Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Sabtu, 12 April 2014

Jelajah Semau: Perjalanan ke Liman (2)

Pantai Liman sisi Utara, tampak gunung Liman di kejauhan yang membagi pantai ini menjadi dua
Dini hari masih tampak gelap mencekat. Aku tergagap bangun oleh suara dengingan nyamuk di telinga. Aku coba menarik kain ke atas menutupi muka berharap dengingan itu pergi. Saat aku mendengar gemeretak pelan kayu yang merapuh oleh sisa api aku baru sadar mengapa nyamuk-nyamuk ini tiba-tiba datang. 
Terlelap dibawah bima sakti
Dengan malas aku bangun dan berjalan di sisi lain tenda mengumpulkan sisa kayu yang telah dikumpulkan tadi sore. Sementara di dalam tenda, empat mahluk kucel masih tidak bergerak, dininabobokkan oleh sejuknya udara malam. Setelah beberapa kayu terkumpul aku mencoba memasukkan beberapa daun pandan kering untuk memancing api membesar. Sementara menunggu api membesar mataku memandang sekeliling yang hanya menyisakan bayangan-bayangan hitam pepohonan, sementara suara air gelombang laut terdengar sayup. 
Dan saat mataku memandang ke atas, voilaaaa, aku melihat di atas langit sebuah awan putih tipis menghampar miring dari sisi utara ke selatan. Rupanya sang Bima Sakti baru muncul sekarang. Aku telah keliru waktu melihat bintang tadi malam dan tak menemukan satu pun bentuk awan padahal memang belum waktunya datang. Api kembali membesar dan mengusir mahluk-mahluk kecil yang tadi bersliweran di atas kepalaku. Api unggun juga kembali menghangatkan kepala dan badanku walaupun udara yang mendingin sudah membuat basah sebagian kain parasut untuk hammock telah membasah.
Malam sedang bertafakur, dan bintang-bintang di sekeliling seperti menari-nari mengikuti tarian para musafir di persinggahan memutari pusat semesta. Api unggun pun tak mau kalah bergoyang seantara angin meniupnya pelan. Alam sepi, dan aku tenggelam di sini, dalam kedamaian yang selalu ingin kuulangi.

Malaikat itu adalah Penemu Kulkas
Setelah beberapa saat beristirahat dan menikmati keindahan pantai Uih Make, tiga buah motor yang kami tunggangi kembali melaju ke arah selatan. Kondisi jalan di sini banyak yang sudah tinggal jalan tanah, untungnya sekarang tidak ada hujan sehingga tidak susah di lewati.
Pantai Uitiuhtuan, tampak jejeran cemara air
Rasa kering dan keinginan meneguk air dingin kembali menyala saat melihat toko di daerah Uitiuhtuan yang agak besar terbuka pintunya. Sebuah lemari es yang teronggok di belakang tampak gagah perkasa layaknya super hero yang akan menolong kami dari kehausan.
Ardi yang membuka pintu lemari es pertama kali dan mendapati hanya ada satu kaleng minuman soda fuihh.... Dua plastik es batu telah kembali menjadi cair, tapi masih dingin walau di dalamnya warna putih kapur menari-nari liar. Aku tidak peduli lagi, kepalang tidak mendapatkan minuman soda, air dingin itu pun segera memenuhi tenggorokanku. Jangan tanya rasanya, serasa itu adalah kenikmatan kedua selain menikmati indahnya pantai di Semau. Hari itu aku benar-benar bersyukur ada orang yang menemukan mesin kulkas. Dari bincang-bincang pemilik toko, rupanya listrik di desa ini dan banyak desa disekitarnya hanya menyala di malam hari jadi kulkas tidka hidup saat ini sehingga semua minuman yang masuk kulkas sudah mencair lagi. Karena kondisi itu, kami minta pemilik toko untuk menyimpan minuman-minuman itu ke dalam kulkas agar kami bisa menikmati minuman dingin esok harinya. Tentu saja kami berjanji akan mampir kemari.

