Halaman

Minggu, 16 Agustus 2015

Akhirnya Liburan Bareng Anak-Anak (1)

senja, SoE
Mampir menikmati pemandangan sore di jalan tanjakan baru menuju ke SoE
Libur lebaran tahun ini rencananya ke Jakarta, maklum anak-anakku terutama di kecil gembul belum pernah jalan ke Jakarta. Kebetulan neneknya juga udah kangen liat cucunya udah segede apa. Sayang tiket yang udah dibeli dari tiga bulan sebelumnya kandas hanya karena tepat hari Hyang bersamaan dengan hari raya Idul Fitri semua penerbangan dari dan ke atau lewat Surabaya dibatalkan. Apa lagi kalau bukan karena gunung Raung yang semula cuma meler-meler ingusan sama sekali-kali bersin akhirnya meletus. Pembatalan penerbangan ini memang sudah aku ketahui malamnya saat mencoba check-in secara online dan selalu gagal.
Pagi-pagi aku bareng bini coba ke bandara untuk memastikan perubahan jadwal. Aku memang tidka berminat membatalkan penerbangan karena ribetnya proses kembali uang (pengalaman dulu bisa dua bulan baru kembali). Itu pun dari awal, pihak maskapai menyatakan kalau pengembalian bukan langsung kepada pembeli tiket tapi kepada agen tepat aku membeli tiket. Padahal aku pesen tiket juga lewat online. Karena memang ketersediaan tiket pengganti agak jauh mendekati batas akhir cuti bersama, akhirnya aku memilih memindahkan waktu yang lebih longgar, kasihan kalau anak-anak liburannya hanya sebentar saja.
air terjun oehala
Karena dingin pagi, air terjun malah jadi terasa hangat
Sekarang masalahnya karena memang udah niat mau lebaran di Jakarta jadi tidak menyiapkan makanan sama sekali. Sementara kalau tetap tinggal di rumah siap-siap saja ketemu dengan tuyul-tuyul kecil yang akan menyambangi rumah untuk ikut berhari raya. Lewat pertimbangan singkat akhirnya aku dan istri memutuskan akan berlebaran di Atambua, kota kelahiran ibunya.
Gak mudah, karena pengalaman sebelumnya anak-anak mabuk berat waktu naik kendaraan bareng Abah Aswar (bapak besar-nya). Jarak tempuh Kupang-Atambua yang sekitar 300km dengan beberapa medan naik dan turun SoE yang penuh tanjakan dan kelokan tentu bukan jarak yang menyenangkan untuk dijalani anak-anak. Tapi perjalanan ini harus aku lakukan lagi terutama untuk membiasakan anak-anak, tapi penting juga membuat mereka nyaman dengan perjalanan darat. Dan hari itu aku harus bisa membuktikan ke anak-anak bahwa perjalanan darat itu tetap bisa menyenangkan. Sebenarnya abah Aswar menawarkan jalan bareng besoknya, tapi anakku yang cewe udah kasih pesan duluan, jangan jalan bareng abah ya ayah. Rupanya dia masih trauma dengan mabuk berat dulu itu.
sisi lain air terjun oehala
Sisi lain air terjun Oehala
Setelah packing-packing kayak orang pindahan (pindah rumah tiga hari), sekitar jam satu siang mobil merah "Baleno"-ku akhirnya meluncur ke arah SoE. Aku memilih jalan santai, di beberapa tempat aku memilih berhenti terutama jika anak-anak merasa jenuh atau agak pusing. Walhasil, jam lima seperempat sore mobilku baru sampai ditanjakan jalan baru SoE. Lumayan buat istirahat sekaligus menikmati senja. Ada beberapa mobil dan motor yang juga berhenti disana menikmati senja. Terutama tentu saja beberapa anak muda yang siap pose salam dua jari kepala miring. Jaman selfie dan medsos sekarang menjadikan setiap tempat yang menarik dengan cepat menjadi magnet para nyamuk-nyamuk muda ini untuk berkerumun dan berselfie ria.. bedo karo jamanku (jamanku kamera muahaaall, medos juga gak ada yang kenal).
Ternyata penginapan di sekitar SoE banyak yang sudah penuh, ini semua di luar perkiraanku. Setelah cek-cek hotel, akhirnya baru dapat di hotel Blessing. Hotel yang masih tergolong baru terletak di dekat pom bensin pertigaan masuk menuju Kota SoE. Cuaca SoE bulan Juli memang terasa dingin daripada bulan-bulan biasa sehingga aku dan bini memutuskan untuk tidak keluar kamar. Untung persiapan makanan komplit jadi cukup makan di kamar saja. Kebetulan pula aku mendapatkan kamar di lantai 2 yang berhadapan dengan restoran jadi bisa ambil air minum kapan saja 24jam.
Pagi-pagi setelah makan pagi, aku ajak anak-anakku mampir ke air terjun Oehala. Dengan jarak yang tidak lebih dari 15 km, aku tidak perlu bergegas meninggalkan hotel. Seperti biasa aku harus ekstra mengawasi Deva, karena si bungsu ini semangat eksplore-nya tinggi kalau melihat tempat baru. Aku harus sedikit menebalkan telinga saat mendengar teriakan-teriakan ibunya yang ibunya yang sibuk memperingatkan si bungsu.


