Halaman

Senin, 16 November 2015

Kopi dan Senja: Pantai Walakiri

Bermain kerjar-kejaran di  Pantai Walakiri
Pasir putih berlekuk-lekuk memanjang, jajaran pohon kelapa, air laut yang bening berwarna biru kehijauan. Tiga alasan itu cukup menjelaskan mengapa pantai Walakiri layak dikunjungi. Kalau gak ada sampah sama sekali, aku rela kasih tunjuk jempol tangan, kalau perlu naikkan jempol kaki juga biar kalian yakin kalau tempat itu potensial banget buat dikembangkan. Dan pastinya, pantai Walakiri tidak jauh dari kota Waingapu plus kondisi jalannya yang udah bagus (ada juga yang jelek tapi lagi ada perbaikan,nanti kalau sudah selesai di jamin ke lokasi ini mulus luuusss..

Suasana menjelang senja di pantai Walakiri
Dan satu lagi, sampahnya belum banyak. Entah kalau setelah ini wisatawan ramai-ramai membuang sampah di sana. Memang sorenya, aku dan Trysu sempat bersihin lokasi dari sampah plastik bekas air minum. Biasalah, sampah dari wisatawan kelas jelata yang cuma pintar datang sok menikmati pantai trus dengan seenak udel (itu pun kalau udelnya masih ada) ke sekitar pantai. Dan gara-gara bersihin sampah itu aku malah justru ketinggalan keong lima jari yang aku dapetin dari sekitar pantai. Pantai Walakiri ini justru menjadi lokasi pamungkas yang baru aku ketahui sehari sebelum balik. Kok bisa? Ya itulah kalau pikirannya muluk-muluk mau ke tempat-tempat yang jauh-jauh seperti pantai Watu Parunu, pantai Tarimbang sama air terjun di kawasan cagar alam Wanggameti, akhirnya justru melewatkan lokasi-lokasi bagus yang ada di sekitar Waingapu. Untungnya saat lokasi lainnya batal, ada usul dari salah satu temen di Dinas Pendapatan buat mengunjungi pantai Walakiri. Padahal kalau udah bingung mau kemana lagi ya ujung-ujungnya nanti ke pantai Puru Kambera lagi. Ya gak bosen juga biarpun udah ulang-ulang ke pantai Puru Kambera, tapi kan sayang kalau ada lokasi lain yang bisa dijelajahi kok cuma kesitu-kesitu lagi.. lagi-lagi kesitu...situ kelagi-lagi.. gila-gila situ ke... mbuh...
 

Asyik bermain di pantai Walakiri
Pokoknya kalau mau ke tempat wisata di daerah Sumba ya begitu.. begitu gimana? Ya gitu itu, musti tanya terus sama penduduk. Pokoknya kalau mulai gak yakin benar apa gak jalannya, mulailah cari penduduk yang kamu temui di jalan untuk cari tahu.. bisa tahu goreng, tahu bacem, apa sajalah. Kok bisa? Ya bisa, gak ada papan petunjuk, jalan juga gak punya tanda khas. Aku saja kalau mau ke tempat ini tetep harus nanya lagi kok.
Akhirnya sekitar jam empat, aku dan Trysu sampai di tempat ini. Lho kok akhirnya trus permulaannya gimana nih. Harus cerita permulaannya gitu ya, gak boleh langsung akhirnya gitu? Bete ah cerita pakai permulaan segala, terlalu mainstream. Permulaannya sama saja kok: dari ketiadaan dan kegelapan pekat lalu buumm!!! terjadi bigbang yang menciptakan jagat dan segala isinya. Halah...


Pohon bakau di pantai Walakiri senja hari
Jalan masuk dari jalan raya gak lebih dari satu kilometer, gak percaya hitung sendiri. Suasana pertama yang kami tangkap ya sejuk karena jajaran pohon kelapa di sepanjang pantai. Aku lewat di samping sebuah bangunan kayu masih tahap konstruksi. Kalau melihat desainnya yang atapnya unik memanjang, kelihatannya bakal dibangun semacam pondokan wisata. Suasana pantai sendiri tampak ramai. Ada rombongan wisatawan entah dari mana (nanti waktu dari ngobrol aku tahu kalau mereka dari Jakarta).

Begitu melewati pepohonan kelapa, barulah tampak pemandangan pasir putih memanjang. Karena sekarang baru surut, pasir putih tampak lebih jauh ke tengah, dan menariknya pasir putih ini tidak berbentuk rata memanjang sepanjang pantai. Ada beberapa titik yang pasir putihnya menjorok ke arah laut. Lekukan-lekukan pasir itu lah yang menjadi tempat bermain banyak orang. Pantai ini rupanya dangkalnya jauh sehingga di sepanjang pantai, air yang tampak berwarna biru cerah kadang kehijauan.


