Nyiur di pantai Hading, Kawaliwu |
Perbukitan dan nyiur di senpanjang Hading |
Ketenangan kali ini begitu tampak sempurna, sebuah sambutan kalimat pengganti selamat datang yang menyenangkan. Batu-batu kecil yang berserakan di sepanjang pasir hitam hanya sesekali direndam buih-buih tipis air laut yang menaikinya.
Beberapa pokok nyiur tumbang melintang di sepanjang garis pantai berbatu-batu. Bulan kemarin langit memuntahkan murkanya dengan hujan lebat, deru angin yang begitu kencang dan air pasang yang tinggi. Hempasan-hempasan keras semalaman itulah yang menciptakan pokok-pokok nyiur ini. Seingatku, bulan kemarin memang kondisi bulan berada di titik terdekat dengan bumi yang biasa disebut dengan "Supermoon" dan memancing air laut pasang lebih tinggi dari biasanya.
Kondisi seperti ini kadang mengingatkanku tentang rindu yang kadang mencekam, memenjarakan ke dalam kegelapan yang begitu pekat tak teraba namun kadang hilang begitu saja tak terasakan seolah mengingat perasaan saat itupun menjadi begitu sulit.
Senja berlatar bebatuan di pantai Hading |
Pasir di pantai Hading ini memang tak putih, itu lah mengapa tak terlalu menarik orang untuk datang dibanding tempat-tempat berpasir putih yang begitu berpadu dengan air laut sering memunculkan warna turquoise yang menggoda mata. Tetap tidak banyak menarik perhatian orang walaupun dari tempat ini matahari tenggelam kadang hadir begitu memukau, nyiurnya yang tinggi tumbuh di sepanjang garis-garis pantainya.
Seorang anak kecil berdiri di pinggir sumur menatapku. Mungkin kehadiranku sedikit banyak menarik perhatiannya karena mungkin tak banyak orang luar yang datang ke tempat ini. Mata kecilnya mengikuti gerakanku yang berpindah-pindah tempat mencari angle foto. Saat hendak kudekati entah kenapa dia berlari menjauh, pada saat itulah aku tahu bahwa tangannya cacat.
Lalu beberapa orang anak datang kembali membawa tempat-tempat air ke sumur itu. Seperti pernah aku tulis sebelumnya, di pantai Hading ini disepanjang pantainya banyak sumur-sumur dan airnya tawar bukan payau atau asin. Sumur-sumur ini tidak dalam malah beberapa kedalamannya tak lebih dari 1,5 meter, rupanya sumur-sumur ini digunakan untuk menangkap mata air bahkan kadang-kadang mata air yang keluar adalah air yang panas.
Tak ingin membuat penduduk sekitar yang mulai datang ke tempat ini untuk mandi aku melanjutkan perjalananku ke arah utara karena mataku tertarik dengan gugusan batuan dan ceruk dalam yang tampak di kejauhan. Aku sempat melihatnya sepertinya tempat menarik untuk didatangi. Setelah melewati garis pantai berpasir hitam aku mulai menaiki bebatuan yang berukuran besar. Namun sayangnya saat ini pantai sedang pasang sehingga langkahku terhenti beberapa puluh meter kemudian karena jalan di depanku hanya menyisakan batu-batu yang semakin terjal, sepertinya untuk menuju kesana aku harus menunggu saat laut benar-benar surut.
Seorang anak kecil berdiri di pinggir sumur menatapku. Mungkin kehadiranku sedikit banyak menarik perhatiannya karena mungkin tak banyak orang luar yang datang ke tempat ini. Mata kecilnya mengikuti gerakanku yang berpindah-pindah tempat mencari angle foto. Saat hendak kudekati entah kenapa dia berlari menjauh, pada saat itulah aku tahu bahwa tangannya cacat.
Lalu beberapa orang anak datang kembali membawa tempat-tempat air ke sumur itu. Seperti pernah aku tulis sebelumnya, di pantai Hading ini disepanjang pantainya banyak sumur-sumur dan airnya tawar bukan payau atau asin. Sumur-sumur ini tidak dalam malah beberapa kedalamannya tak lebih dari 1,5 meter, rupanya sumur-sumur ini digunakan untuk menangkap mata air bahkan kadang-kadang mata air yang keluar adalah air yang panas.
Tak ingin membuat penduduk sekitar yang mulai datang ke tempat ini untuk mandi aku melanjutkan perjalananku ke arah utara karena mataku tertarik dengan gugusan batuan dan ceruk dalam yang tampak di kejauhan. Aku sempat melihatnya sepertinya tempat menarik untuk didatangi. Setelah melewati garis pantai berpasir hitam aku mulai menaiki bebatuan yang berukuran besar. Namun sayangnya saat ini pantai sedang pasang sehingga langkahku terhenti beberapa puluh meter kemudian karena jalan di depanku hanya menyisakan batu-batu yang semakin terjal, sepertinya untuk menuju kesana aku harus menunggu saat laut benar-benar surut.
Nelayan yang pulang melaut |
Akhirnya aku menikmati turunnya matahari dari tempat ini. Menikmati warna kuning yang pelahan berubah menjadi merah dan menyisakan warna kuning di garis-garis awan tipis yang berlarik-larik. Senja seperti membawa cerita sendiri, seperti menelan kisah-kisah manusia yang menceritakan pergumulan pahit-manis kehidupannya kepada matahari senja dan memuntahkan kembali kepada manusia lainnya yang datang mendengarkan alur senja. Dan kisah senja tak pernah usai untuk dilihat dan didengarkan, karena selalu ada cerita bahagia dan nestapa yang dituturkan orang-orang yang datang menghampiri senja, dimana tempat lain sepertinya tak ada yang sanggup menampungnya.
Untuk yang ingin tahu lokasi tepatnya menuju ke tempat ini bisa melihat kembali di tulisan sebelumnya: Senja di Kawaliwu
Untuk yang ingin tahu lokasi tepatnya menuju ke tempat ini bisa melihat kembali di tulisan sebelumnya: Senja di Kawaliwu
Tes komentar..... moga google beres lagi
BalasHapusThis comment is tried run with Google Chrome