Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.
Tampilkan postingan dengan label Malang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Malang. Tampilkan semua postingan

Rabu, 01 April 2020

Memecah Keheningan Candi Sumberawan

Kicauan burung bersahutan saat aku menapaki jalan setapak menuju candi. Barisan pohon pinus masih lebat tersisa di sini. Setelah meniti jembatan yang melintang di atas sebuah kali kecil tibalah aku di gerbang Candi. Bau harum bunga melati tercium sama ketika aku memasuki gerbangnya. Aneh aku tidak melihat Bunga Melati ataupun dupa disini. Jadi wangi ini dari mana asalnya?


Aku melewati pos pengurus candi yang ada di dalam komplek Candi ini. Dari sini terlihat tumpukan batu-batu dan stupa Candi di kejauhan. Batu reruntuhan candi yang satu tertumpuk dan yang lain tersusun seperti tempat semedi/meditasi berikut cupu untuk dupa.

Sesosok pria memakai jaket berwarna merah dan putih menancapkan dupa di sebuah cupu. Seketika aroma dupa menebar aura mistik. Dia duduk bersilang kaki dengan kedua telapak tangan, ujung jari jempol dan jari telunjuk saling bersentuhan, dan jemari yang lain saling merangkai. Matanya terpejam. Gerakan menghirup udara dari hidung dan melepaskannya perlahan kurang lebih lima belas menit untuk mengheningkan cipta. Tenang dan damai terpancar dari wajahnya. Suasana Candi di pagi hari yang sepi menambah kekhusyukannya.

Agar tidak menggangu meditasinya aku bergegas naik ke stupa Candi. Stupanya mirip dengan stupa tertinggi Borobudur. Stupa polos tanpa relief pahatan pada dinding candi melambangkan "suwung", kosong, hening, puncak dari semedi/meditasi. Memang candi ini biasa digunakan untuk bertapa semedi. Sayang bagian ujung stupanya tidak ada. Mungkin hilang atau telah lapuk dimakan usia.

Di seberang stupa ada sebuah sendhang atau kolam yang mata airnya keluar dari dalam tanah. Pohon-pohon yang rindang dengan dahan ranting yang bergelayutan mengelilingi sendhang itu. Menambah kesan wingit area ini.


Ada sudut yang menarik perhatianku. Seperti ada tarikan energi dibalik pagar tembok itu. Benar saja ternyata ada sumber air yang disucikan di tempat ini. Ketika aku mau masuk, seekor kupu-kupu putih terbang mengitariku. Mungkinkah ucapan selamat datang dari makhluk kecil itu?

Mata air jernih yang menyembul dari sela-sela batu membuatku ingin membasuh wajah dan mencicipi airnya. Tak lupa sebelum menyentuh atau mengambil airnya kita berdoa dan meminta ijin pada Yang Maha Kuasa.


Konon Candi Sumberawan adalah petilasan dan tempat moksa Mpu Purwa, ayah dari Ratu Ken Dedes dari Kerajaan Tumapel/Singosari. Moksa adalah meleburnya raga dan roh kepada elemen alam semesta untuk bersatu dengan pemilik hidup, Tuhan Yang Maha Esa.



Candi Sumberawan ini berlokasi di Desa Toyomarto  Kecamatan Singosari, Malang, Jawa Timur. Diperkirakan dibangun pada masa Kerajaan Singosari oleh Raja Kertanegara. Kemudian dipugar oleh Raja Hayam Wuruk dari Kerajaan Majapahit yang datang berziarah, sebagaimana disebutkan dalam Negarakertagama 1359 M. Dalam Negarakertagama disebutkan tempat yang bernama "Kasuranggan"  yang berarti taman tempat para dewi/bidadari. Hhhmm pantas aku mencium semerbak bunga melati ketika masuk gerbang candi, ternyata itu wangi dari para bidadari. Baik Raja Kertanegara dan Raja Hayam Wuruk adalah keturunan Ratu Ken Dedes yang juga keturunan Mpu Purwa.

Foto dan tulisan: Arum Mangkudisastro Baca keseluruhan artikel...

