Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label Belitung. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belitung. Tampilkan semua postingan

Minggu, 13 Januari 2019

Belitung: Si Putih Kaolin dan Si Hitam Satam

Nuansa putih dan biru toska tampak jelas dari atas pesawat yang bersiap landing. Seperti oase di tengah padang pasir putih. Putih dari pasir kaolin dan biru toska dari air yang terkena pantulan langit di pagi hari. Tidak lama kemudian pesawat kami mendarat di Bandar Udara Hanandjoedin. Ternyata hanya 30 menit jarak tempuh dari Jakarta ke Belitung. Mungkin saja karena aku menaiki pesawat eco-jet yang melesat cepat dari maskapai plat merah negeri ini. Mantap!

Melihat danau kaolin dari atas, membuatku ingin mengunjunginya. Jarak tempuh dari bandar udara ke danau Kaolin hanya 15 menit. Kebetulan kami datang pagi saat masih sepi pengunjung. Danau kaolin terbentuk oleh aktifitas penambangan. Pagar kayu mengelilingi danau buatan untuk pengaman bagi pengunjung yang datang. Gundukan-gundukan kaolin bagaikan bukit-bukit di gurun pasir. Truk-truk pengeruk pasir sibuk dengan galiannya. Kaolin meruapakan salah satu bahan dasar kosmetik, pasta gigi dan obat diare yang diekspor ke negeri tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Sebenarnya kawasan ini adalah private area milik perusahaan pertambangan, tetapi mereka mengijinkan bila kita hanya sekedar berfoto. Jangan lupa kalau berkunjung ke sini kita memakai topi dan kacamata. Pasir kaolinnya yang putih memantulkan sinar matahari sehingga menyilaukan mata. Memakai busana serba putih juga bisa meredam panas terik.

Selepas  dari danau kaolin aku berniat membeli cinderamata Batu Satam. Ini tujuan awalku dari Jakarta, karena Belitung selain disebut sebagai Negeri Laskar Pelangi lewat novel populer karya Andrea Hirata, juga dikenal sebagai Kota Batu Satam.  Satam menjadi ikon Kota Tanjung Pandan Belitung. Rasanya tak lengkap ke sini kalau aku tidak membeli Batu Satam.

Atas saran Pak Fredi, driver yang mengantar, kami ke rumah Pak Udin. Pak Udin, seorang pengrajin Batu Satam. Semua Batu Satamnya disamping hasil menggali sendiri juga titipan sesama pengrajin. Biasanya beliau menjual batu berupa cincin, kalung, gelang dan cinderamata lainnya di Rumah Adat Belitung milik Pemerintah Daerah setempat. Pelanggannya banyak dari kalangan pejabat. Ada juga yang pernah memesan tongkat komando bertahta Batu Satam, yaitu seorang mantan Panglima TNI. Dan akhirnya aku punya cincin Batu Satam hehehe.

Satam adalah batuan khas Indonesia yang ditemukan di Belitung Timur, Provinsi Bangka-Belitung. Batu ini berwarna hitam dan memiliki guratan yang unik. Batuan Satam termasuk dalam batuan langka. Batu ini terbentuk dari hasil proses alam atas reaksi tabrakan meteor dengan lapisan bumi yang mengandung timah tinggi jutaan tahun yang lalu.

Batu Satam pertama kali ditemukan di Desa Buding, Kecamatan Kelapa Kampit. Batu ini tidak sengaja ditemukan penambang etnis China yang bernama Sa Tam di kedalaman 50 meter. Bahasa China Sa yang berarti Pasir dan Tam bermakna Empedu. Secara harfiah Satam berarti Empedu Pasir. 

Menurut beberapa sumber Batu Satam atau Batu Bilitonite adalah batu asli dari Belitung. Sekitar 500.000 - 600.000 tahun yang lalu dari ruang angkasa jatuh ke Bumi. Mungkin di ruang angkasa terjadi ledakan, kemudian bagian-bagiannya terlempar jauh melalui ruang angkasa dan mengalami tekanan hingga serpihannya jatuh ke Bumi. Ketika jatuh, batu-batu tersebut berpijar  karena bergesekan dengan lapisan Atmosfir. Sebagai hujan kecil dari bintang jatuh. Bagian-bagian itu membeku dan menjadi semacam kaca. Batuan tersebut seperti tanah liat dan karena bersentuhan dengan Bumi, batuan tersebut ada guratannya karena mengandung asam dan berwarna hitam karena bercampur Mangaan. Batuan Bilitonite disebut kumpulan Tektit.

Batu Satam memiliki beberapa nama yaitu Taktite dan Bilitonite. Istilah Taktite digunakan oleh para ilmuwan yang meneliti Batu Satam. Istilah Bilitonite seorang peneliti dari Belanda Ir. N. Wing Easton yang melakukan penelitian di tahun 1921-1922. Batu Satam juga diteliti Fakultas MIPA Universitas Padjajaran.

Bentuk dan rupa tektit dipengaruhi mekanisme pembentukan dan proses erosi yang mengikutinya. Kecepatan gerak dan derajat rotasi pada waktu tektit menembus atmosfir bumi menyebabkan bentuk tektit beragam, misal bulat, buah pir, tear drop/tetesan airmata. Lokasi ditemukannya  tektit, Australia (Australites), Tasmania, Texas (Bediasites), Indochina (Indochinktes), Malaysia (Malaysianites), Chekoslowakia (Moldavites), Luzon (Philippinites), Belitung (Bilitonite/Batu Satam), Martapura (batu kelulut), Jawa Tengah (Javanites/batu meteor).



Asal usulnya yang dari angkasa luar menyebabkan tektit dipercaya oleh sebagian orang sebagai batu pengusir roh jahat, penangkal racun, dan memiliki kekuatan menghilangkan rasa takut. Dipercaya juga untuk menghindari kehancuran dan sebagai penghalau binatang buas di hutan. Konon jika kita menggenggam tektit di telapak tangan akan memberikan sensasi halusinasi seperti berada di ruang angkasa. Melayang di antara galaksi. Amazing!


Foto dan tulisan: Arum Mangkudisastro

Butuh liburan klik saja http://befreetour.com/id?reff=X3KRF
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya