermanfaat buat kita semua. Amin . . . . artikelntya sangat bagus sekali. Senang sekali berkunjung ke website anda.
BalasHapusTerima kasih sudah berkunjung kemari
Hapus