Jumat, 09 Agustus 2019

Melati Untuk Anusapati

Candi Kidal Malang Jawa Timur
Harum wangi Bunga Melati tercium ketika aku memasuki komplek Candi Kidal. Tumbuhan Melati menghiasi di kanan kiri sepanjang jalan setapak. Mewarnai suasana pagi yang cerah nan indah.


Candi Kidal Malang Jawa TimurPengurus candi tampak sedang menyirami rumput dan tanaman. Beliau tersenyum ramah saat aku menghampirinya.  Seorang perempuan berbaju batik merah marun dan berkerudung coklat. Menurut penuturan beliau, Ibu Siti Romlah selaku pengurus candi, Raja Anusapati suka dengan Bunga Melati. Pantaslah hampir seluruh komplek taman Candi Kidal ditanami Bunga Melati.

Mataku tertuju pada kain putih yang terhampar memanjang disepanjang undakan Candi. Sebuah pemandangan yang jarang kulihat. Ternyata kain putih itu dipasang saat ada acara Ruwatan Murwakala Malang beberapa hari yang lalu. Masih tersisa kembang, daun pisang dan dupa di dalam kubah Candi. Sepertinya aku datang pada waktu yang tepat. Saat Candi telah diruwat dan dibersihkan dari hal-hal negatif yang buruk.

Candi setinggi kurang lebih 12 meter ini mempunyai struktur bangunan berundak yang dibagi menjadi tiga bagian. Bagian kaki ( Upapitha) disebut Bhurloka yang menggambarkan alam atau dunia manusia. Bagian badan (Vimana) disebut Bwahloka yang menggambarkan alam antara atau alam langit. Bagian puncak (Cikhara) disebut Swahloka yang merupakan alam surgawi atau kahyangan para dewa.

Aku berjalan mengelilingi candi. Membaca relief-relief yang tergurat di dinding Candi. Bila di Candi Borobudur membaca relief dengan mengkanankan candi, Pradaksina, tetapi di Candi Kidal membaca relief dengan berlawanan arah jarum jam, Prasawiya. 

Candi Kidal Malang Jawa Timur
Terdapat tiga relief utama yang terpahat pada dinding candi. Relief Garudeya yang sedang melayani para naga, Garudeya membawa guci air amerta dan Garudeya menggendong ibunya, Dewi Winata. Disamping itu relief Kala Makara di atas pintu candi.

Kisah Garudeya bermula dari persaingan antara kakak beradik Dewi Kadru dan Dewi Winata yang menjadi istri Resi Kasyapa. Mereka berselisih mengenai warna Kuda Ucchaisswara yang muncul dari dalam samudera purba. Dewi Kadru menebak warna hitam, sedangkan Dewi Winata menebak warna putih. Sengitnya perselisihan itu membuat mereka bersepakat untuk bertaruh. Barangsiapa yang tebakannya salah dan kalah akan menjadi budak bagi yang menang.

Para Naga yang menjadi anak Dewi Kadru memberitahu ibunya kalau sebenarnya warna kuda Ucchaisswara putih yang berarti tebakan Dewi Winata benar. Tetapi Dewi Kadru bersiasat dengan menyuruh anak-anaknya untuk menyembur dengan racun bisanya agar merubah warna kuda tersebut. Akhirnya para naga berhasil merubah warna kuda Ucchaisswara menjadi hitam yang berarti Dewi Kadru pemenangnya dan Dewi Winata beserta Garudeya menjadi budak mereka.

Garudeya berusaha membebaskan ibunya dari perbudakan Dewi Kadru. Para naga meminta syarat Garudeya harus mendapatkan air amerta yang dimiliki para dewa. Garudeya mencari air amerta dan bertemu Dewa Wishnu. Dewa Wishnu bersedia membantu dan minta agar Garudeya bersedia menjadi wahananya/kendaraannya. Air amerta yang didapat dimasukkan ke dalam guci. Di dalamnya diberi rumput ilalang. Garudeya berpesan kepada para naga harus bersuci dengan mandi terlebih dahulu. Saat para naga sedang mandi, air amerta diambil oleh Dewa Indra. Sisa air yang tercecer dirumput ilalang dijilati para naga hingga membuat lidah mereka terbelah dua. Akhirnya Garudeya berhasil membawa pergi ibunya, Dewi Winata dan membebaskannya dari perbudakan Dewi Kadru.

