Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label Tabanan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tabanan. Tampilkan semua postingan

Jumat, 01 Desember 2017

Memuja Sang Dewi Danu di Ulun Danu Beratan


Aku singgah di Strawberry Farm Restaurant untuk istirahat setelah mengarungi lautan macet. Mungkin karena kunjunganku ini bertepatan dengan libur panjang 4 (empat) hari jadi akses jalan padat dimana-mana. Ice Coffee Latte dan Jus Stroberi yang segar dan mantap telah menuntaskan dahagaku. Aku pun semakin bersemangat melanjutkan perjalanan ke Pura Ulun Danu Beratan.


Begitu memasuki kawasan pura ini, disambut dengan pepohonan Pinus, Palem dan bunga-bunga Jepun atau Bunga Kamboja yang menghiasi taman dengan jalan setapak yang membelah menuju gerbang danau. Di depanku Turis Asing seorang Ibu dengan anak perempuannya yang menginjak remaja. Dari percakapan yang aku dengar, mereka dari negerinya Vladimir Putin, Rusia. Aku memang suka curious alias kepo kalau ada orang Rusia sedang berbicara. Anggap saja aku sedang berada di Laboratorium Bahasa Rusia, Bahasa yang pernah aku pelajari beberapa tahun yang lalu.

Obyek wisata Ulun Danu Beratan berlokasi di daerah Desa Candi Kuning, Kecamatan Baturiti,  Kabupaten Tabanan, Bali. Sekitar 56 (limapuluh enam) Kilometer dari Kota Denpasar. Berada di tepi jalan provinsi arah Bedugul. Terletak pada ketinggian 1.200 meter dari permukaan laut. Dikenal sebagai danau "Gunung Suci".

Berdasar Babad Mengwi, Ulun Danu dibangun oleh Raja I Gusti Agung Putu/ I Gusti Agung Sakti dari Kerajaan Mengwi sebelum tahun Saka 1556 ( tahun 1643 Masehi). Pura ini digunakan untuk persembahan sebagai penghormatan kepada Dewi Danu, Dewi air, danau dan sungai.

Komplek Pura Ulun Danu Beratan terdiri dari 5 (lima) pura dan 1 (satu) Stupa Buddha. Pura Penataran Agung, Pura Dalem Purwa, Pura Taman Beji Ngebejiang, Pura Lingga Petak, Pura Prajapati dan Stupa Buddha yang dibangun sebagai wujud toleransi bagi pemeluk agama Buddha.

 

Oohh ternyata sedang ada upacara di Bale Panjang Pura Dalem Purwa untuk penghormatan kepada arwah para leluhur. Pantas saja Ulun Danu Beratan tampak dipadati penduduk sekitar. Mereka berpakaian adat berupa Kebaya, Beskap, Kain, Ikat kepala dan Ikat Pinggang khas Bali yang didominasi warna Putih dan Kuning Emas. Sambil menangkupkan dua telapak tangan di atas kepala, mereka tampak khidmat melaksanakan ritual yang dipimpin seorang Pedanda.

Nah, ini yang aku cari, spot gambar lembaran uang Limapuluh Ribu Rupiah. Coba cek yang punya lembaran uang Rp.50.000, di situ terlihat gambar Pura Lingga Petak atau lebih dikenal sebagai Pura Ulun Danu Beratan. Pura ini memiliki dua Pelinggih yaitu, Pelinggih Meru Tumpang Solas dan Pelinggih Tumpang Telu. Disini terdapat sumur suci dan keramat yang menyimpan Tirta Ulun Danu (Air Suci Ulun Danu). Wisatawan dianggap belum pernah ke Bali kalau belum ke tempat ini, karena Pura Ulun Danu Beratan adalah ikon wisata Bali.

Cuaca mendung dan berkabut tidak menghalangi para wisatawan untuk berpose di ikon wisata Ulun Danu Beratan. Memang harus ekstra sabar antri untuk bisa berfoto di ikon ini. Akhirnya aku pun bisa berfoto sambil memamerkan lembaran uang Lima Puluh Ribu Rupiah-ku. Aseeekk!

Bagi pengunjung yang ingin mengarungi danau, pengelola obyek wisata menyediakan Perahu berbentuk Bebek dan Angsa yang bisa disewa perjam-nya. Kios-kios yang menjual Cenderamata/souvenir berjajar di pintu keluar obyek wisata, bersebelahan dengan parkiran. Aku sempat membeli celana kain Merah khas Bali favorite-ku.

Foto dan tulisan: Arum Mangkudisastro
Baca keseluruhan artikel...