Border gate Indonesia-Timor Leste
Menuju gerbang masuk ke Timor Leste
Kakaknya juga semangat sekali, dia turun lebih cepat mendahului ibunya untuk sampai ke air terjun. Dia juga yang pertama kali memasukkan kakinya dan berteriak kalau airnya hangat, padahal itu hanya efek karena cuaca SoE pagi hari yang dingin. Aku saja tidak perlu menghidupkan AC mobil sepanjang perjalanan kesini. Kakaknya yang menyelupkan kaki duluan, tapi adiknya yang semangat mandi sampai lepas baju semua alias bugil.
Baru menjelang siang aku kembali melanjutkan perjalanan ke Atambua. Perjalanan dari SoE menuju Kefamenanu memang berupa turunan tapi aku tetap berkendara lambat karena banyaknya tikungan yang cukup berbahaya. Yang agak lumayan cepat setelah melewati kota Kefamenanu karena jalur disitu tidak banyak tikungan tajam. Aku sampai di Atambua sebelum Maghrib. Walaupun kadang-kadang anak-anak minta berhenti sebentar karena sedikit pusing, namun untungnya selama perjalanan ini mereka tidak pernah mengalami mabuk. Perjalanan pun terasa lebih menyenangkan, walaupun Deva justru mulai pengen pulang saat perjalanan mulai terasa jenuh. Kota yang pernah menjadi lokasi film dari Riri Reza "Atambua 39° Celsius" menjadi kota jarak tempuh terlama yang pernah dijalani anak-anak via jalur darat.
Perjalanan berbahaya justru dirasakan anak-anak saat kembali dari berlibur ke pantai di daerah Atapupu. Perjalanan kembali melalui jalur Haliwen yang melewati bukit-bukit terjal berbeda jauh dengan perjalanan berangkat melalui daerah pantai. Beberapa titik jalan ternyata banyak yang sudah rusak parah bahkan banyak yang telah longsor. Yang paling menegangkan tentu saat melewati bukit yang jalannya telah longsor menyisakan jalan penuh bebatuan besar dan patahan-patahan. Sedan yang memang tidak dirancang untuk kondisi jalan seperti ini terang saja menjadi kesulitan melintasinya. Beberapa kali istriku harus turun untuk membantu mengawasi saat aku harus melewati daerah jalan yang patah dan longsor. Bahkan bisa kulihat Shiva terdiam di dalam mobil dengan kondisi tegang. Saat berhenti sebentar di stadion Haliwen melihat pertandingan grass track motor, aku bisa merasakan dinginnya tangan anakku yang cewek saat aku genggam.
Meski dengan banyak kejadian, sepertinya aku berhasil membuat anak-anak mulai menikmati perjalanan liburan kali ini melalui perjalanan darat yang lumayan jauh. Lumayan juga saat di perbatasan bisa masuk ke dalam melewati perbatasan Timor Leste sehingga dua krat minuman kaleng yang gak ada di Indonesia. Sebenarnya kalau orang bisa masuk sampai ke dalam seperti ini biasanya yang diincer minuman kerasnya, mau black label sampai red label ada semua. Itu semua karena jasa pacar ponakan yang ternyata masih berdarah Timor Leste, bahkan om-nya pun masih bekerja di pabeanan Timor Leste sehingga dia lancar saja waktu minta masuk walau tak satupun dari kita yang memegang paspor. 

Danau Supul di Kabupaten TImor Tengah Selatan
Danau Supul saat siang hari
Kondisi berbeda saat perjalanan kembali, mungkin karena lebih santai aku jadi bisa melajukan kendaraan lebih cepat. Ada dua tempat yang aku singgahi, satu untuk makan siang dan makan sore. Satu tempat untuk makan siang ada di antara Atambua-Kefamenanu hanya seperti 1/4 jalan menuju Kefamenanu. Di pinggir jalan dengan daerah berbukit, di sana ada satu tempat lapang yang nyaman untuk duduk-duduk. Sepertinya banyak yang melakukan hal seperti aku. Dari mana aku tahu? Dari jejak sampah minuman kaleng, boks bungkus nasi, dan plastik-plastik pembungkus snack yang bertebaran. Sial, selalu aku menemukan kampret-kampret seperti ini yang cuma bisa ikut liburan tapi tidak bisa menjaga kebersihan.
Aku juga berhenti di danau Supul untuk menikmati sore sekaligus makan malam di tempat itu. Bekal lengkap dari ibunya anak-anak memang jos, kita jadi gak perlu mampir-mampir di tempat makan. Danau Supul ini terletak setelah kita melewati Niki-Niki dari Kefamenanu. Danau yang terletak di pinggir jalan ini cukup luas untuk sebuah danau, sayangnya memang masih tanpa penataan dan satu lagi: sampah-sampah sisa makanan. 
Selepas dari dua tempat itu, anak-anak nyaris terus menikmati tidur di dalam mobil. Bahkan istriku sampai tangannya mati rasa karena dijadikan bantal untuk tidur sama anak-anak.

Semoga perjalanan ini bisa menjadi bekal anak-anak untuk melewati perjalanan liburan ke Jawa tak lama lagi. Sepertinya aku harus lebih sering mengajak anak-anak melakukan perjalanan seperti ini.

2 komentar:

  1. Pingin banget ke timor2 trus mampir ke rumah nya pak raul hehehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Raul Lemos maksudnya, ah di sini banyak kok (yang mirip) hahahahaa

      Hapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!