Candi Kidal Malang Jawa Timur Candi Kidal Malang Jawa Timur

Candi Kidal berlokasi di Jalan Raya Tumpang - Malang tepatnya Desa Rejokidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang.  Kidal mempunyai arti "kiri" dan istilah keduanya berarti "selatan" dari kata "kidul". Mungkin karena letak candi tersebut  berada di selatan-kiri (tenggara) dari Kerajaan Singosari yang terletak disebelah utara.

Candi Kidal adalah pedharmaan Raja Anusapati, Raja kedua Kerajaan Singosari yang bertahta tahun 1227-1248. Stana dibuat sebagai penghormatan kepada sang raja setelah mangkat. Candi Kidal merupakan tempat Abu jenasah Raja Anusapati, diruwat dan dimuliakan sebagai Siwa. Sayang Patung Siwa sudah tidak ada di candi ini. Patung Siwa tersebut sekarang tersimpan di Museum Leiden Belanda.

Candi Kidal Malang Jawa Timur
Tokoh cerita Garudeya dan Dewi Winata yang terpahat di dinding Candi Kidal adalah penggambaran kisah hidup Raja Anusapati dan ibunya, Ken Dedes. Berawal dari Anusapati yang tidak tahan tiap hari mendengar tangisan kesedihan ibunya, Ken Dedes. Kesedihan Ken Dedes karena Sang Rajasa, Ken Angrok menikahi perempuan lain (Ken Umang) dan lebih menyayanginya. Ken Dedes pun pergi dari Kedhaton dan kembali ke kampung halamannya.

Anusapati menganggap Sang Rajasa adalah penyebab kesedihan ibunya yang harus dilenyapkan. Sungguh Anusapati tidak tega pada ibunya, Ken Dedes yang sangat dicintainya. Sosok perempuan yang cantik jelita dan wangi tubuhnya tetapi nestapa hidupnya. Anusapati bertujuan meruwat ibunya agar terbebas dari kesengsaraan dan kembali menjadi perempuan utama yang sempurna.


Entah karena terbawa cerita Raja Anusapati dan Ken Dedes itu, setelah aku mengunjungi Candi Kidal, malamnya aku bermimpi aneh. Dalam mimpi itu aku bertemu sesosok pria gagah bertelanjang dada dengan rambut yang digelung keatas. Sorot matanya tajam. Raut wajahnya terlihat kuat dan tegas. Siapakah dia? Raja Anusapati kah?



Baca keseluruhan artikel...

Minggu, 07 Mei 2017

Kerennya Museum Angkut di Batu

Dari beberapa list yang ada di daftar lokasi yang harus dikunjungi, museum angkut dan museum topeng ini justru baru muncul belakangan hasil ngobrol-ngobrol gak jelas dengan driver travel setelah sampai di Batu. Awalnya aku salah mengira itu semacam museum angkutan, jadi dibayanganku adalah sebuah gedung yang isinya angkutan kota dari jaman oplet punya si mandra sampai mobil taksi online.. Pokoknya kurang asyik gitulah, museum yang sekedar buat edukasi atau orang tua yang mau nostalgia.

Tapi ternyata aku salah besar sodara-sodara.. pertama, ternyata itu museum angkut bukan cuma satu gedung. Ini kaki musti sering selonjorin buat menghilangkan rasa pegal. Bini yang jauh-jauh aku bawa dari Kupang dari mulanya excited waktu pertama ngeliat sampai akhirnya matanya jelalatan cari pintu keluar tercepat. Walhasil, setelah kakinya kram harus muterin museum angkut yang luasnya 3,8 hektar (katanya) biniku menyerah untuk melanjutkan mendatangi museum d'topeng. Gak tau, emang karena capek muterin museum angkut atau karena ngerasa horor sama suasana museum d'topeng. Kayak-kayaknya sih dia sedikit parno melihat topeng gitu. Tapi herannya kok dia gak takut gitu liat muka suaminya yang masih pake topeng hahahaha. 