Jumat, 30 Desember 2011

Tanah Lot, Uluwatu dan Dream Land

Lebih dari setahun lalu perjalanan ini aku lakukan, menurut catatan album foto yang aku buat perjalanan ini aku lakukan pada tanggal 3-4 November 2010. Awalnya aku pikir sudah menuliskan perjalanan ini ternyata setelah aku telusuri di blog tidak ada, rupanya perjalanan yang ini terlewatkan.
Bali... bukanlah hal asing bagi orang Indonesia bahkan orang dari luar pun lebih mengenal Bali dibanding Indonesia sendiri. Mungkin itu pula yang membuat aku agak ragu menuliskan tempat ini, karena banyak orang yang sudah mengenalnya bahkan mungkin lebih tahu daripada aku yang cuma mampir tak lebih dari seminggu.
Kalau bukan karena bareng teman dari Bali, belum tentu aku sampai ke tempat-tempat ini. Nyoman yang kebetulan mendapatkan penugasan tugas bareng aku ke Denpasar. sebagai orang Bali yang tentu mengenal baik seluk beluk Bali, Nyoman dengan mudah bisa mencarikan waktu yang tepat untuk berjalan-jalan tanpa harus menggangu penugasan.
Dalam waktu dua hari perjalanan, aku sempat mengunjungi tiga lokasi yang cukup dikenal. Bukan kesempatan yang buruk mengingat waktu itu di Bali sendiri hujan sudah turun.


Pura Tanah Lot
Rabu sore, sepeda motor yang aku naiki bersama Nyoman meliuk-liuk menerobos kesesakan jalan Denpasar menuju ke arah Tabanan. Untung kami menggunakan motor karena mobil-mobil tampaknya harus rela bergerak pelan-pelan seperti gerakan naga yang malas.
Setelah sekitar 40 menit duduk di atas jok motor, akhirnya aku bisa bernafas lega setelah sampai. Sedikit terkejut karena di depan lokasi parkir aku sendiri nyaris tidak bisa mengenali lagi. Bangunan tempat pedagang pakaian, minuman dan cindera mata memenuhi sepanjang areal perparkiran. Lagi-lagi keberadaan Nyoman sangat membantu, dengan lincah dia mengajakku menelusup di antara bangunan para pedagang. 
Jam sudah menunjukkan pukul 4 sore lewat 30, namun cuaca yang agak mendung membuat suasana terasa temaram waktu aku sampai di Pura Penyawang. Dari samping Pura tampak view Pura Tanah Lot yang saat itu airnya sedang naik agak tinggi sehingga ora tidak bisa sampai ke sana.
Sebenarnya yang dimaksud Pura Tanah Lot adalah Pura yang berdiri sendiri di atas batu karang yang terpisah sendiri. Sedangkan kawasan wisata Pura Tanah Lot sendiri terdiri beberapa pura, salah satunya ya Pura Penyawang yang berada di bibir pantai.
Ada juga Pura Jero Kandang yang menurut kepercayaan digunakan untuk masyarakat yang ingin berdoa bagi tanaman atau binatangnya. Atau Pura Enjung Galuh yang letaknya di puncak bukit karang sebelah kanan dari Pura Tanah Lot, yang menurut informasi digunakan sembahyang masyarakat yang menginginkan kekayaan/kesejahteraan.
Sayang waktunya tidak tepat untuk turun ke bawah, padahal aku sudah mendengar tentang keberadaan gua-gua yang ada dibagian bawah Pura Tanah Lot yang dipenuhi dengan ular laut yang sangat beracun. Ular laut yang berbentuk tipis dengan warna hitam berstrip kuning ini dipercayai sebagai penjaga Pura Tanah Lot dari roh jahat dan penganggu.
Waktu memotret Pura Tanah Lot dari bagian atas aku bertemu dengan Alex, orang Bali peranakan China yang saat itu sedang jalan-jalan. Dia menyapaku lebih dulu, dan dari perkenalan baru kutahu kalau dia tertarik dengan kamera Fuji S200 EXR yang aku bawa karena dia juga sedang memegang kamera Fuji HS10 EBC. Alex agak surprise dengan beberapa peralatan yang aku bawa, karena menurutnya selama ini kamera seperti itu tidak bisa ditambah apa-apa lagi. Beberapa kali dia minta aku memotret dengan menggunakan memori dia, juga dia sempat meminjam beberapa filter yang aku bawa. Dari Alex aku diajak ke sisi selatan dari Pura Tanah Lot, rupanya dia mengajakku ke arah Nirwana Resort. Dari sini memang aku mendapatkan view yang cukup berbeda walaupun jaraknya agak jauh dari Pura Tanah Lot.


