Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label Jawa Tengah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jawa Tengah. Tampilkan semua postingan

Rabu, 27 Oktober 2010

Tumpengan

Tumpeng adalah hidangan tradisional khas Jawa yang terbuat dari nasi yang dimasak bersama santan dan dibentuk menjadi kerucut yang menyerupai gunungan yang sekelilingnya dihias dengan sayuran dan lauk pauk.

Biasanya nasi tumpeng dihidangkan ketika ada acara seremonial/upacara tertentu, misalnya acara selamatan pernikahan, khitanan, bersih desa/merti bumi, bahkan untuk ulang tahun dan peresmian/pembukaan suatu tempat.
Puncak kerucut sebagai simbol Tuhan.Sayuran dan lauk pauk yang mengelilinginya sebagai simbol alam dan lingkungannya. Warna Kuning pada nasi menandakan tingginya kekayaan dan kemuliaan.

Falsafah tumpeng berkait erat dengan kondisi geografis Indonesia, terutama pulau Jawa, yang dipenuhi jajaran gunung berapi. Tumpeng berasal dari tradisi purba masyarakat Indonesia yang memuliakan gunung sebagai tempat bersemayam para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Setelah masyarakat Jawa menganut dan dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, nasi yang dicetak berbentuk kerucut dimaksudkan untuk meniru bentuk gunung suci Mahameru, tempat bersemayam dewa-dewi.

Sesungguhnya 'tumpengan' adalah istilah untuk sebuah acara dimana didalamnya disajikan nasi tumpeng, jadi tidak hanya untuk acara selamatan (kenduri) atau perayaan kebahagiaan semata. 
Dalam kenduri, syukuran, atau slametan, setelah pembacaan doa, tradisi tak tertulis menganjurkan pucuk tumpeng dipotong dan diberikan kepada orang yang paling penting, paling terhormat, paling dimuliakan, atau yang paling dituakan di antara orang-orang yang hadir. Ini dimaksudkan untuk menunjukkan rasa hormat kepada orang tersebut. Kemudian semua orang yang hadir diundang untuk bersama-sama menikmati tumpeng tersebut. Dengan tumpeng masyarakat menunjukkan rasa syukur dan terima kasih kepada Tuhan sekaligus merayakan kebersamaan dan kerukunan.

Beberapa acara tumpengan yang biasa ada di masyarakat antara lain:

  • Tumpeng Robyong - Dulu, tumpeng robyong disajikan untuk acara-acara besar seperti musim panen, mengusir penyakit, atau meminta hujan. Kini tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai. 
  • Tumpeng Nujuh Bulan - Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan saat memasuki umur tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang.
  • Tumpeng Pungkur - Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi.
  • Tumpeng Putih - warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral.
  • Tumpeng Nasi Kuning - warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya. Isinya tak beda jauh dengan ketentuan Tumpeng pada umumnya, tetapi biasanya ditambahkan perkedel, kering-keringan, abon, irisan ketimun, dan dadar rawis.
  • Tumpeng Nasi Uduk - Disebut juga tumpeng tasyakuran. Digunakan untuk peringatan Maulud Nabi. Tumpeng nasi uduk berupa tumpeng nasi gurih yang disertai ayam ingkung bumbu areh, lalapan, rambak goreng, dan gorengan kedele hitam.
  • Tumpeng Seremonial/Modifikasi - Tumpeng ini bisa dibilang ‘tumpeng suka-suka’, karena untuk Tumpeng yang ini tidak memperhatikan arti filosofi yang terkandung dalam Tumpeng. Biasanya Tumpeng ini menggunakan Nasi kuning, Nasi goreng dan nasi warna yang lain. untuk lauk pauknya menurut selera kita sendiri.
Foto dan teks: Arum Mangkudisastro
Editor: Baktiar
Baca keseluruhan artikel...