Kedua, ternyata itu museum transportasi yang berarti mencakup seluruh sejarah transportasi. Jadi begitu masuk pertama kamu bakalan disuguhi pemandangan mobil-mobil lama yang masih kece gila. Iya beneran, aku aja sampai nge-batin.. itu mobil beneran atau cuma replika. Mobil-mobil yang masih kinclong itu jelas mobil-mobil kelas kolektor. Penggemar mobil antik dipastikan kejang-kejang pengen ngembat tuh mobil kalau masuk ke sana.

Gedung hall utama emang pas jadi ruangan pertama yang akan ditemui pengunjung. Didominasi mobil-mobil Eropa yang antik dan keren gila, dan pastinya digunakan oleh kalangan elit. Lha iya, jaman itu yang bisa pakai mobil minimal 4.000cc kalau bukan orang kaya(h) ya sopir truk gandeng.Bahkan ada mobil eks-RI pertama lho yang mejeng di sini, artinya mobil yang nongkrong warna hitam dari pabrikan Roll Royce ini pernah dinaiki Ir. Soekarno semasa menjadi presiden Republik Indonesia. 
Yang paling bersinar tetep mobil putih dengan roda mirip roda pedati yang mejeng di panggung yang memutar. Merknya di bagian plat tertulis "Tolong Jangan Dipegang; Please Don't Touch", ah sial panjang amat ya merk-nya. Tiga jempol dah (satu jempol gak jelas ikut naik). 

Selain nampang mobil-mobil keren di hall utama, ada juga motor-motor yang gak kalah keren. Tapi entah apa maksudnya itu museum pasang tulisan di atas jajaran sepeda onthel "Tahukah anda, pabrik motor dan mobil terkenal di dunia juga pernah memproduksi sepeda onthel".. mungkin dorongan semangat buat lik Sutiknyo yang sekarang udah bisa bikin sepeda onthel kayu bisa bikin mobil sukur-sukur pesawat terbang nanti.. dari kayu. Tapi kayaknya asik juga naik sepeda onthel dengan merk "Harley's Davidson".. ah paling nanti kamu bilang "kasian tuh orang, gak bisa beli motor bagus sampai sepeda ditempeli sticker Harley's Davidson". Tapi sepeda yang ditampilkan bukan cuma yang bermerk saja. Ada juga sepeda yang dibuat tanpa merk dengan model awal-awal sepeda yang pengayuhnya di roda depan yang ukurannya gede banget.

Gak melulu mobil dan motor, ada juga dipamerkan alat angkut awal saat mesin uap belum ditemukan. Cikar, dokar, becak sampai pedati yang ditarik sama sapi-pun ikut nongkrong. Ada juga kapal-kapal yang semuanya replika ukuran kecil bukan replika ukuran asli. Kebayang kan kalau kapal Titanic yang dipasang replika ukuran asli, itu satu saja udah cukup nutup semua ruang museum hahahaha.

Ada juga ruang simulasi pesawat terbang yang terletak di zona Runway 27. Di zona ini, ditampilkan pesawat-pesawat dari pesawat kecil yang masih pake baling-baling sebiji di tengah sampai pesawat komersil yang udah pake mesin jet. Tapi lupakan sajalah, aku yang lama di NTT udah ngerasain dari jaman pesawat pake baling-baling yang biar mati sebelah masih bisa terbang sampai jaman pesawat udah pake mesin jet. Eh untuk sementara urusan naik pesawat simulasi aku skip dulu.

Keluar dari main hall, kita masuk ke zona pecinan bersebelahan dengan zona batavia. Di zona pecinan dan batavia ini me-replika suasana kawasan Jakarta Kota sampai dengan pelabuhan Sunda Kelapa yang dahulu-nya memang menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan besar di Jakarta. Angkutan yang ditampilkan di zona ini macam oplet-nya si Mandra sama bajaj yang sekarang di jakarta keberadaannya juga mulai hilang digantikan jenis kendaraan rodak tiga baru. Di bagian zona Gudang Batavia, masih banyak kumpulan mobil-mobil keren juga motor-motor lama yang sebagian masih sering kutemui di jalan digunakan oleh para penggemar mobil/motor antik.
Buat kita-kita yang belum ngelongok ke luar negeri, tentu yang asyik saat masuk selepas zona batavia. Zona pertama adalah zona Gangster Town. dengan latar jalan raya lengkap dengan panorama gedung-gedung masa lalu membuat kita dibawa bernostalgia kondisi kota besar di Amerika zaman-zaman gangster masih banyak menguasai kota. Zona ini mungkin zona yang paling diminati untuk berfoto. Mobil-mobil klasik bersliweran di jalan menambah kerennya suasana kota.


