Halaman

Sabtu, 26 Juni 2010

Larantuka: Kota Seribu Kapel

Mengunjungi pulau Flores rasanya belum lengkap tanpa menyentuh kota Larantuka, ibukota dari Kabupaten Flores Timur. Sesuai dengan nama kabupatennya, kota ini memang terletak paling timur dari pulau Flores dimana kepala naga Flores berada.
Bagi pecinta lagu-lagu dari kelompok Boomerang pasti tidak asing dengan salah satu judul lagu "Larantuka" yang diciptakannya. Saya tidak tahu persis apakah lagu itu terinspirasi dari kedatangan salah satu personelnya ke kota ini.
Larantuka ini bentuk kotanya memanjang, hal ini dikarenakan kontur geografisnya yang kurang lazim untuk sebuah kota. Jadi Larantuka ini disisi barat laut adalah daratan yang langsung berdiri perbukitan dan gunung dan sisi tenggara langsung berhadapan dengan laut. Praktis geografis semacam ini membuat kota jadi berdiri memanjang.
Yang kutahu, tiap tahun kota Larantuka dibanjiri orang dari segala tempat terutama dari Nusa Tenggara Timur untuk merasakan perayaan Paskah. Ya, Larantuka memang menjadi pusat perayaan Paskah disini bahkan untuk perayaan misa Paskah bahkan ada wakil dari Vatikan yang hadir di kota ini.
Aku sendiri lebih suka menyebut kota ini sebagai Kota Seribu Kapel. Rasanya setiap kaki melangkah kita bisa menemui kapel. Jika kita berada di sekitaran taman kota yang memanjang sepanjang garis pantai, kita akan melihat beberapa altar di depan kapel-kapel itu.
Salah satu altar yang menarik perhatian saya adalah altar yang berdiri di depan kapel Tuan Ma dan Tuan Ana. Sebuah patung besar berwarna putih menghadap alter dengan tulisan Mater Dolorosa, atau bisa diartikan Bunda Dukacita. Patung itu menggambarkan Bunda Maria yang sedang meletakkan Yesus di pangkuannya dengan tatapan wajah sedih.
Di sana juga berjejer 12 bangunan memanjang yang tiap-tiap bergambar pahatan logam kuningan tentang kisah penyaliban Yesus.
Terus terang aku tidak terlalu mengerti semua cerita itu tapi setidaknya ada warna menarik yang aku tangkap dari tempat ini.
Rasanya patung bunda Maria sangat mudah ditemui di tempat ini. Bahkan aku pernah melihat yang sayangnya tidak sempat diambil gambarnya patung Bunda Maria yang berdiri megah di salah satu pulau di depan pelabuhan ferri Larantuka. Patung ini mengingatkan saya tentang salah satu foto Yesus di Brasil.
Aku juga tertarik melihat kebiasaan orang untuk meting (mencari ikan saat laut surut) yang umum dilakukan orang di Nusa Tenggara Timur. Di sini ada istilah meting doeng karena saat saat laut surut bisa sangat jauh sekali sehingga kita bisa mencari ikan sampai jauh ke tengah laut dengan kedalaman tak lebih tinggi dari dada orang dewasa.
Bahkan pulau Adonara yang memang jaraknya tak jauh dari Larantuka serasa bisa seberangi saat laut surut. Asyik sekali mengamati baik anak-anak atau orang dewasa yang mencari ikan saat laut surut seperti ini.
Beberapa waktu saat sedang duduk-duduk di pantai aku melihat beberapa anak perempuan yang sedang mendari ikan dipinggir pantai. Walaupun sering melihat orang meting doeng tapi rasanya jarang melihat anak perempuan meting doeng jadinya pemandangan itu rasanya istimewa sekali.
Umumnya daratan Flores Timur ini lautnya berpasir hitam, meskipun ada beberapa tampat yang memiliki pasir kuning atau putih namun tidaklah banyak dan hanya beberapa tempat saja.
Meskipun berpasir hitam, pantai-pantai di Flores Timur tetap menarik untuk dinikmati. Seperti tulisan sebelumnya yang pernah aku tulis tentang Pantai Hading di Kawaliwu yang memiliki keunikan adanya sumber air panas di tepi pantai, dan itu bukan hanya ada di Kawaliwu. Seorang teman yang asli Flores Timur bercerita bahwa sumber air panas di tepi pantai juga ada di kampungnya.
Seorang teman pernah menjanjikanku untuk mengunjungi kampungnya di Solor, salah satu pulau dari kabupaten Flores Timur. Katanya banyak tempat yang menarik di kampungnya yang tidak kalah dari daratan lain di Flores. Janji yang menarik bukan, artinya masih ada PR yang harus kukerjakan bila aku bisa mengujungi pulau Solor, apalagi kalau bukan berbagi cerita dengan kalian.
Tanah Flores masih terus menggoda hati untuk dieksplorasi, menikmati karya Tuhan.

