Halaman

Senin, 15 Oktober 2012

Menangkup Riak di Pulau Kera

Keindahan pasir putih dan pantai jernih pulau Kera
Sudah lama sekali sebenarnya keinginanku untuk sampai ke pulau Kera. Godaan ingin ke sana awalnya muncul saat bermain di pantai Ketapang Satu di depan kantor cabang Bank BNI. Saat laut surut dan tenang, dari kejauhan tampak selarik garis putih jelas sekali. Dari pesawat pun, penampakan pulau Kera begitu menggoda mata. Sebuah onggokan pulau yang dikelilingi pasir putih dan warna hijau dan tosca air laut mengelilingi daratan. 

Itu sudah beberapa bulan yang lalu, sampai kemudian ada kabar dari teman-teman di FI Regional NTT yang berencana akan merayakan ulang tahun keberadaan FI dengan hunting foto di pulau Kera. Agak bimbang sebenarnya mengingat deadline waktu pendaftaran seminggu sebelum keberangkatan. Jelas bukan hal mudah bagiku mengiyakan karena penugasan keluar kota nyaris tak bisa diprediksi.

View dari atas kapal waktu mendekat ke pulau
Untung seminggu sebelum keberangkatan, besar kemungkinan aku akan tetap penugasan di dalam kota sehingga akhirnya kuputuskan untuk mengikuti event yang digelar pak Kris dan teman-teman dari FI Regional NTT. Menurut panitia yang menyusun acara ini peserta yang berangkat ada 50 orang, naik 5 orang dari jumlah awal yang dibatasi hanya 5 orang saja.

Pada hari H-nya, Yoas sama Bembim yang sudah janjian sehari sebelumnya waktu hunting foto di Nunsui menjemputku datang pas jam 5 pagi. Cukup pagi untuk bangun, namun tidak cukup pagi untuk mengejar matahari terbit di pulau Kera. Kami ngumpul dulu di Dunel seperti kesepakatan awal karena memang tidak semua teman-teman yang ikut tahu persis lokasi pelabuhan Polair yang ada di Bolok. Dari Dunel beberapa teman yang menggunakan motor memilih ikut bareng Yoas, sekitar jam 5.20 WITA barulah kami meluncur ke bawah menuju ke  Bolok.

Rencananya kami akan menggunakan dua buah kapal milik Polair. Satu kapal berbentuk mirip ferry roro yang bagian depannya tidak lancip tapi ada pintu yang bisa dinaik turunkan, jenis yang biasanya digunakan untuk mengangkut kendaraan/barang. Hampir jam tujuh barulah kapal-kapal kami meluncur membelah selat yang berada diantara pulau Timor dan pulau Semau. Matahari sudah beranjak naik, dengan jarak tempuh sekitar setengah jam lebih dari Bolok maka sudah pasti kami tak akan bisa mendapatkan matahari pagi.

Peserta 50 orang ini lebih didominasi kaum adam, beberapa kaum hawa memang ikut tapi tidak banyak. Itupun ada beberapa orang yang memang ikut untuk sesi hunting foto model. Hal baru aku ketahui belakangan. Sepertinya aku tidak cukup siap dengan sesi ini, karena memang dari awal tujuanku kesini untuk melihat langsung pulau Kera. Sehingga dua lensa yang aku bawa dua-duanya adalah lensa lebar.

Teman-teman FI Regional NTT berpose bersama di pulau Kera
Beberapa ratus meter memasuki kawasan perairan pulau Kera, air yang bening menampakkan pemandangan bawah laut yang begitu jernih. Terumbu-terumbu karang masih hidup subur di daerah ini. Paduan langit yang membiru, pasir putih yang memanjang dan air jernih berwarna hijau dan tosca membuat paduan alam yang begitu menarik. Karena belum terlalu surut satu kapal bisa merapat hampir ke bibir pantai, sementara kapal satunya tak bisa merapat sehingga hanya merapat ke kapal satunya saja.