Pasir putih berlekuk-lekuk yang khas di pantai Walakiri
Wih, pokoknya kalau orang bule di kasih pondok di sini pasti demen banget.. Iyalah, aku juga kalau dikasih pondok gratis di sini juga mau.. goblok banget kan nolak gratisan.
Coba jalan-jalan ke arah Timur eh nemu bule cewe sedang berjemur.. sendirian lagi. Eh bukan sendirian ding tapi ada temennya. Gak usah dibahas bule berjemur ah, pakaian dijemur aja juga gak pernah dibahas kok kecuali nanti kalau dijemur musim hujan. Mulai sore mulai tuh pengunjung pada menghilang. Nah itu bedanya kita sama pengunjung umum, justru sore itu yang ditunggu. Sialnya pas saat balik ke tempat semula ternyata cuma pengunjungnya yang balik tapi sampahnya ditinggal. Bukannya di tinggal di tempat sampah tapi di sekitar pantai. Pasti mereka lapar makanya gak fokus jadi lupa tempat sampah. Atau jangan-jangan mereka amnesia sesaat, entahlah.. yang pasti aku dan Trysu akhirnya melakukan kerja bakti sebentar buat bersih-bersih pantai.
 

Pepohonan bakau saat senja
Matahari mulai menghilang di balik pepohonan bakau, karena surut aku mengajak Trysu ke arah batas luar bakau karena aku melihat anakan pohon pakau yang tumbuh unik. Akarnya tampak seperti bakau yang sudah besar namun daunnya sedikit seperti bakau yang baru tumbuh.
Sempet disapa cewe yang kayaknya guide dari rombongan yang masih tersisa. Katanya sebagian rombongan sudah balik tinggal beberapa orang yang masih tinggal. Orangnya ramah dan asyik, sayang aku lupa nanya namanya. Kebiasaan nih, aku gampang banget ngobrol asyik sama orang yang sama sekali baru tapi sering gak nanya hal-hal simpel kaya nama.

Tak lama tuh cewe sempet ikut ke arahku sama ngajak gang-nya, yang ternyata para mak-mak... hahaha bukan mak-mak pake sirih pinang lho, lebih tepatnya cik-cik yang udah mateng.. sebagian mateng pas petik pohon sebagian kematengan dah udah jatuh di pohon hihihihi... Kalau aku sibuk moto pohon bakau berlatar sunset, kalau cewe itu sibuk moto mak-mak pengganti pohon bakau berlatar sunset.
 

Kalau kira-kira aku ikut foto bareng mereka, kira-kira kayak brondong lagi dijepit tante-tante gak ya? Udah gak usah dipikirin, aku sendiri males mikirin kok.
 

Langit mulai gelap, jadi aku dan Trysu mulai deh gelar dagangan nyiapin kompor dan sejenisnya buat masak air. Segelas kopi dan senja.. dan semangkuk mie rebus, oooo... hidup menyenangkan itu simpel kok ternyata. Apalagi tinggal kita berdua, selaksa pantai ini milik pribadi. Pikiran mesum? Gak lah, Trysu itu jelas mahluk cowo kategori asli tanpa campuran.. najis berpikiran mesum sama cowo hueeekk...


Galaksi bimasakti di pantai Walakiri
Dan malemnya, duh lagi-lagi aku bersyukur menikmati malam di tempat-tempat seperti ini. Bintang-bintang jadi kelihatan jelas, bahkan galaksi Bima Sakti begitu jelas terlihat memanjang memotong utara dan selatan. Walau kalah di kamera minimal mata bisa sepuasnya menikmati momen langit seperti ini.
 

Oh iya lupa.. Pantai Walakiri itu terletak di Sumba Timur ya, kira-kira 26km dari kota Waingapu. Arahnya ikuti aja jalan menuju ke Bandara, nanti sampai di sana tinggal beli tiket pulang.. bukan ding, ambil jalan samping bandara ikut terus ke arah timur, itu arahnya sama dengan jalan menuju pantai Watu Parunu. Kalau pakai motor kayak aku paling setengah jam udah nyampai, tapi nanti jalan udah full bagus semua sekitar dua puluh menit juga udah bisa nyampai kok. Patokannya setelah melewati tiga jembatan nanti akan ketemu bangunan sekolah, belok ke arah kiri ya. Cuma kalau ketemu sekolah jangan sok yakin langsung belok kiri takutnya itu sawah nanti malah masuk ke parit. Jangan lupa tanya penduduk untuk memastikan kalau mereka itu penduduk bukan hantu, eh bukan tanya lokasinya...

8 komentar:

  1. Pepohonan bakaunya itu pas banget dengan panorama senjanya.
    saya sudah lama tidak menikmati senja dari bibir pantai. need #vitaminsea

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pohon bakaunya memang unik apalagi kalau dapat view matahari saat senja

      Hapus
  2. Jadi kamu di kejar ama ci2 gitu yaaaa, aihs laku niyeeeee hahaha

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak kok suer ewer-ewer.. mereka tuh cuma ngikut buat moto selpie doang.. aku-nya mah dicuekin hehehehe..

      Hapus
  3. "Pepohonan bakau saat senja", ganteng sekali, seganteng diriku :)
    Btw itu pasirnya kok bisa gt ya, apa karena efek air yg tertiup angin?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wah ternyata gantengnya kayak pohon bakau ya hihihi... iya tuh, pasirnya berlekuk-lekuk tapi gak sepenuhnya angin karena di tempat lain tidak ada model beginian

      Hapus
  4. Pantai Walakiri bagus sekali di waktu senja. Memang luar biasa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Tempatnya emang keren sore atau pagi.. sekarang tempat ini tanahnya sudah banyak dibeli orang luar/perusahaan

      Hapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!