Perjalanan Menuju Liman
Berdasarkan informasi pemilik toko, kami terus menuju ke selatan sampai bertemu dengan pertigaan besar (ukuran Semau) yang sudah beraspal. Dari sana kami masuk ke sebelah kanan menuju ke arah barat. Sampai kami mulai masuk ke dalam daerah yang lebih banyak dipenuhi daerah terbuka berkarang dengan kondisi jalan tanah keras berwarna putih. Agak ragu sebenarnya karena sepertinya ini bukan jalan mudah tapi informasi kalau Liman dulu sering didatangi wisatawan asing meyakinkan kami. Bule biasanya kan doyan lokasi yang susah dijangkau.
Ardi dan Augus di bawah pohon Santigi di pantai Liman sisi Utara
Sempat mampir sebentar di daerah pantai yang mungkin masih masuk desa Uitiuhtuan yang tampak gersang namun sebenarnya juga memiliki pantai yang apik. Selain pasir putih yang terapit di antara karang-karang, di pinggir pantai juga berjajar pohon cemara air. Di samping kami menghentikan motor, puluhan kulit kerang berukuran besar tampak kosong terbuka. Biasanya kerang-kerang ini dijadikan alat untuk membuat garam sehingga garam disini pasti berwarna putih bersih tanpa perlu dicuci dahulu seperti garam di produksi pulau Jawa.
Setelah sejenak menikmati pantai ini kami bergegas berangkat kembali karena kami punya target untuk tidak sampai kemalaman sampai di Liman.
Separuh perjalanan berikutnya kami harus berjuang karena di beberapa titik jalan yang kami lewati adalah pasir putih menghampar batuan karang yang kadang masih tampak meruncing.
Bukit Liman di kejauhan berlatar pantai berpasir putih
Beberapa kali motor sulit dikendalikan Augus walaupun dengan dengan kecepatan pelan sehingga aku memilih turun dan membantunya mendorong. Sehingga akhirnya kami berhenti di sebuah belokan menanjak dimana tampak sebuah pohon Santigi berdiri sendiri di antara karang menantang lautan.

Sebuah pemandangan pantai yang berpasir luas terbentang dengan warna laut yang sangat menawan. Bukit Liman tampak dikejauhan yang menjadi target kami. Rupanya ini adalah pantai Liman dari sisi Utara. Menurut informasi, bukit Liman yang membagi pantai ini menjadi dua sisi Utara dan Selatan. Dan sisi Selatan yang paling sering didatangi bule karena lebih sulit dijangkau orang.
Tak lama kami kembali meneruskan perjalanan yang kali ini bisa terbilang yang paling sulit karena benar-benar melewati jalan berpasir. Roda-roda motor dengan mudahnya terbenam walau untungnya tak terlalu dalam.
Setelah semakin mendekati Liman, selain pasir putih kami juga harus melewati deretan pepohonan Lontar dan pohon-pohon khas daerah dataran rendah yang telah rimbun. Bahkan dari batang-batang pohon yang baru kami ragu jika daerah ini pernah dilewati orang beberapa bulan ini.

