Halaman

Rabu, 23 November 2011

Mandi di Pantai Malam-malam

Ha! akhirnya aku berhasil mandi malam-malam di pantai, tustas sudah hasratku untuk bisa mandi di Pantai Kawaliwu ini malam-malam. "Lho apa sih nikmatnya mandi di laut malam, kan dimana-mana bisa" mungkin itu pikiranmu atau pikiran orang lain melihat aku semangat sekali menulis hanya untuk sebuah mandi malam di pantai lagi.
Kalau mandi malam sih memang biasa, mandi malam di laut juga sebenarnya pernah juga. Tapi untuk mandi di Pantai Kawaliwu ini lain ceritanya. Tak lain dan tak bukan karena di Pantai Kawaliwu ini ada banyak sumber air panas yang mengalir di celah bebatuan di pinggir pantai. Asyik kan, mau berenang malam-malam dingin sekali pun tidak masalah karena air panas alami selalu tersedia yang penting mau bikin lubang tampungan air saja. Cerita Pantai Kawaliwu tak perlu aku ceritakan lebih jauh ya karena sudah pernah aku tulis dua kali, yang pertama Sunset di Kawaliwu yang aku tulis di bulan Maret 2010 saat aku pertama kali mengunjungi tempat ini dan yang kedua Nyiur dan Senja yang ditulis bukan Juni 2011.


Sebenarnya ceritaku kali ini bukan cuma masalah mandi malam tapi juga pengalaman pertama naik pesawat kecil Cesna Grand Caravan dengan balik-balik satu biji di depan. Pesawat berpenumpang 12 orang inilah yang membawaku terbang dari Kupang ke Larantuka. Walaupun ada embel-embel propeler jet (memang agak beda dengan pesawat lama karena di bagian samping baling-baling satu biji terdapat knalpot besar) tetep aja rasanya berbeda jauh dengan pesawat jet. Tapi tetap lebih untung naik pesawat ini ke Larantuka daripada dua kali perjalanan, Kupang-Maumere disambung perjalanan darat Maumere-Larantuka.
Susi Air lumayan tepat waktu maklum jadwal penerbangannya padat terutama ke daerah-daerah yang sudah tidak diminati penerbangan komersil, bisa dikatakan Susi Air ini pesawat perintis komersil. Jam sembilan, aku bertiga bareng Kadek dan bos Joko sudah ada di ruang tunggu bandara Eltari, dan setengah jam kemudian suara merdu wanita memanggil penumpang untuk naik ke pesawat. Sebelum naik ke pesawat ternyata kami dikumpulkan di bawah untuk mendapatkan instruksi penyelamatan penerbangan oleh mas-mas. Jadi semua mendengarkan sambil berlindung di bawah sayap pesawat karena memang panas Kupang lagi bener-bener tidak bisa diterima akal sehat hehehehe. Untungnya mas-mas penganti pramugari menyadari kondisi itu sehingga cukup satu bahasa Indonesia saja, entah mungkin saja dia tidak lancar pakai bahasa Inggris. Ah tak masalah, yang penting masuk pesawat. Untung ini pesawat ini masih baru jadi tempat duduknya masih enak dan biar pun kecil hanya untuk 12 penumpang (14 orang kalau dihitung dengan pilot dan copilotnya) tapi rupanya tetep ada AC-nya. Karena aku dan Kadek baru pertama kali naik pesawat kecil begini, maka kita langsung mengincar tempat duduk di samping apalagi kalau bukan mau cari obyek foto dari atas pesawat.
Dan ini dia keuntungan kedua, karena pesawat kecil jadi terbangnya juga tidak terlalu tinggi tapi juga tidak rendah amat-amat lah bisa-bisa nabrak pohon kelapa dong. Pesawat menyusuri pinggiran pulau Timor ke arah Timur, perkiraanku sampai di bagian selatan SoE baru pesawat berbelok ke arah Utara menuju ke arah pulau Solor, dari pulau Solor pesawat bergerak terus ke utara menyusuri ujung Barat pulau Adonara hingga kemudian pesawat berbelok ke Barat untuk mendaratkan pesawatnya ke bandara Gewayantana. Begitu pesawat turun ke bawah, pilotnya yang bule mengucapkan kata-kata selamat jalan dan sebagainya dalam bahasa Indonesia dengan logat khas. 
Begitu mendarat aku harus mengucak-ngucak telinga yang terasa agak sakit, yah maklum saja itu pilot saja pake headset besar buat menutup telinganya lha kita penumpang malah rela  menelan semua suara bising pesawat bagaimana tidak jadi sakit. Untung aku tidak sedang pilek, kalau saja sedang pilek pasti penerbangan ini akan menjadi penerbangan yang menyiksa. Pelajaran hari ini, jangan lupa pakai headset besar dan setel musik kalau suatu ketika naik pesawat seperti ini.