Memotret perahu yang berlabuh di pantai
Setelah acara makan pagi dan beberapa acara pembuka seperti pemotretan teman-teman FI di lokasi untuk dokumentasi acara, aku, Yoas dan Soni memilih untuk memutari pulau yang tidak terlalu besar ini. Teman-teman FI di acara ini mengusung tema: Lost in the Exotic Island, menurutku cukup pantas pulau ini menyandang sebagai predikat Exotic Island. Hamparan pasir putih yang halus mengelilingi seluruh pulau. Itupun belum lagi kalau mau masuk ke dalam laut untuk melihat terumbu-terumbu karang yang menurut Yoas paling banyak ada di sisi barat dan utara pulau.

Tak seperti yang pernah dikatakan pemda bahwa pulau Kera ini adalah pulau kosong dimana penghuni yang ada hanya penghuni sementara yang menunggui bagan atau keramba, ternyata aku menemui banyak rumah-rumah darurat namun memang benar-benar untuk hunian dan bukan sekedar rumah untuk menjaga keramba. 

Rumah-rumah penduduk pulau Kera, masih darurat
Kondisi rumah-rumah di sini cukup memprihatinkan karena gubuk-gubuk dari batang bebak yang dibangun jarang yang utuh namun masih harus ditutup di sana-sini entah menggunakan kain terpal, plastik, seng, apa saja asal dapat menutupi dinding-dinding yang berlubang. Di bagian tengah oleh masyarakat dibangun sebuah musholla sederhana jika tak ingin dibilang memprihatinkan juga. Menurut salah seorang penduduk, di pulau ini didiami sekitar 100 jiwa termasuk anak-anak. Beberapa rumah memang sudah ada yang memiliki sendiri listrik dari panel tenaga surya yang terpasang, namun beberapa menggunakan mesin genset yang digunakan bersama. Pola seperti ini juga aku temui di beberapa pulau di kawasan NTT, biasanya mesin genset ini hanya dihidupkan dari sore hari sampai malam selain untuk aktivitas malam termasuk menonton televisi. Nanti pada jam 9 malam (kadang-kadang bisa lebih kalau ada acara tv yang menarik seperti sepakbola) mesin genset ini dimatikan dan pulau ini akan benar-benar gelap.

Anak-anak di pulau Kera
Untuk kegiatan mandi sehari-hari, penduduk di pulau Kera menggunakan air sumur yang mereka bangun tak jauh dari musholla. Air ini masih payau sehingga memang hanya digunakan untuk kegiatan MCK saja, sedangkan untuk minum dan masak mereka biasanya mengambil air dari daerah Kelapa Lima atau Pasar Oeba. Satu jerigen besar biasanya mereka membayar dua ribu rupiah.

Pohon-pohon di pulau ini tidak ada yang tumbuh benar-benar besar, seperti kondisi tanah yang dipenuhi pasir membuat pohon tidak bisa tumbuh maksimal.

Tak sampai satu jam, aku, Yoas, Radith dan Sony habis mengelilingi pulau kecil ini. Dari pagi suhu di sini sudah terasa panasnya, apalagi ketika mulai menjelang siang hawa panas terasa menyengat. Aku, Yoas dan Radith sempat berteduh di bawah sebuah bangunan kecil yang digunakan sebagai menara mercusuar.

Saat aku kembali dari berkeliling, rupanya sesi pemotretan model sudah selesai dan masing-masing sudah mulai berburu obyek masing-masing. Acara makan siang  adalah acara bakar ikan, kasihan juga melihat teman-teman membakar ikan di siang yang terik begini. Angin yang kencang sempat membuat tenda darurat kami hancur, dimulai dari sobeknya bagian atas karena tidak kuat menahan tekanan angin. Alhasil, acara makan harus dilakukan di tenda darurat yang lebih sempit.