Liman, True Journey
Berpose di atas bukit Liman sekaligus tempat parkir motor
Setelah berjuang melewati jalanan dari pasir putih dan rimbunan pepohonan sampailah kami di bawah bukit Liman yang ternyata adalah sebuah sungai. Itu memberikan jawaban jelas kenapa daerah ini sulit dijangkau apalagi jika musim hujan.
Untungnya beberap minggu ini kondisi Semau kering tanpa hujan sehingga sungai juga telah kering walaupun masih ada beberapa daerah yang tanahnya masih empuk yang akan membuat motor amblas jika melewatinya. Aku dan Imam turun dari motor dan berjalan melintasi sungai dengan berjalan kaki sementara Ardi, Augus dan Ucil mengendari motor memutar agak jauh mencari tanah yang bisa dilewati. 
Sebenarnya aku mengusulkan agar motor diparkir di bawah bukit Liman tapi entah ide gila dari mana akhirnya justru mereka nekad naik ke atas bukit Liman dengan sepeda motornya. Padahal kondisi bukan Liman bukan tanah mulus yang mudah dilewati karena merupakan bukit karang walau tidak tajam, lagian motor yang kami pakai semuanya motor bebek. Tapi untungnya semua motor kondisi remnya masih bagus setidaknya mengurangi kekuatiran untuk turun kembali ke bawah.
View pantai Liman sisi selatan (atas) dan sisi Utara (bawah)
Bukit Liman juga menjadi tempat parkir motor kami semalam ini. Aman karena bisa dilihat dari bawah kata Ardi. Ide bagus sih walau pun sebenarnya aneh.
Dari bukit Liman, kami bisa melihat sisi kanan dan kiri yang memang membagi pantai menjadi dua. Dan memang benar pada jam tertentu view yang tampak dari pantai sisi Utara dan sisi Selatan berbeda warna pasir putihnya, tapi menurutku hanya karena perbedaan cahaya saja karena sisi utara dan selatan tidak benar lurus namun serong sehingga cahaya matahari yang jatuh pada pagi atau sore hari berbeda dilihat dari puncak Liman.
Kami berlima turun ke bawah menuju ke sisi pantai Liman sebelah Selatan karena di sanalah rencana kami mendirikan tenda. Sebenarnya dengan kondisi tanah yang ada tidak sulit mencari lokasi untuk mendirikan tenda apalagi kondisi angin saat ini bisa dibilang tenang. Hanya saja, karena banyaknya ternak yang dilepaskan begitu saja menjadikan tanah-tanah disini selalu saja ada tai sapi. Kami tidak memilih mendirikan tenda di tepi pantai walaupun tampaknya ide itu asyik sekali karena kami kuatir angin yang keras sehingga kami mencari lokasi di daerah pepohonan.
Selesai memasang tenda maka hal yang selanjutnya kami lakukan tentu saja berenang. Air laut hari ini sangat bersahabat, gelombang hanya layaknya riak. Pantai ini sekarang serasa menjadi pantai pribadi kami. 
Obrolan sampah sebelum tidur adalah wajib hukumnya
Malam hari selepas makan mie dan sarden yang kami masak, kami membuat api unggun di pinggir pantai. Tidak usah memotong pohon karena sebenarnya di sepanjang pantai banyak sekali kayu-kayu yang telah mati kering sehingga kita tinggal membawanya saja. Bersama mereka aku jadi tidak merasa tua padahal selisih umurku dari mereka tak kurang dari sepuluh tahun. Apalah arti umur yang memang akan berulang tiap tahunnya. Yang penting kami punya satu kesamaan, kesukaan kami berpetualang. Bagiku itu hal yang sangat menyenangkan karena biasanya aku sering pergi sendiri karena tidak adanya teman (mungkin aku yang tidak tahu) yang menyukai berpetualang.
Obrolan ringan kami sambil mengelilingi api unggun tanpa terasa sampai membuat kami lupa waktu. Imam yang mungkin kecapean bahkan sudah tertidur di pasir yang terasa dingin di kakiku. Aku pun akhirnya ikutan tidur di pasir tak peduli pasirnya akan menempel di seluruh badan. Langit sangat cerah dan bintang-bintang tampak jelas.
Jam sebelas kami masuk ke tenda. Tentu saja kami harus berdempetan untuk bisa tidur di dalam, tentu saja setelah kami mengeluarkan semua tas kami di bagian luar tenda sisi dalam. Tapi karena sempitnya akhirnya tengah malam aku bangun dan memilih tidur di pinggir api unggun dengan berasalkan hammock. Setelah mengumpulkan cadangan kayu untuk api unggun akhirnya aku terlelap tidur di luar. Bintang malam menjadi teman penjaga setia sementara bunyi beberapa binatang malam seperti simponi pengantar tidur. Besok entah apa yang terjadi terjadilah....