Karena hari pertama terlalu lelah untuk perjalanan sehingga kita memutuskan kalau ada waktu akan kita set untuk perjalanan di hari kedua. Untung di hari kedua kegiatan hanya berlangsung sampai siang hari sehingga kita punya waktu longgar. Begitu jam empat kita sudah mulai siap-siap, celana renang langsung kupakai dan kurangkap dengan celana sepanjang butut hijau lumut sepanjang lutut. Pak Joko yang belum pernah ke Kawaliwu berhasil aku ajak untuk ke sana dan berenang sehingga masing-masing membawa handuk. Akhirnya setelah perjalanan setengah jam melewati bagian leher kepala pulau Flores sampailah kita di Kawaliwu dan seperti biasa, kendaraan langsung di arahkan ke tanah agak tinggi yang ada kumpulan batu-batu hitam besar menjorok ke laut.


Karena matahari masih terlalu panas, aku dan Kadek memanfaatkannya untuk memotret, sebenarnya bukan memanfaatkan karena dari awal memang salah satu tujuan kita kesini ya untuk memotret. Karena di Flores Timur, dari sini lah kita bisa leluasa melihat matahari terbenam. Tapi tidak seperti biasanya, rupanya kali ini posisi tenggelam  jauh ke arah pulau tidak seperti pada bulan Maret kemarin dimana matahari tenggelam tepat di horison laut. Aku terlupa kalau bulan November ini matahari lebih condong ke selatan. Aku sempat mendapati seseorang yang berdiri memancing di atas salah satu batu paling pinggir ke laut juga seorang tua berewokan bertelanjang dada dengan badan kurus tipis dan rambut keriting keputihan. Dengan posisi yang duduk diam tenang di atas batu hitam besar, sepertinya Kadek agak takjub, semoga saja dia tidak sedang mengira bertemu pertapa sakti seperti Dalsingh hahahaha.
Di bagian bawah tepat di tempat cerukan sumber air panas ternyata sudah ramai orang yang berkumpul disitu. Sepertinya mereka rombongan satu mobil lengkap dengan perlengkapan amunisi makanan. Jam sudah menunjukkan lewat enam saat rombongan itu mulai mandi di laut. Rupanya air laut sudah mulai pasang kembali, teringat aku menaruh peralatan kameraku di batuan pinggir laut agak jauh dari sini aku segera berlari mencari dengan bertelanjang kaki. Untung peralatan kameraku dan Kadek masih belum sampai terkena air laut walau sudah di pinggir sekali. Yang sial justru aku malah kehilangan sandal yang juga aku taruh di pinggir laut karena baru ingat setelah selesai mandi dan laut sudah pasang. 
Akhirnya aku dan pak Joko juga ikut menyusul terjun ke laut. Air lautnya sangat bening walau batuan dan pasirnya berwarna hitam, bahkan dalam keadaan gelap aku masih bisa melihat samar-samar kakiku di dalam air. Sekitar sepuluh menit aku dan pak Joko mandi sementara Kadek hanya berdiri di pinggir laut walaupun tadinya juga sudah berencana mandi. Rupanya dia baru ingat kalau badannya masih luka-luka akibat kecelakaan kendaraan minggu kemarin.
Sebenarnya berenang lebih lama lagi sudah masih enak karena kalau sudah mulai dingin tinggal kita berpindah di pinggir yang agak hangat karena bercampur antara air laut dan air panas. Aku kemudian ikut berkumpul bersama rombongan tadi duduk di pinggir sumber air panas. Salah satu rombongan kalau tidak salah salah satu bernama mas Dirga menawarkan gayung air. Begitu aku siramkan, spontan aku teriak. Busyet, kutu busuk seragunan, airnya memang terasa panas sekali. Ini pasti gara-gara aku dan pak Joko habis berenang di air dingin, pantas saja tadi juga aku dengan pak Joko berteriak ternyata memang panas. Tapi nekat saja, aku siramkan air yang terasa menyengat kulit ini beberapa kali ke tubuhku. Walaupun disini sumber air panas alam tapi airnya tidak berbau belerang, dan tetap tawar. Hanya kadang-kadang saja saat pasang naik tinggi sekali terutama bila purnama maka airnya menjadi agak payau karena bercampur dengan air laut.
Akhirnya tuntas sudah keinginanku untuk mandi di Kawaliwu, tapi sepertinya tetap akan menyenangkan berenang disini. Kapan lagi bisa berenang di laut dengan air panas alami yang bersih di pinggir laut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!