Legian, Ground Zero dan Pantai Kuta
Malam setelah dari Pura Tanah Lot aku dan Nyoman sempat berjalan-jalan memutari kawasan Legian. Awalnya memang sekedar mau mengunjungi Monumen Bom Bali yang terletak di daerah Ground Zero. Monumen yang biasa disebut dengan Monumen Bom Bali, didirikan di bekas tanah yang pernah menjadi pusat ledakan bom Bali. Di monumen itu tertulis daftar nama-nama orang yang tewas menjadi korban ledakan. Tampak beberapa bunga-bunga segar yang diletakkan di depan monumen yang ditaruh orang-orang yang mengunjungi tempat ini sebagai tanda ikut berduka.
Sekarang kawasan ini sudah tampak ramai kembali, tidak seperti beberapa tahun sebelumnya paska peledakan yang nyaris meruntuhkan kebesaran Bali sebagai daerah destinasi wisata. Tapi tentu saja keramaiannya belum pulih benar. Kawasan ini hampir dipenuhi klub dan cafe yang bertebaran di sepanjang jalan berhimpitan dengan beberapa bangunan kecil yang menjajakan souvenir dan cendera mata khas Bali. Aku sendiri nyaris bingung apakah sekarang masih di Indonesia atau tidak, karena kawasan Legian sudah lebih didominasi bule, suasana hingar bingar dan dentuman musik terdengar memekakkan telinga.
Di pertigaan jalan menuju Pantai Kuta, beberapa orang mendatangi aku dan Nyoman dan menawarkan sesuatu. Aku tidak terlalu mengerti maksudnya, dari Nyoman kutahu kalau mereka menawarkan barang-barang haram semacam heroin, ekstasi dan sejenisnya. Rupanya di kawasan Legian ini transaksi seperti ini hal yang biasa, istilahnya illegal namun secara terselubung dibiarkan. Menurut informasi, transaksi seperti dibiarkan salah satunya untuk mendongkrak pariwisata entah benar atau tidak, namun jangan coba-coba bertransaksi di luar kawasan ini.
Berbeda dengan kawasan Legian, Pantai Kuta justru malam ini terasa sangat tenang. Musik hanya sayup-sayup terdengar dari Planet Hollywood di seberang jalan. 
Kesanku tentang kawasan Legian ini bukanlah kawasan menarik, terutama backpacker yang menyukai keunikan dan keindahan Bali. Disini justru serasa didamparkan pada wajah asing di tanah Indonesia.


Pura Uluwatu dan Pantai Dreamland

Setelah esoknya dari Pura Tanah Lot, hari Kamis kami memiliki waktu lebih longgar karena siang sudah dilakukan penutupan acara. Karena setelah hari ini kami harus membiayai biaya penginapan kami sendiri, aku memutuskan untuk berpindah hotel. Selain faktor tarif hotel yang terlalu tinggi aku juga memikirkan faktor kemudahan untuk bergerak.
Siang setelah meletakkan tas bawaan di hotel, aku dan Nyoman kembali meluncur. Kali ini arah tujuanku adalah ke Dreamland. Searah dengan pantai Dreamland dan masih berada di lokasi Jimbaran, karena masih agak siang aku memutuskan meneruskan perjalanan ke daerah Uluwatu.

Aku sampai di Pura Luhur Uluwatu selepas lewat jam dua siang, suasana terasa sepi. Hanya ada beberapa pengunjung yang sedang sibuk dipakaikan selendang. Katanya, semua orang yang masuk ke dalam pura harus menggunakan selendang sehingga aku pun ikut memakainya. Begitu masuk pertama ke dalam, serombongan monyet menyambut mataku tapi mereka tidak mengganggu hanya melihat kami dari pinggir beton pembatas. Sekali dua melintas monyet yang sedang menggendong anaknya.
Pura Luhur Uluwatu didirikan di atas karang yang sangat tinggi. Dari pinggir pagar, tampak deburan ombak pantai Selatan yang keras menghantam batu-batu karang jauh di bawah. Karena tertarik view yang menarik, aku nekad saja keluar dari pagar. Nyoman geleng-geleng saja dengan tingkahku, apalagi penjaga pura juga membiarkanku cuma mengatakan kalau berani keluar pagar risiko ditanggung sendiri.
Sebenarnya cukup bikin ngeri juga berdiri di tepi tebing karang yang begitu tinggi, apalagi karang ini berupa rekahan yang aku tidak tahu bisa terlepas atau tidak. Menelusuri sisi samping tebing kami sampai di bagian terakhir pura, ada sebuah warung tenda kecil, sebuah kebetulan saat kami sudah merasa demikian kehausan. Maklum kami kelupaan membawa bekal padahal tidak ada pedagang di depan pura.
Setelah mulai sore, aku dan Nyoman meluncur ke arah Pantai Dreamland. Ternyata untuk ke Dreamland kami harus masuk ke arah resort yang dibangun dengan meratakan perbukitan di sini. Perjalanan menjadi mudah, karena informasi awal bahwa untuk ke Dreamland kita harus berjalan kaki menaiki bukit yang cukup lama.
Pantai Dreamland memang indah, pasir putih membentang di sepanjang pantai. Sayang pada bulan-bulan ini ombak tidak terlalu besar padahal salah satu yang menarik disini adalah ombaknya yang besar sehingga pantai Dreamland salah satu favorit untuk surfing. Sayang ada bangunan hotel dan club yang berdiri di pinggir pantai dengan jarak sangat dekat. 
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya