Warna kebiruan toska air kolam yang terkena sinar matahari |
Lokasi yang Tak Terduga
Letak gua Kristal tidak jauh dari kota Kupang, sekitar setengah jam waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke tempat ini. Tapi ada yang berubah dari informasi awal yang kudengar. Tidak ada petunjuk jelas gua Kristal karena jalan masuk tidak ada tanda sedangkan sekitar gua Kristal masih daerah yang dipenuhi pepohonan. Tapi tidak, ternyata di tempat kami parkir motor sedang berdiri puluhan rumah yang masih dalam proses pembangunan: perumahan. Imam yang jadi pemandu sempat kebingungan karena memang perjalanan ke tempat ini sebelumnya tidak dijumpai perumahan melainkan masih pepohonan. Untung ada sepotong tulisan penanda ala kadarnya "Gua Kristal 100 meter" yang membantu meyakinkan bahwa kita sudah di lokasi yang benar.
Cuaca bulan ini memang terasa terik, apalagi di sekitar tidak ada pepohonan besar. Tapi beberapa pohon yang tidak terlalu besar cukuplah menjadi tempat parkir yang dikelola oleh seorang anak muda yang mungkin tinggal disekitar tempat ini. Belakangan waktu pulang aku baru tahu kalau anak muda itu tidak cuma mengenakan harga parkir tapi juga ongkos masuk ke dalam, dan untuk itu kami harus membayar 5.000 rupiah per motor. Yah, setidaknya motor kami aman kami parkirkan di sini.
Lucunya papan penanda itu tidak menunjuk jalan apapun karena memang tidak ada jalan. Jadi kami ikut saja menerobos batu karang menjadi tempat yang kami bisa berjalan. Entah sebenarnya kami yang memang asal jalan atau memang jalan itu ada tapi kami tidak tahu. Waktu pulang kami baru tahu jalan itu ada tapi memang tidak terlalu jelas.
Jangan bayangkan gua Kristal itu seperti gua-gua pada umumnya yang lubangnya besar tinggi. Gua Kristal dari luar tak ubahnya sebuah bongkahan batu yang berlubang. Sampai dengan titik tujuan memang tak tampak ada gua, karena memang gua Kristal ini lubang menurun ke bawah menuju sebuah kolam air asin.
Satu yang aneh lagi yaitu adanya toilet sekaligus kamar ganti yang dibuat persis di mulut gua. Penempata itu saja sudah parah, ditambah dengan bahan untuk toilet dari tripleks yang menambah bentuk depan gua Kristal itu tampak acakadut gak jelas. Setelah masuk memang ruang gua kelihatan lebih besar. Mungkin itulah kenapa cahaya matahari tidak bisa masuk sepenuhnya ke dalam gua.
Berada di dalam gua yang lubang masuknya tidak terlalu besar dan jalan yang menurun ke bawah, aku yakin kolam air asin di dalam gua Kristal ini terus tersembunyi dari matahari. Hanya pada siang hari saja matahari mampu menerobos ke dalam gua melalui satu-satunya lubang gua untuk keluar dan masuk. Itu pun sinarnya hanya sampai menembus sepertiga bagian gua. Untungnya sepertiga cahaya yang masuk ini memantul ke seluruh dinding gua sehingga setengah air yang lebih sering bersembunyi dalam bayangan gelap berubah lebih terang ke warna kebiruan yang pekat.
Seiring naiknya sinar matahari yang menerobos dari lubang masuk gua, warna air yang biru akan menjadi biru lebih terang, kadang-kadang tampak seperti biru toska. Entah apakah masih pas menyebut gua ini dengan nama gua kristal sementara aku tidak melihat warna berkilauan bebatuan yang tertimpa sinar matahari. Mungkin kilauan-kilauan yang muncul laksana kristal yang pernah mereka ceritakan telah hilang seiring warna bebatuan yang menjadi kusam. Tapi di sisi dalam, stalagtit dan stalagmit yang tidak terlalu besar masih tampak berkilauan dan basah. Mungkin jika sinar matahari sampai menembus ke stalagtit dan stalagmit yang di dalam aku akan melihat kilauan kristal.
Aku menghela napas panjang melihat tulisan-tulisan dari cat berwarna-warni di dinding batuan dalam gua. Kampret!! Mahluk-mahluk keparat ini memang tidak pernah tau keindahan. Tangan-tangan mereka sepertinya akan gatal seumur hidup jika lupa tidak membuat tanda-tanda graviti seperti ini. Dengan graviti yang ditulis sporadis memang jadi sulit untuk mencari tempat yang tidak menampakkan graviti mereka.
Kolam Air Asin yang Jernih
Air kolam di ujung gua memang tidak terlalu besar, pun tidak banyak tempat datar yang dapat digunakan untuk duduk menikmati pemandangan. Mungkin kolam ini masih jika dinikmati jika yang masuk ke dalamnya tidak lebih dari sepuluh orang.
Anakku lah yang teriak-teriak di air waktu aku masih asyik mengabadikan gambar gua. "Ayah.. ayah.. Shiva tadi matanya masuk air tapi gak perih lho. Tapi airnya dingin", katanya senang sekali waktu berenang di dalam airnya. Aku sendiri memang berniat berenang setelah menuntaskan memotret lokasi ini. Jadi Shiva ditemani pakde Dibyo dan pak Achmadi yang turun lebih dulu.
Tak dapat berlama-lama, akhirnya aku menyusul mereka memasukkan badan ke dalam air. Bener-bener air di gua ini segar. Dan seperti yang aku bilang di awal, walau airnya asin tapi tidak perih di mata. Hanya sesekali aku menggunakan kecamata untuk menyelam ke dalam air. Karena tidak terlalu banyak orang, aku jadi bisa menikmati nikmatnya berendam air di sini.
Kedalaman kolam sekitar tiga meteran aku rasa, tapi di bagian sisi batas gua ke bawah masih tampak bayangan hitam pertanda kalau di sisi itu lebih dalam dari tempat lain. Akun menduga di sisi itulah yang menghubungkan kolam ini dengan laut. Mungkin juga air di sini pasang surut seperti kondisi di laut, aku tidak terlalu yakin karena dari gua ini ke laut jaraknya lebih dari 100 meter.
Ada satu batu yang agak menjorong ke kolam. Tempat itu sering digunakan orang untuk meloncat ke dalam air karena memang air di bawahnya langsung dalam jadi aman. Namun hati-hati, jangan terlalu semangat meloncat. Jika kamu orang yang tinggi dan sembarangan meloncat bisa-bisa kepalamu terbentuk dinding atas gua yang tidak terlalu jauh tingginya dari batu itu.
Tidak seperti di bagian luar gua yang berupa batu karang hitam terjal dan kasar, bagian dalam gua batuannya berwarna putih kekuningan. Batu-batu itu terasa rapuh namun untungnya kesat sehingga tidak licin waktu diinjak. Hanya memang waktu untuk turun harus lebih hati-hati karena dari luar yang terang, maka di dalam gua tampak sangat gelap. Agak lama untuk membiasakan mata agar dapat melihat ke dalam gua lebih baik. Sayang tepat di tengah-tengah pintu gua ada batu besar yang menghalangi sinar matahari masuk lebih banyak.
Untuk amannya, jika ada yang mau ke sini bukan saat siang hari sebaiknya selalu bersiap-siap dengan senter atau lampu karena kemungkinan gua akan terlihat sangat gelap dan jelas akan mengecewakan perjalananmu ke tempat ini.
Hari Minggu itu Waktu yang Salah
Kami bertujuh mencari tempat duduk persis di belakang batu besar yang menutup pintu gua. Kami masih harus membiasakan mata karena di dalam gua selain warna biru air selebihnya adalah gelap. Memang terdengar celotehan pengunjung yang sedang mandi atau berenang di dalam kolam gua. Setelah agak lama dan mulai bisa melihat lebih jelas ke dalam gua, ternyata sudah ada beberapa anak muda yang berenang di dalam kolam, beberapa tidak berenang tapi seperti biasa sibuk mengabadikan diri. Istilah selfi sekarang memang kekinian dan tidak bisa ditolak.
Jumlah anak-anak muda yang di dasar gua yang sudah puluhan jelas sudah tidak bisa ditambah sehingga aku dan teman-teman memilih mengalah. Itu pun dari belakang kami masih berdatangan beberapa anak lebih kecil yang turun dengan cepat ke dalam gua. Aku berpikir mereka anak-anak di sekitar sini yang sudah terbiasa dengan suasana gua.
Untungnya acara mandi mereka tidak terlalu lama. Setelah aku lihat yang berenang hanya tinggal tiga orang, maka kami mulai ikut turun ke bawah. Awalnya kami benar-benar harus hati-hati karena batuan di bawah yang basah tampak licin. Ngeri juga membayangkan stalagmit menyambut kami jika sampai tergelincir. Ternyata aku salah, batu-batu itu tidak licin walau terkena air dari anak-anak muda yang naik balik ke atas dalam keadaan basah.
Sialnya selepas siang, rombongan yang datang lebih banyak. Jelas itu waktunya kami berbenah untuk pergi. Dengan kedatangan rombongan baru sebanyak itu jelas berada di dalam gua tidak lagi menyenangkan. Benar seperti perkiraanku semula, mengunjungi tempat wisata hari Minggu adalah pilihan yang salah. Masih untung kami sempat merasakan saat kolam sepi, namun di banyak waktu lain, Minggu berarti siap-siap kecewa.
Bagaimana Menuju Kesana?
Sebenarnya lokasi ini tidak susah di jangkau. Bisa menggunakan kendaraan umum dengan setidaknya 2 kali ganti angkutan kota. Tapi menurut saya lebih enak menggunakan kendaraan pribadi (motor kalau saya). Rute perjalanan sebagai berikut:
- Dari kota Kupang arahkan kendaraan menuju arah Namosain, ikuti jalan sampai bertemu pertigaan Namosain yang ada tugu "Imperial Estate". Sebenarnya dua arah itu semuanya bertemu lagi di jalan yang sama pertigaan Bolok. Namun saya lebih menyarakan ikut jalur ke kiri menuju ke atas.
- Ikuti jalan terus sampai ke pertigaan Bolok (belok kanan ke pelabuhan Tenau), tetap terus sampai melewati jembatan. Setelah jembatan ada pertigaan belok ke kiri lagi (lurus sampai ke pelabuhan perikanan)
- Terus lurus melewati sampai ke pelabuhan Bolok tetap lurus, nanti sekitar satu km dari pelabuhan ASDP Bolok akan bertemu pertigaan yang menuju ke kantor DIT POLAIR POLDA NTT belok kanan.
- Berhenti di depan perumahan (100 meter sebelum kantor Polisi Perairan), parkirkan kendaraan di sekitar situ dan cari papan petunjuk menuju Gua Kristal.