Semau, 30 Maret 2014

Nb: untuk mencapai sisi Utara dari pelabuhan Onanbatu (Hansisi) ambil ke arah Kecamatan Semau, dari sana informasi ke arah pantai Otan mudah di dapat. Dari Otan jika ingin ke pantai Liman ambil sebelah kanan dari Otan, terus sampai ke Uih Make, Onanbalu sampai ke Uittiuhtuan. Selalu pakai GPS (Gunakan Penduduk Setempat).

24 komentar:

  1. Subhanalloh.. keren sekali >_<

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Yo bener banget, masih belum tereksplorasi lagi...

      Hapus
  3. Balasan
    1. Terpanas untuk sebuah mas Eddy... coba ditambah AC 10.000 PK gitu hahahaha

      Hapus
  4. hahaha...jadi teringat kemarin waktu camping di Lombok. mau nangkepin suasana bima sakti malah ngak bisa....hahahha..pokoe ingat pake manual n infinity focus hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pake tripod kan? kalau mau moto bima sakti jangan lebih dari 20 detik nanti mulai keliatan bergerak bintangnya

      Hapus
  5. izin simak ya admin buat artikelnya, postingan yg bermanfaat sekali. terimakasih atas informasinya sangat bermanfaat.

    BalasHapus
  6. Keindahan berkelas tanpa harga yaitu sumbawa... saat kuliah nanti aku akan menginjakan kaki di tanah pantai-pantai ini... blog ini selalu menjadi refrensi utama saya karena banyak sekali membahas tempat indah yg jarang terjamah... dan setiap saya menunjukan foto-foto serta artikel kakak pada teman-teman saya satu kata yg pasti keluar adalah " Subhanallah "

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya yakin dik Alfi akan sampai disini, bagi seorang traveller tidak ada tempat yang jauh, tidak ada tempat yang asing.. hanya tinggal menunggu waktu (waktu=uang hihihi) dan kesempatan.. tetep semangat ber-travel ria ya..

      Hapus
  7. good posting gan.. like this..
    betapa indahnya alam indonesia :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul gan, Indonesia adalah surga... thanks udah berkunjung

      Hapus
  8. Aku sudah pernah ke pulau Semau, waaaduh,,, panasnya luar biasa!!!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul panas banget, itulah kenapa air dingin paling nikmat disana

      Hapus
  9. Andhika/Jawa28/04/14, 10.42

    Indonesia sungguh keren,,,
    Liman berada di daerah mana mz Bahtiar?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Liman berada di ujung barat pulau Semau, pantainya memanjang

      Hapus
  10. Dan aku sudah merindukan pulau semau *lagi dan pantai2 di sana... kyknya mesti kesana deh week end ini hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bareng rombongan para supergirls dan superwomen kemarin itu lagi gak? :D

      Hapus
  11. ahhhh tidakkkk, aku nyesel nggak kenal ni blog dari dulu. keren uy #lebay #biarin :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mas ustadz udah mampir kemari...

      Hapus
  12. Maaf mas, saya kebetulan mau kemping dan memerlukan tenda. saya sudah cari ke berbagai tempat di kupang tapi tidak menemukan tempat peminjaman tenda. apa mas tau tempat peminjaman tenda di kupang? terima kasih sebelumnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Emang di Kupang belum umum usaha pinjam meminjam kecuali pinjam tenda kawinan hahahaha. Jadi pilihannya ya cuma pinjam ke teman yang punya tenda. Jangankan tenda, peminjaman kamera, lensa, alat snorkling saja gak ada di Kupang

      Hapus
  13. izin simak ya admin buat artikelnya, postingan yg bermanfaat sekali. terimakasih atas informasinya sangat bermanfaat

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya