Suasana siang hari kala pasang di Pantai Merah, Pulau Komodo |
Hari Minggu pagi tiba-tiba kami telah duduk di atas perahu membelah laut yang airnya selaksa kaca bening yang memantulkan bayangan pulau-pulau yang menutupi perairan Labuan Bajo. Semua terasa mendadak, berawal dari setengah rencana yang berubah cepat. Hari Sabtu malam memang aku sudah menelepon Arman, teman dari Bappeda tentang rencana kami Minggu mau jalan menggunakan perahunya.
Waktu
itu kami masih merencanakan perjalanan ke Pulau Bidadari untuk snorkling dan ke Pulau Rinca untuk melihat Komodo. Aku sudah sering pergi ke kedua pulau itu, Angga yang baru kali kedua ke Labuan Bajo belum pernah pergi ke kedua tempat itu. Masalahnya ternyata kedua perahunya sekarang masih di dermaga untuk perbaikan, untungnya Arman punya banyak kenalan yang
menyewakan kapal.
View dermaga Labuan Bajo pada pagi hari |
Bulan-bulan begini kondisi pariwisata di Labuan Bajo masih terasa sepi, perahu-perahu yang biasa disewakan banyak parkir di dermaga. Setelah Arman berbincang dengan salah satu pemilik kapal, akhirnya disanggupi untuk mengantarkan pergi ke Pantai Merah yang ada di Pulau Komodo asalkan jalan pagi ini juga karena dari perhitungannya kalau jalan saat ini mendapat keuntungan arus yang mendorong perahu bukan arus balik. Dengan kesepakatan biaya satu juta, aku, Angga dan Ferdi segera naik ke atas perahu. Sayangnya Arman tidak bisa ikut kami kali ini.
Melintasi Lautan Kaca
View pulau-pulau di perairan Manggarai Barat |
Dan disinilah aku dan Angga sekarang, duduk di depan perahu menikmati perahu membelah lautan kaca. Dari view atas Labuan Bajo memang sudah tampak kalau laut di sini di penuhi oleh pulau-pulau kecil yang tersebar banyak sekali saling bertumpuk sehingga air laut lebih sering terlihat begitu tenang, permukaan hanya tampak layaknya air yang mengalun nyaris tanpa gelombang. Bayangan pulau-pulau tergambar jelas di air.
Perahu melewati puluhan pulau, ada beberapa pulau yang kuingat seperti Pulau Pungu, Pulau Kelor, Pulau Sembayun, Pulau Pasir Putih, Pulau Pasir Panjang, Pulau Rinca, dan beberapa pulau lain. Setiap pulau seperti menantang kita untuk mendatangi. Cerita pak Tayeb, pemilik perahu saat kami duduk-duduk di depan perahu, pada musim-musim ramai turis asing mereka sering menyewa perahu selama dua atau tiga hari untuk berkeliling pulau-pulau. Selain
mereka menikmati keindahan pulau dan perairan di sekitar pulau, sepertinya mereka juga sedang mencari tempat untuk berinvestasi.
Angga di depan perahu menyusuri perairan Komodo |
Luar biasa pesona pulau-pulau dan perairan di sini, dengan kondisi perairan seperti itu tak heran jika kawasan terumbu karang hampir dengan mudah ditemui di berbagai sudut. Koral-koral seperti mendapatkan tempat yang nyaman untuk berkembang, pasir-pasir putih menghampar di setiap pulau.
Namun seperti di katakan pemilik perahu, kita harus melewati Selat Sape untuk sampai ke Pulau Komodo. Nah di selat inilah yang paling ditakuti para pemilik perahu, mereka tidak bisa sembarangan lewat selat ini karena pada waktu-waktu tertentu maka kondisi perairan ini bisa muncul pusaran-pusaran ganas yang jika salah penanganan bisa membuat perahu karam. Para pemilik perahu yang sering melewati selat ini sepertinya sudah sangat paham dan mengerti kondisi di sini, mereka biasanya tahu jam-jam berapa kita bisa melewati selat Sape dan jam berapa kondisi selat tidak mungkin bisa dilewati.
Untungnya sesuai perkiraan, arus selat Sape sedang berpihak dengan kami, arusnya mendorong kami sehingga perahu bergerak lebih cepat. Namun perahu tetap harus hati-hati, beberapa kali perahu harus bergerak memutar menghindari arus air berputar. Di seberang kami melihat sebuah perahu yang nyaris tidak bergerak karena arahnya menantang gerak arus. Menurut pak Tayeb jika sedang melawan arus selat Sape perjalanan yang cuma satu jam bisa menjadi tiga jam.
Short Trek: Pulau Komodo
View Pulau Komodo siang hari dari Frigate Hill |
Perahu kami melewati kawasan Pantai Merah namun atas saran pak Tayeb, kami singgah dulu ke petugas Taman Nasional Komodo (TNK) sekaligus biaya masuk. Sebenarnya terumbu-terumbu yang tampak dari atas perahu seperti menarik kami untuk segera terjun seperti halnya beberapa orang asing yang sedang asyik snorkling.
Perahu kami terus masuk ke dalam dan menambatkan perahu ke dermaga kayu. Di sisi utara tampak bangunan dermaga beton yang sedang dibangun namun belum selesai. Di sebelah selatan tampak sekumpulan rumah-rumah, menurut keterangan petugas di situlah satu-satunya kawasan hunian yang diijinkan ada di Pulau Komodo ini. Kalau di Rinca biasa disebut dengan Loh Buaya, maka Pulau Komodo disebut dengan istilah Loh Liang.
