Menonton Pacuan Kuda di Baubau
|
Kuda-kuda berlomba di lintasan, saling mengejar bahkan nyaris bersenggolan |
Bagaikan peluru yang terlepas dari pistol, kuda-kuda itu langsung melesat sesaat pintu startgate terbuka meninggalkan debu-debu dan bahkan batu-batu kecil yang berterbangan oleh sentakan kaki-kaki kuda. Kuda-kuda meninggalkan jejak panjang debu yang memenuhi arena dan teriakan-teriakan penonton mendukung jagoannya masing-masing bagai koor panjang penuh gemuruh. Joki-joki seolah menempel di punggung kuda mereka yang berlari layaknya terbang untuk satu tujuan, yang pertama menerobos garis finis.
|
Perjuangan di start awal yang sangat sengit |
Tak banyak pengaman, bahkan beberapa anak kecil yang menjadi joki hanya mengenakan seragam lomba dan penyangga siku saja. Umur mereka masih sangat muda, tidak ada yang lebih dari 15 tahun dengan tubuh yang rata-rata kecil. Namun keberanian mereka menunggangi kuda-kuda pacu ini sungguh luar biasa bahkan dengan perlengkapan keamanan yang sangat minim seperti itu. Namun yang menyedihkan, ketangguhan anak-anak ini tak sebanding dengan penghargaannya. Tunggulah pengumuman dari setiap peserta perlombaan diumumkan dari pengeras suara oleh seorang host. Setiap peserta akan diumumkan nama kuda dan nama pemilik kuda yang akan bertanding. Nama peserta cilik itu? Simpan kebanggaan menjadi joki itu untuk sesama teman mereka saat mereka berkumpul bersama disekolah. Jangan pikirkan antara Valentino Rossi atau Jorge Lorenzo dengan Yamaha, nama mereka memang lebih di depan dari tunggangan nya tadi tidak dengan joki-joki ini.
Mas Joni Trisongko, dan mas Fahrul Marto yang punya hajat mengajakku menonton pacuan kuda di Babau saat ketemu di pameran Matahati. Saat itu tujuan kita sama, mau menghadiri sesi seminar dengan salah satu travel photographer yang sudah terkenal: Valentino Louis. Kalau kalian mau berkenalan dengannya bisa akses blognya di Wanderer in Wonderworld. Aku sama sekali tidak tau kalau di daerah Babau sudah dijadikan tempat penyelenggaraan pacuan kuda tahunan. Tentu saja kesempatan itu tidak aku sia-siakan, setidaknya membayar kegagalanku menonton pacuan kuda di Sumba Timur.
|
Kuda-kuda melesat begitu cepat |
Kami memilih berangkat selepas siang karena acara dimulai setelah jam dua siang. Selain mas Joni, dan mas Fahrul, juga ikut dalam rombongan mobil Erwin Yuan, dan Eddy 'Krumpeng' serta temannya. Cuaca kubayangkan pasti panas sekali, dan memang seperti itulah yang kurasakan begitu turun dari kendaraan. Hawa panas dan debu yang beterbangan langsung menyergap kami. Mobil mas Fahrul pun bahkan sebagian sudah berubah menjadi putih oleh debu. Untung aku cukup siap dengan kondisi ini. Sebuah topi ranger dan penutup hidung telah terpasang.
Sebuah tribun tunggal aku akan berpikir dua kali untuk duduk di atasnya pelahan-lahan mulai dipenuhi para penonton. Pikiranku tentang tribun penonton itu sama dengan pemikiran teman-teman lain. Walaupun baru, tapi bentuk dan material yang tampak seperti itu tidak pas untuk menjadi tribun, bahkan aku berpikir, mungkin sebuah angin dan hujan kencang beberapa kali saja akan dengan mudah merontokkan tribun yang berdiri dengan dua tiang penyangga kecil untuk atapnya. Lintasan pacuan kuda pun adalah bangunan sementara yang dibatasi dengan pagar dari bambu campur kayu. Lagi-lagi aku berpikir, seekor kuda yang keluar arena dan menabrak pagar pembatas itu pasti akan dengan mudah merusakkannya. Mas Joni pernah bilang, dulu pernah ada kejadian kuda yang saat di tikungan tidak bisa dikendalikan sehingga berlari lurus dan menabrak pagar kayu pembatas.