Masih ada beberapa zona lagi jika masih kuat menikmati seperti zona Eropa yang menggambarkan miniatur kota-kota di Eropa kayak Roma, Paris, London, replika istana Buckingham Palace, zona Hollywood yang mengambarkan suasana jalan dan bangunan-bangunan di Hollywood masa lampau, sampai dengan Las Vegas yang penuh cahaya berkelap-kelip seperti bintang di langit. Semua lokasi-lokasi ini layak diabadikan, bahkan mungkin ini akan menjadi lokasi favorit untuk foto pre-wedding. Walau denger-denger untuk foto pre-wedding dikenakan biaya 2,5juta (termasuk tiket masuk pasangan dan kru kali). Cuma karena sudah terlalu sore juga kaki yang sudah terasa pegal-pegal, istriku beberapa kali harus mencari tempat duduk untuk beristirahat. Luasnya museum ini memang lumayan bikin capek untuk dijelajahi.

Pernik-Pernik
Berlokasi di Jl. Terusan Sultan Agung Atas No. 2 Kota Wisata Batu, Museum Angkut berada satu grup dengan Jatim Park 1 dan 2, Batu Secret Zoo, serta Batu Night Spectacular dalam Jawa Timur Park Group. Kalau pengen dapat gambaran lokasinya bisa mengunjungi situsnya http://www.museumangkut.com/zona-museum-angkut/# tapi menurutku sih malah tidak terlalu lengkap, tapi kalau mau pesen tiket sekalian dengan lokasi wisata yang masih satu kesatuan dengan Jaw Timur Park Group sih enak kalau pesen di sini dulu. Apalagi kalau lagi ada promo.


Museum ini kata mbah Wiki didirikan tahun 2014 jadi masih tergolong baru. Selain mobil yang pernah digunakan presiden RI-1, katanya ada juga beberapa mobil yang memiliki nilai sejarah, salah satunya adalah mobil Land Rover buatan tahun 1958 yang pernah digunakan Lady Diana dan suaminya Pangeran Charles. Ada juga mobil Tucuxi yang ditampilkan dalam kondisi hancur, bagi yang agak lupa mobil Tuxuci adalah mobil listrik buatan anak negeri yang kerap digunakan oleh Dahlan Iskan yang kemudian mendapatkan kecelakaan nahas.

Pengguna kamera DSLR yang masuk ke dalam dikenakan biaya tambahan 30-rebu, tapi itu bukan cuma DSLR termasuk juga kamera poket, handycam, dan sejenisnya. Yang gak kena charge cuma hape. Jadi menurutku, kalau kameramu gak siap ambil gambar yang bagus misal bukaan/aperture gak lebar atau takut noise tinggi bisa titip dulu. Sekedar info, ruangan hall utama tempat mobil-mobil kece badai itu ruangannya minim cahaya. Emang tampak dramatis kalau dilihat, tapi jadi simalakama kalau dipotret.
Baca keseluruhan artikel...

Jumat, 31 Maret 2017

Air Terjun: Coban Rondo & Coban Tengah

Sabtu pagi aku sudah membangunkan istriku yang meringkuk ke dalam selimut. Bukan pekerjaan gampang bangun pagi-pagi saat udara masih dingin membekukan tulang. Kalau bukan karena mengiyakan ajakanku kemarin sore, mungkin dia saat ini akan memilih membenamkan wajahnya ke dalam selimut. Sambil menunggu istriku berdandan aku mencoba keluar kamar sebentar untuk menggerakkan badan. Tidak terlalu dingin menurutku, padahal aku cuma menggunakan kaos dalam saja. Sekarang aku sudah banyak mengerti menghadapi hawa dingin pegunungan.