Jembatan di jalur short trek menuju ke Frigate Hill |
Sang ranger, Jacky namanya mengambil sebuah tongkat kayu yang ujungnya bercabang, dia juga meminta kami memegang tongkat itu. Jacky ini adalah penduduk asli yang tinggal di perkampungan yang kami lihat dari dermaga tadi. Menurut pak Tayeb, satu-satunya yang bahasa yang paling berbeda di Labuan Bajo adalah bahasa penduduk lokal Komodo.
Karena berjalan menuju ke titik pertama di Water Hole yang dikenal dengan nama Hutan Asam. Disini ada sebuah daerah genangan air yang dipakai binatang semacam rusa, babi, kerbau, sapi liar untuk minum air sehingga daerah ini mencari daerah utama perburuan komodo. Selain binatang itu, burung Kakatua Putih dan Gagak juga banyak ditemui di sini.
Pose di belakang seekor Komodo di water hole |
Seekor rusa liar yang sedang makan dan berteduh di depan restoran |
Dari lokasi Water Hole kami bergerak ke arah bukit Frigate Hill, dari atas sini kami bisa melihat view dermaga Komodo. Tampak beberapa ekor rusa sedang asyik makan di atas bukit. Sebentar di sini kami turun ke bawah ke arah perkantoran TNK dan tempat beristirahat. Di sini, kami melihat lebih banyak rusa yang sedang asyik berlindung di bawah pohon. Cukup banyak, rupanya tempat ini menjadi tempat yang aman bagi rusa-rusa liar ini karena pasti tidak ada pemburu liar yang berani memasuki kawasan ini. Cerita tentang pemburu liar, jumlah komodo yang terus menurun setiap tahun juga disebabkan oleh ulah para pemburu liar ini. Menurut Jacky, para pemburu umumnya dari Sape dan mereka sebagian besar memburu rusa baik untuk komsumsi sendiri atau dijual. Padahal komodo sendiri lebih menyukai berburu rusa dibanding dengan babi hutan.
Pantai Merah (Pink Beach)
Perairan yang jernih kehijauan di Pantai Merah |
Walaupun saat ini siang hari dan cuaca terasa sangat panas, namun sebaliknya air yang mengalir jernih justru terasa dingin, kontras sekali. Mungkin pengaruh pergerakan arus di sini yang menyebabkan suhu air dingin.
Perahu kami tak bisa ke pinggir pantai, menurut aturan dari petugas Taman Nasional Komodo memang perahu besar dilarang ke pinggir pantai dan hanya menambatkan perahunya di tengah, untuk ke pantai harus dengan perahu kecil atau dengan motor boat yang biasanya dibawa serta di perahu besar. Sayang perahu kami tidak memiliki perahu kecil seperti yang digunakan para bule yang sekarang dengan kameranya asyik naik di atas motor boat ke pinggir pantai.
Pantai merah ini memang punya kawasan terumbu yang indah, jika beruntung bahkan kita bisa melihat Manta Ray, ikan pari raksasa dengan kepala terbelah dua. Kawasan pantai berpasir putih dengan aksen merah, yang rupanya berasal dari remukan terumbu karang merah yang telah mati. Kami hanya berenang sebentar di pantai merah karena posisi matahari yang berada di atas kepala terasa keras menyengat, sementara dari perhitungan pak Tayeb kami masih
bisa singgah di Pulau Kanawa jika berangkat saat ini.
Pulau Kanawa (Kanawa Island)
View Kanawa Resort Island dari atas perbukitan dari sisi sebelah barat |
Selepas selat Sape kami kembali merasakan menerobos lautan kaca, setelah melewati beberapa pulau, dua jam berikutnya kami akhirnya mendekat ke dermaga kayu di Pulau Kanawa. Karena saat itu sudah dalam kondisi cukup surut dari pinggir dermaga kami bisa melihat koral-koral di sepanjang pantai Kanawa. Sebuah tulisan dari bambu dicat putih membentuk tulisan KANAWA tampak di akhir dermaga.
View Pulau Kanawa dari sisi sebelah selatan |
Dermaga kayu menuju ke Kanawa Resort Island |
Trekking ini paling pas untuk bisa melihat kondisi keseluruhan dari Pulau Kanawa sekaligus melihat kondisi perairan di seluruh perairan. Dari atas bukit ini kita bisa melihat sunrise dan sunset. Lokasi yang menawan.
Anjing yang menjadi penunjuk jalan kegiatan trekking kami |
Namun ternyata jalur trekking berhenti karena selebihnya belum dibuat jalur, karena waktu yang sudah semakin sore akhirnya kami memutuskan untuk turun kembali. Mungkin kami perlu kembali dan merencanakan perjalanan yang lebih baik agar bisa mengeksplorasi tempat-tempat ini lebih detil.
Labuan Bajo: Amazing
View of Sunset
Menjelang malam saat kapal bersandar di dermaga di Labuan Bajo |
View senja di Labuan Bajo dari Puncak Waringin |
Sebuah negeri 1000 pulau yang benar-benar menjanjikan petualangan wisata laut yang luar biasa. Anda hanya harus membiasakan diri betapa tidak mudahnya sarana transportasi di tempat ini.