Selasa, 15 Juni 2010

Tenau: Terumbu di Balik Karang Terjal

Tenau, daerah yang selama ini dikenal sebagai daerah pelabuhan oleh warga sekitar Kupang ternyata menyimpan potensi yang cukup menarik. Awal saya melakukan ekplorasi bersama teman-teman ini gara-gara hobi baru snorkling waktu di pantai Tablolong (lihat tulisan sebelumnya). Setelah beberapa kali kita snorkling di Tablolong yang jaraknya cukup jauh dari Kupang kita mencoba mencari informasi lokasi snorkling baru yang letaknya tidak jauh dari Kupang.
Informasi ini mengarahkan kita ke Tenau yang jarak tempuhnya tak lebih dari seperempat jam itupun dengan berkendara santai. Tenau semua orang Kupang tahu arahnya, cukup dengan menyusuri pantai Kupang ke arah barat.
Di depan Gua Monyet beberapa meter di depannya akan ditemui jalan tanah berbatu yang cukup sulit, hati-hati jika hendak turun melalui jalan ini menggunakan kendaraan baik motor atau mobil. Jika mobil atau motor anda tidak cukup tinggi maka anda bisa memilih untuk memarkirkan kendaraan di tepi jalan dan anda turun jalan kaki ke arah laut. Kira-kira dari jalan ke laut sekitar 100 meter.
Karang-karang terjal akan anda temui di sepanjang mata memandang, ciri kota Kupang ini.
Laut ini merupakan daerah selat yang menghubungkan pulau Timor dengan pulau Semau, yang masih satu selat dengan daerah Tablolong.
Jika laut sedang pasang maka mata anda akan dimanjakan warna laut hijau dan biru nan bening. Warna hijau yang tembus hingga ke dasar ini pengaruh pasir putih dan air yang masih jernih. Namun saat pasang seperti itu tentu saja kita hanya bisa berenang di pinggiran saja karena arus laut saat itu sedang kuat-kuatnya.
Hal yang paling bijaksana tentu bertanya pada penduduk yang biasa mencari ikan di sana untuk tahu saat-saat pasang-surut air laut.
Seperti Tablolong, Tenau memiliki kawasan terumbu karang yang bagus terutama jenis ikannya yang tampaknya lebih variatif. Jika mata sudah dilongokkan ke dalam air, pemandangan tanaman-tanaman laut, terumbu karang dan ikan-ikan berwarna-warni yang masih berukuran kecil yang sering sembunyi dan muncul dari balik terumbu membuat mata enggan beranjak.
Kawasan terumbu karang ini cukup luas, mungkin butuh waktu cukup lama untuk mengeksplore tempat ini. Bahkan banyak jenis ikan-ikan yang cukup dicari orang ada disini seperti ikan badut (Clown Fish) atau ikan muka anjing (Puffy Puppy Fish).
Daerah yang kaya biota laut ini sayangnya tak luput dari kerusakan. Kerusakan oleh alam memang tak bisa dihindari karena arus besar dan gelombang juga kerap melanda daerah ini. Pada waktu surut, maka terumbu karang ini banyak yang muncul di permukaan air sehingga beberapa kemungkinan mengalami kerusakan waktu terpapar di permukaan.
Namun kerusakan terbesar tetaplah ulah manusia baik disengaja ataupun tidak disengaja. Pengeboman ikan yang sering dilakukan nelayan merupakan penyebab utama kerusakan terumbu karang disini, disamping juga kerusakan tidak sengaja seperti menginjak-injak karang sewaktu air surut untuk mencari ikan atau kerang seperti yang sering dilakukan orang-orang.
Beberapa orang juga tidak tahan untuk sekedar melihat-lihat saja, ada saja orang setelah berkunjung kesini membawa satu atau dua karang untuk dibawa pulang. Semoga kebiasaan ini tidak terlanjut sehingga terumbu karang disini tetap bisa terjaga sampai nanti.