Berburu ikan lele laut dengan tombak dan racun pohon Tuba
Awalnya aku dan Yoas berencana untuk kembali siang ini karena memang rencananya ada sebagian teman yang berniat untuk pulang siang. Namun entah karena apa akhirnya malah tidak ada yang kembali siang. Dengan terpaksa aku harus ikut rombongan karena memang tidak mungkin aku kembali hanya beberapa orang saja, minimal harus 20 orang agar kapal yang kembali tidak perlu harus balik lagi. Cukup lelah sebenarnya menunggu sampai sore sementara panas begitu terasa menyengat. Karena itulah aku tidak ikut saat teman-teman FI mengadakan acara bakti sosial ke warga pulau ini. 

Menjelang sore, beberapa teman mulai lagi sesi pemotretan model karena laut mulai surut. Lagi-lagi aku lebih tertarik dengan kerumunan anak-anak yang ada di kejauhan. Rupanya mereka sedang memburu ikan di celah-celah karang. Yang unik mereka dengan mudah menombak ikan-ikan seperti lele itu. Sudah beberapa ikan yang mereka tombak namun ikan-ikan yang lain tidka tampak lari seperti biasanya kalau aku mengejar ikan. Rupanya sebelum mereka menombak anak-anak ini memasukkan sebuah kayu yang mereka sebut batang kayu  Tuba. Batang kayu Tuba yang telah ditumbuk-tumbuk supaya mengeluarakan getah beracun ini jika dimasukkan di air  membuat ikan-ikan menjadi teler. Pantas saja mereka bisa mendapatkan begitu banyak ikan dengan menombak. Tak kurang, lebih dari 60 ikan seperti lele dengan garis-garis gelap mereka tangkap. Pantai ini memang selain eksotis juga masih kaya dengan ikan dan binatang laut lainnya. Di sini sebenarnya juga ada penyu tapi tidak setiap saat bisa ditemui, juga beberapa burung yang bermigrasi biasanya singgah disini.

Menombak ikan yang teler
Dari informasi ini baru aku tahu juga, kalau nama pulau Kera ini bukan berarti monyet karena orang ntt kalau menyebut monyet itu kode. Nama Kera itu rupanya berasal dari kata Kerang yang lama-lama kehilangan huruf sengau 'ng'-nya. Mungkin ini dari penyebutan orang-orang bajo penghuni pulau ini yang biasanya menyebut 'ng' di bagian belakang kata menjadi 'n'.

Sekitar jam 5 sore kami kembali namun terjadi masalah kecil karena terlalu surut kedua kapal tidak bisa ke pinggir. Alhasil kami semua harus mengalah dan berjalan agak ke tengah agar bisa naik ke atas perahu. Dengan ketinggian sedalam pinggang, mau tidak mau aku harus melepas seluruh peralatan termasuk rompi dan aku taruh di atas pundak untuk menghindari terkena air laut. Perjalanan kembali kali ini lebih lambat, sehingga dari atas kapal kami bisa menikmati pemandangan matahari yang bulat tenggelam di ufuk barat dibawah bayangan pulau Semau. Namun sesampainya di darat kami baru mendapatkan alasan mengapa perahu kami lebih lambat. Awalnya kukira karena ombak yang membuat perahu harus berjalan pelan, ternyata bukan namun karena mesin kapal kami mati satu. Wah, pantas saja tiba-tiba nahkoda kapal meminta sebagian teman berpindah ke kapal satunya yang lebih kecil rupanya itu jawabannya. Untuk hal itu baru aku ketahui belakangan, seandainya hal itu diketahui dari awal, bisa menimbulkan kehebohan karena banyak diantara teman-teman yang ternyata tidak bisa berenang.

At least, congrats buat Fotografer Indonesia Regional Nusa Tenggara Timur buat acara perayaan ulang tahun pertamanya dengan acara hunting di pulau Kera ini. Tanpa acara kalian mungkin masih lama aku mewujudkan impian untuk menginjak tanah ini. Walaupun setelah ini sepertinya akan acara perjalanan kedua ke pulau Kera karena seorang teman yang memiliki perahu sudah menawarkan untuk perjalanan ke sana.

Sekarang baru membangun rencana baru untuk ke pulau Semau dan pulau Tikus.

28 komentar:

  1. Wah ..eksotis pastinya tempat ini...emang banyak kera di tempat ini ya?

    kunjungi blog wisataku
    http://www.zamzamizainuddin.com/2012/10/berwisata-ke-tanah-rencong-aceh.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih buat kunjungannya... pulau kera asalnya dari kata kerang, tapi dibaca keran.. lama2 hilang n-nya jadinya kera

      Hapus
  2. kunjungan perdana gan.. :)
    ditunggu kunjungan baliknya di blog ane,
    http://cyberspot7.blogspot.com
    dan jangan lupa follback

    BalasHapus
    Balasan
    1. Blog-nya blog apa mas? sepertinya lebih banyak penulisan tentang games dan film-film ya

      Hapus
  3. Blog ini selalu membuatku jealous....#nangis keras-keras

    BalasHapus
    Balasan
    1. Supaya gak jealous ayo didatangi saja hehehehe

      Hapus
  4. Teddy Johannis07/11/12, 15.00

    Tulisan yang indah om... :D

    BalasHapus
  5. Indah banget mas bro,andai aku punya sayap,pasti terbang ke sanan hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih babe Dede, pake sayap garuda atau merpati saja hehehehehe

      Hapus
  6. Seandainya punya waktu dan budget yang lebih, enak banget liburan di sana, masih alami :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Wisata ke wilayah timur Indonesia emang masih terasa mahal

      Hapus
  7. bagus banget nich pulau ..... pantainya pasir putih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Pantainya pasir putih, pulaunya kecil diputerin 20 menit juga kelar.....

      Hapus
  8. Luar biasa cantiknya Pulau Kera ini. Kalau tidak masuk ke blog ini, mungkin sampai sekarang saya tidak akan pernah tahu kalau ada Pulau Kera di Indonesia ini

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih sudah mampir... pulau Kera belum menjadi obyek wisata walau potensinya ada...

      Hapus
  9. Membaca blognya para travel blogger memang selalu bikin iri, semoga bisa bikin iri orang suatu saat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayo bikin iri yang lain biar pada doyan jalan-jalan... wkwkwk... thanks udah mampir

      Hapus
  10. pulau kera tempat syuting video klip SLANK - selalu begitu

    BalasHapus
    Balasan
    1. Oh begitu ya, wah sebenarnya ini informasi yang menarik nih karena selama ini tidak ada temen di Kupang yang tahu kalau pernah dibuat video klip disitu

      Hapus
  11. Dari tulisan n tata bhs nya...seperti berasal dr kupang?benarkah
    Minimal besar di kupang...klo tdk salah :)

    Salam kenal from kupang...
    Laura

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal... makasih udah berkunjung ke blog, aku sekarang memang tinggal di Kupang....

      Hapus
  12. keren banget pantainya, airnya jernih pasir pantai juga bersih...oo kapan bisa ke sana ya

    BalasHapus
  13. kalau mau ke pulau kera gimana caranya ya mas? sewa kapalnya dimana dan berapa? terimakasih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada banyak lokasi buat sewa perahu, bisa lewat Namosain atau di pasar Oeba... kalau mau versi asyik bisa tunggu masyarakat pulau Kera belanja atau ambil air di Oeba naik dari sana... kalau sewa kapal biasanya minta 300-500ribu tergantung lamanya..

      Hapus
  14. Balasan
    1. Bukan, mereka cari ikan seperti lele yang suka sembunyi di batu... mereka pake akar kayu yang mereka sebut tuba

      Hapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!