Selasa, 17 Juni 2008

Blora: Dari Pacaran Sampai Jagung Bakar

Pas malam minggu kemarin aku sempatkan jalan-jalan di sekitar alun-alun Blora. Bagi yang belum mengenal kota Blora, ini adalah kabupaten yang terletak di sebelah timur Semarang (ibukota Jawa Tengah) setelah kabupaten Grobogan. Kota Blora termasuk kota kecil di Jawa Tengah. Jadi jangan bandingkan kota Blora dengan kota-kota di Jawa Tengah yang tergolong besar seperti Solo, Tegal, Kudus dan beberapa kota lain. Catatan terakhir yang aku temui, kota Blora saat ini berpenduduk sekitar satu jutaan (ini angka kasar lho). Jika ingin mendapatkan gambaran teknis kota Blora, silahkan mengunjungi situs pemda Blora.

Sebagian orang lebih tahu Cepu (salah satu kecamatan di Blora) dari pada Blora sendiri. Ini seperti orang barat lebih mengenal Bali dibanding Indonesia sendiri. Blora juga sekarang terkenal dengan ukiran akar jati, untuk ukiran akar jati ini sudah sampai ke luar negeri. Hanya berhubung topiknya bukan itu jadi dibahas nanti saja.
 
Dibanding beberapa tahun lalu, kota Blora kalau malam sekarang tergolong ramai. Terutama di sekitar alun-alun kota. Hampir tiap malam, setengah alun-alun menjadi arena tempat permainan. Tentu saja untuk menikmati setiap permainan akan ditarik sejumlah bayaran. Sebagian alun-alun yang banyak ditumbuhi pohon palem (masih belum besar) menjadi tempat asyik buat anak-anak muda dengan segala aneka kesibukannya. Beberapa kelompok anak muda sering menggunakan alun-alun ini sebagai tempat berkumpul. Nantinya dari sini mereka baru merencanakan handak apa, bahkan sering kali mereka menjadikan alun-alun tempat ngumpul. Terutama malam minggu, maka bisa dipastikan kamu akan menemui banyak muda mudi baik yang berpasangan maupun sendiri. Jadi selain untuk ajang pacaran, tempat ini tanpa disadari telah menjadi tempat untuk mencari pacar. Kalau ingin cuci mata, silahkan ke sini. Aku tanggung ceweknya cantik-cantik, yah tentu saja yang cantik toh. Tapi yang pacaran jangan lirak-lirik cewek lain yang lewat atau hari itu juga alamat pacarannya bubar. Ah, sempat juga mata ini terpaku ke seorang cewek yang aduhai cantiknya. Matanya itu lho bikin keder iman tapi sayang sudah ada yang megang alias ada pacarnya ha.. ha.. ha..
Untuk yang hobi makan jangan kuatir, Blora juga memiliki banyak tempat makan yang representatif (menurut ukuran kantongku) untuk menikmati makanan. Rata-rata harganya tidak membuat kantong kempes. Yang pertama dan pasti sudah banyak dikenal adalah sate ayam Blora. Sate ayam berbumbu kacang ini paling mudah ditemui di sebelah utara pasar kota Blora atau sebelah selatan alun-alun kota Blora. Rasanya............ coba sendiri, karena bukan maniak penikmat daging jadi terasa enak tapi tidak ada yang luar biasa menggigit lidah.
 
Justru aku sempat terkesan dengan jagung bakar yang kebetulan sempat mampir, namanya jagung bakar R3 (Reno-Reno Roso). Dalam bahasan Indonesia, mungkin pasnya diterjemahkan Macam-Macam Rasa. Memang betul, di sini jagung bakar disajikan dalam berbagai aneka rasa, dari rasa sapi panggang sampai rasa garam thok juga ada (yang terakhir tidak ada ding, cuma bercanda). Aku sendiri sempat mencicipi jagung bakar keju bumbu pedas yang ternyata rasanya nikmat dan cukup pedas. Ternyata penjualnya menggunakan jagung manis yang katanya lagi diambil dari Semarang. setelah diusut kenapa tidak menggunakan jagung manis lokal, kata penjualnya jagung manis lokal bogang-bogang (istilah penjual ini saya terjemahkan jagungnya isinya tidak utuh). Mungkin karena tidak cocok tanahnya sehingga hasil jagung di Blora kurang bagus. Menurut penjualnya, jagung manis bisa tumbuh bagus di daerah yang berhawa dingin seperti daerah Bandungan di Semarang (ini juga pengakuan sepihak penjual jagungnya).
Blora sekarang memang beda oooyyy.......
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya