Wiii... wwiiii... celetukan Al disepanjang jalan naik ke arah bukit terdengar sama kerasnya dengan bunyi motor yang menggerung keras. Jalan dari tanah liat ini sebagian terbelah membentuk rengkahan panjang seperti parit yang dalam menyisakan sepotong jalan tak lebih lebar dari setengah meter. Rengkahan ini sepertinya terbentuk oleh aliran air ini hujan keras beberapa minggu lalu. Jalan menanjak dengan kondisi itu, karuan saja membuat Al sukses tegang merasakan kengerian jika motorku sampai terperosok ke dalam rengkahan itu. Untungnya jalanan dari tanah liat yang sedang kering bukan pasir atau bebatuan yang pasti akan lebih susah.
Jalan yang Bukan Rekomendasi Mbah Gugel
Selepas menuruni sungai tadi kami memang diarahkan sama pemilik warung untuk belok ke kanan. Saat ini kami memang mengandalkan informasi penduduk yang kami temui karena mbah Gugel sudah gak sepakat, jadi kami putus sementara. Iya lah putus wong sinyal udah megap-megap gak jelas. Bisa dibilang jalan ini sedikit nekad karena kami anggap arahnya menuju arah balik ke Kupang jadi sayang kalau dilewatkan.
Jalan yang kami lewati jelas tak ada dalam jalur yang direkomendasikan Google Maps karena jalur dari pantai Teres langsung naik ke atas bukit sudah lama dihapuskan dari petunjuk jalan. Jalur ini jelas susah untuk dilewati saat hujan. Itulah kenapa aku menyebutnya "kami beruntung", karena jika tidak ada jalur ini mungkin Fatubraun sudah aku coret dari daftar. Google Maps saja menawarkan jalur dari Teres ke Fatubraun memutar balik dengan jarak dua kali lebih jauh dari jalur yang sekarang aku lewati.
Kami sempat berhenti sebentar di salah satu bukit untuk sekedar melepas rasa pegal di tangan. Berjibaku melewati jalan seperti ini memang bikin tangan cepat kram. Untungnya jarak ke bukit Fatubraun tidak jauh lagi. Untungnya bulan-bulan ini rerumputan dan pepohonan masih hijau dapat kami gunakan untuk berteduh. Gak terbayang panasnya jika kami datang saat bulan Oktober atau November.
Mungkin karena hari Minggu, sampai di lokasi tempat kita parkir motor hanya tampak dua motor saja. Suasana tempat parkir bisa dibilang adem karena dipenuhi pepohonan. Aku berempat bareng Imam, Trysu dan Al naik mengikuti jalur jalan yang ditandai dengan batang kayu yang diikat antar pepohonan yang juga berfungsi sebagai pegangan. Sekitar sepuluh menit kami sampai di puncak pertama. Pemandangan dari tempat ini adalah view pantai Buraen ke arah Timur. Seandainya saja aku di tempat ini saat pagi hari tentu akan mendapatkan pemandangan pagi yang keren sekali. Ada beberapa titik yang punya spot view menarik, semuanya ke arah matahari terbit.
Dari titik spot pertama ke puncak Fatuleu tak lebih dari sepuluh menit. Jika disepanjang jalan kondisinya jalan tanah, maka beberapa meter menuju puncak barulah benar-benar memanjat dinding batu. Tidak terlalu tinggi dan juga tidak terlalu sulit.
Yang pasti pemandangan dari Puncak ini jauh lebih lapang. Jika di titik spot pertama yang tampak adalah pantai Selatan ke arah Timur maka di puncak bukit bisa puas memandang Laut Selatan yang membentang dari Timur ke Barat. Tapi di Puncak ini tidak bisa dinaiki banyak orang karena memang tidak terlalu luas.
"Mas Beki, ikutan difoto dong biar ada buktinya".. Bah kalimat itu memang paling sering keluar dari mulutnya Imam. Padahal dari dulu aku memang males kalau ikut masuk frame, cukuplah aku yang memotret orang. Biar mulutnya mereka gak bawel bolehlah sekali-kali masuk frame biar bisa dianggap eksis. Terpaksalah aku harus memasang kamera di tripod yang sudah rapi-rapi aku packing. Huaassuuu, nih anak sekarang demen nongol di kamera. Untungnya pemandangan dari Puncak apik jadi muka-muka kita gak terlalu jadi gangguan.
Fatubraun VS Fatuleu
Fatubraun, bukit batu karang itu sukses kemasukkan ke dalam daftar wishlist-ku. Beberapa orang yang pernah kesana cenderung membandingkan antara bukit Fatubraun dengan bukit Fatuleu. Keberadaan Fatubraun memang mulai dikenal setelah Fatuleu mulai diakrabi traveller. Menawarkan pemandangan serupa: bukit terjal dari batuan karang. Lalu apa perbedaan antara Fatuleu dan Fatubraun?
- Fatuleu berada di ketinggian, dari titik masuknya saja memiliki ketinggian 800 mdpl. Bandingkan dengan Fatubraun yang pada tinggi puncaknya saja tidak sampai 400 mdpl. Itulah kenapa saat pagi atau sore Fatuleu kadang masih sering diselimuti kabut.
- Walau dari puncak sama-sama dapat melihat laut, Fatuleu hanya bisa melihat laut sisi Barat. Jadi di atas puncak Fatuleu, di sisi barat yang kita lihat adalah pemandangan teluk Kupang. Sedangkan Fatubraun bisa melihat laut dari sisi Timur. Karena memang berada di dekat pantai Selatan Kupang, kita lebih mudah melihat pantai Selatan yang memanjang dari timur ke barat.
- Tingkat pendakian jelas lebih sulit di di Fatuleu dibanding Fatubraun. Walaupun jalan masuk ke Fatuleu telah dibangun tangga namun tetap waktu tempuh sampai ke puncak rata-rata satu setengah jam. Jika fisiknya anak-anak muda yang biasa naik paling cepat juga sekitar satu jam. Bandingkan dengan Fatubraun yang bisa ditempuh santai tak lebih dari setengah jam dari kami memarkir motor.
- Jalur jalan naik ke Fatubraun lebih didominasi tanah berbeda dengan Fatuleu yang kondisinya penuh bebatuan walaupun di dalam hutan sekalipun. Karena hal itu, di bagian atas Fatubraun masih banyak lokasi yang rata dengan pepohonan yang rindang. Jadi bisa digunakan untuk berkemah. Lain dengan Fatuleu, nyaris tidak ada satupun tempat yang rata jadi tidak mungkin membangun tenda di atas gunung Fatuleu. Bahkan menemukan tempat yang bisa menyelonjorkan kaki adalah keberuntungan di Fatuleu.
Apa Yang Dilakukan Disana?
Dengan beberapa kondisi yang aku jelaskan di atas, ada beberapa hal yang bisa kita lakukan di bukit Fatubraun:
- Kemping di atas bukit. Di dekat parkiran adalah salah satu tempat yang enak buat kemping, selain suasananya yang rindang, banyaknya pepohonan juga membuat kita lebih aman pada saat hujan plus pohon-pohon besar untuk memasang hammock. Tapi aku sendiri lebih memilih spot puncak pertama karena selain memiliki tempat yang landai juga adanya area yang lapang. Tempat strategis untuk menikmati indahnya bintang saat malam.
- Spot untuk melihat matahari terbit. Karena di puncak pertama adalah dinding tebing tegak lurus menghadap ke Timur maka jika spot matahari terbit dari tempat ini adalah salat satu yang sayang jika terlewatkan. Dan satu lagi, matahari terbit itu tidak muncul dari bukit tapi dari ufuk pantai.
- Spot untuk melihat galaksi Milkyway. Seperti kubilang, dengan adanya puncak yang landai dan terbuka menghadap ke Timur dan Selatan tentu penampakan galaksi Milyway akan lebih mudah terlihat. Tanpa polusi cahaya, kondisi langit yang cenderung lebih cerah dan kecil kemungkinan ada gangguan kabut.. apa lagi yang kurang untuk melengkapi daftar agar galaksi Milkyway bisa tertangkap indah di kamera?