|
Anak-anak, menonton dari atas bak truk kuda |
Sebuah startgate ditarik masuk ke dalam arena pacuan. Satu demi satu kuda dimasukkan ke dalam startgate lewat pintu belakang. Dan setelah kuda-kuda itu masuk, maka joki-joki kecil yang sudah berdiri di samping startgate mulai menaiki kuda mereka masing-masing. Beberapa kuda tampak gelisah saat masuk ke dalam startgate yang memang memuat pas dengan tubuh mereka. Beberapa kuda harus di tahan karena berusaha mendorong pintu startgate yang masih terkunci. Entah karena mereka tidak nyaman ataukah memang naluri berlari mereka sudah demikian kuat-nya. Begitu aba-aba dimulai dan pintu startgate terbuka, serempak 6 kuda melesat bak kilat menerjang keluar. Sorak penonton langsung membahana bersamaan dengan keluarnya para kuda itu, mereka seolah tak peduli dengan debu berwarna putih yang ditinggalkan oleh kuda-kuda itu memenuhi lintasan pacuan.
|
Debu beterbangan di sepanjang arena pertandingan |
Dan memotret kuda dengan lari secepat ini juga bukan hal mudah. Baru kali ini aku memotret pacuan kuda yang bergerak dengan sangat cepat seperti ini. Beberapa settingan awal yang aku kira cukup ternyata belum cukup cepat untuk menangkap laju kuda yang melesat begitu kencang seolah terbang. Aku bahkan tak melihat apakah mereka sempat menjejakkan kaki ke tanah kecuali tanda beberapa tanah keras yang berlubang. Begitu sengit para kuda ini berlari saling mendahului, bahkan di beberapa tikungan tampak kuda-kuda mereka nyaris saling menempel saking dekatnya. Begitu kuda berlari keluar, startgate langsung dipindahkan ke samping karena lokasi startgate juga akan menjadi lokasi finis untuk 4 sesi ini. Dua sesi terakhir barulah terjadi perubahan lokasi startgate yang dipindahkan setengah lapangan ke ujung lain dari sisi tribun. Artinya dua sesi terakhir harus menempuh jarak satu setengah lap untuk memenangkan pertandingan.
Sayangnya, sepertinya pertandingan kuda tahunan ini belum berhasil banyak menarik minat penonton dari luar daerah walaupun ajang pacuan kuda ini telah dijadikan salah satu destinasi wisata bagi Pemerintah Kabupaten Kupang. Entah ketidak seriusan menggarap potensi wisata ini ataukah kurangnya promosi yang baik, karena selain penonton yang sebagian besar penduduk lokal dan penonton non lokal rata-rata mengetahui ajang pacuan kuda ini dari cerita teman lainnya yang telah terlebih dahulu tahu tentang pacuan ini. Bahkan fasilitas untuk menikmati pacuan kuda ini terbilang masih minim sekali.
Dan lagi-lagi pemandangan sampah masih menjadi pemandangan yang jamak yang aku lihat di setiap lokasi yang menjadi pusat keramaian. Botol-botol air mineral dibuang bahkan sampai ke dalam lintasan pacu oleh penonton yang tidak peduli akan kebersihan.
:: Daerah Babau adalah salah kelurahan yang masuk ke dalam kecamatan Kupang Tengah, yang berjarak kira-kira 30 km dari Kota Kupang dengan jarak tempuh tak lebih dari 30 menit jika kondisinya lancar ke arah SoE dengan kondisi jalan mulus (jalan negara). Pertigaan persis sebelum Polres Kabupaten Kupang masuk ke dalam sekitar 2 km dengan kondisi jalan tanah putih masuk ke daerah Lifu Batu.
Kecil2 dah jago jadi joki yaaaa :-)
BalasHapusKan kasian kudanya kalo yang jadi joki orang segede om Cumi hahaha...
HapusKalo saja semua kendaraan kembali menggunakan kuda atau hewan lainnya Toko Pria Dewasa pasti gak ada polisi yah..
BalasHapusEeh polusi maksudnya :D
Dan gak usah bikin jalan raya wkwkwkwk
Hapusmantap pacuan kudanya
BalasHapuspengin nonton aku
ayoo gan, di sini tiap tahun acara pacuan kudanya
Hapuskereen! masih kecil tapi berani naik kuda gitu :O
BalasHapusKalau untuk balapan memang harus yang kecil biar ringan jadi kudanya bisa melesat tanpa beban
Hapus