Di pelataran Hotel Nirwana pagi ini aku lihat lebih banyak mobil terparkir, padahal sehari sebelumnya sepi sekali hanya ada dua kamar yang terisi selain kamarku. Kawasan Songgoriti memang tak seramai dulu lagi walau masih banyak penduduk setempat yang menyewakan villa, itu kata beberapa orang yang aku mintai saran saat mau berkunjung ke Kota Batu, Malang. Hari ini Sabtu, perkiraanku mulai bakalan banyak orang datang dan membuat tempat wisata ramai dan sesak orang. Jelas lokasi air terjun Coban Rondo yang akan aku tuju kemungkinan besar juga begitu.

Cuaca agak mendung, aku ragu apakah hari ini turun hujan atau tidak. Walau bulan Agustus itu bulan panas kalau di Kupang, tapi tidak dengan Kota Batu. Bulan seperti ini, masih ada saja hujan yang turun. Itulah susahnya kalau jalan-jalan pakai motor yang otomatis tidak anti hujan. Tapi aku nekat saja tetap jalan toh kalaupun hujan kita bisa berteduh. Begitu keluar hotel, yang aku tuju pertama adalah mencari makan pagi karena hotel masih belum menyiapkan makan pagi sebelum jam tujuh.

Air Terjun Coban Rondo
Jarak dari hotel Nirwana ke air terjun Coban Rondo sekitar 7,7km berdasarkan aplikasi Google Maps kalau lewat jalan Rajekwesi, tapi karena masih pagi aku memilih lewat jalan Trunojoyo yang banyak dilewati kendaraan besar tapi tidak terlalu ramai. Hanya sekitar setengah jam, aku sudah sampai di depan gerbang masuk air terjun Coban Rondo. Ternyata masih ada sekitar sekilo lebih jalan yang harus ditempuh sampai ke lokasi parkiran air terjun. Walaupun lebih dekat dari Kota Batu, namun air Terjun Coban Rondo sebenarnya masuk wilayah Kabupaten Malang, tepatnya di desa Pandesari, Kecamatan Pujon.

Pagi masih sepi, hanya sedikit pedagang yang sudah membuka kiosnya. Itu pun aktivitas mereka lebih banyak sedang mempersiapkan barang dagangan, sebagian mulai membersihkan halaman sekitar kios-kios mereka.

Karena letaknya yang tidak jauh dari tempat parkir, suara gemuruh air terjun sudah terdengar setelah berjalan masuk beberapa meter ke dalam gerbang masuk. Sekitar seratusan meter sudah terlihat air yang jatuh dari ketinggian. Jalan setapak menuju air terjun sudah disemen dan sebagian con-block.

Kawasan parkir air terjun Coban Rondo waktu pagi
Sampai di air terjun, sudah ada beberapa orang muda-mudi yang datang terlebih dahulu ke air terjun. Kemungkinan mereka adalah rombongan yang menginap semalam di sekitar kawasan perkemahan Coban Rondo yang banyak ditumbuhi hutan pinus. Karena daerah ini merupakan wana wisata Coban Rondo, jadi wisata yang ditawarkan bukan hanya air terjun Coban Rondo sendiri. Ada kawasan bumi perkemahan diantara gerbang masuk wana wisata dan air terjun. Wah dingin banget pasti kalau nenda di sini. Ada juga air terjun Coban Tengah yang papan petunjuknya aku temui di pertengahan gerbang masuk menuju ke area air terjun Coban Rondo.

Dengan ketinggian 84 meter ini membuat sebagian air tampak seperti uap air yang jika tertiup angin agak kencang uap air itu bisa mencapai puluhan meter jatuhnya. Pemilik kamera yang body-nya tidak tahan air harus berhati-hati, masalahnya kita tidak bisa menduga arah angin.

Batu besar (kiri) tempat Dewi Anjarwati merenungi nasibnya
Untungnya mendatangi air terjun di saat bukan hari libur seperti ini, kita bebas dari lalu lalang yang membuat kegiatan memotret lebih banyak diisi orang daripada pemandangan. Suasana yang tenang seperti ini jadi lebih nyaman untuk menikmati air terjun.

Di balik keindahan air terjun Coban Rondo ini sebenarnya ada cerita mistis yang menjadi asal usul nama air terjun ini. Konon ini bermula dari pernikahan antara Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi, sedangkan mempelai pria bernama Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Diusia 36 hari pernikahan mereka, Dewi Anjarwati mengajak suaminya berkunjung ke Gunung Anjasmoro. Dalam perjalanan, mereka bertemu Joko Lelono, yang terpikat dengan kecantikan Dewi Anjarwati dan berusaha merebutnya. Akibatnya terjadilah perkelahian antara Joko Lelono dengan Raden Baron Kusumo. Kepada para punakawan yang menyertai mereka, Raden Baron Kusumo berpesan menyembunyikan Dewi Anjarwati di suatu tempat yang terdapat di air terjun. Akibat perkelahian berimbang itu, Raden Baron Kusumo dan Joko Lelono gugur. Dewi Anjarwati menjadi seorang janda (bahasa jawa: Rondo) memutuskan tidak kembali dan tinggal di tempat itu. Sejak saat itulah coban atau air terjun tempat bersembunyi Dewi Anjarwati dikenal dengan Coban Rondo. Batu besar di bawah air terjun merupakan tempat duduk sang putri yang merenungi nasibnya menjadi janda. Begitu cerita yang diungkapkan di papan informasi.

Air Terjun Coban Tengah
Karena masih pagi, akhirnya aku memutuskan untuk ke air terjun Coban Tengah yang belum lama ditemukan. Sempat kebingungan karena jalur datang dan jalur pulang berbeda jadi bingung dimana jalur putarnya. Akhirnya paling gampang balik lagi sampai ke tempat gerbang masuk masuk putar balik mengikuti arah jalan balik ke air terjun masuk Coban Rondo. Di pertigaan deket semacam villa ada papan petunjuk yang mengarahkan ke air terjun Coban Tengah. Kalau aku tidak salah inget itu sebelum bumi perkemahan Coban Rondo.

Ternyata jalur ke arah coban tengah sedang ada perbaikan sehingga ditutup untuk umum. Cuek saja, aku coba masuk ke dalam toh nanti kalau memang tidak bisa ya tinggal balik lagi. Ternyata jalan yang ada masih lancar dimasuki motor tapi susah untuk kendaraan roda empat. Di beberapa titik ada longsoran yang menimbun setengah badan jalan yang sudah sempit.

Sekitar sekilo masuk sampailah ke pintu gerbang yang bagian loketnya kosong melompong tanpa petugas. Lah iya lah, kan di depan sudah tertulis papan peringatan jadi ngapain juga petugas harus berjaga di sini. Penjaganya hanya sepasang patung kayu yang bikin suasana malah mistis. Lupakan warung makan, satu-satunya kios yang berdiri di sebelah kanan loket juga sudah kosong.

Berbeda dengan Coban Rondo yang sepanjang jalan telah menggunakan conblok dan dibeton, jalan di sepanjang Coban Tengah masih jalan tanah setapak itu pun harus melewati satu sungai yang pasti tidak bisa dilewati saat musim hujan. Suasana masuk ke tempat ini jauh lebih sepi. Mungkin karena itu aku tidak menemukan papan informasi selain sebuah papan yang dipasang melintang dengan tulisan warna merah bertulis Coban Tengah di ujung jalan menurun menuju air terjun.

Urusan narsis tetep harus ada kan
Ketinggian air terjun ini lebih pendek daripada di Coban Rondo, tapi yang aku paling suka tempatnya masih lebih alami dan pasti jauh lebih sepi dibanding Coban Rondo. Ah tempat-tempat seperti ini memang asyiknya dikunjungi saat masih belum dikembangkan. Walaupun akses jadi lebih sulit tapi setidaknya kita bisa melihat pemandangan air terjun yang masih alami.

Di air terjun Coban Tengah ini, air yang jatuh bukan dari atas bukit seperti umumnya air terjun tapi dari tengah, seolah-olah air itu muncul dari dalam gua di antara dinding batu. Sayangnya tidak ada atau setidaknya aku tidak menemukan track jalan menuju ke atas untuk melihat asal air terjun ini.

Karena mendung kembali datang, akhirnya aku memutuskan kembali. Karena bila hujan benar-benar turun bukan hujannya sendiri yang aku kuatirkan tapi karena harus melewati sungai yang tidak ada jembatannya.

Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya