Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Minggu, 19 November 2017

Geosite Breksi Tuf Candi Ijo, Beraksi di Tebing Breksi

Geosite Breksi Tuf Candi Ijo
Penampakan bagian depan Geosite Breksi Tuf Candi Ijo
Pahatan Naga Besar bermahkota Jamang tampak menyambut di ujung tangga masuk pada bagian tebing pertama yang lebih kecil. Tangga-tangga dibuat dengan memahat dinding tebing. Pahatan Wayang Bima, Arjuna dan Sumbadra di bagian tebing kedua yang lebih besar. Beberapa pengunjung sedang berpose dengan Burung Hantu disisi tangga yang menuju puncak tebing kedua yang lebih besar.


Aku meniti tangga untuk ke puncak tebing yang kedua. Di atas angin berhembus kencang. Dari sini kita bisa melihat Bandar Udara Adi Sucipto dan Kota Yogya di kejauhan. Penduduk sekitar telah menyediakan spot-spot foto lengkap dengan dekorasi kekinian yang disukai para remaja ABG tentu saja dengan membayar sekedarnya. Beberapa contoh plang tulisan " Kawasan Wajib Senyum", "Pacaran Mulu Kapan Nikah?", Bentuk dekorasi kerang Tiram yang besar dan asesoris untuk kepala.


Geosite Breksi Tuf Candi Ijo
Panggung pertujukan
Di muka tebing dibangun panggung pertunjukan pentas seni budaya. parkiran luas menghampar. Di sisi kanan kios-kios makanan dan minuman yang dilengkapi fasilitas Mushola dan WC umum. Kendaraan jenis ATP dan mobil Jeep disediakan bagi pengunjung yang ingin meng-explore Tebing Breksi lebih lanjut.
Pertama kali aku datang kesini Desember tahun 2016. Aku singgah sejenak karena searah dengan tempat wisata Candi Ijo. Tebing Breksi sedang berbenah mempercantik diri. Kunjungan kedua di Bulan Oktober 2017, terlihat pagar-pagar telah dibangun disisi tangga dan atas tebing agar pengunjung terlindungi. 

Geosite Breksi Tuf Candi Ijo
Tebing Breksi berlokasi di Sambirejo, Prambanan Kabupaten Sleman, sekitar 10 km dari Bandar Udara Adi Sutjipto Daerah Istimewa Yogyakarta. Sekilas tempat ini mengingatkanku dengan lokasi wisata di Bali, Garuda Wisnu Kencana dan Pantai Pandawa.

Berdasar penetapan Surat Keputusan Badan Geologi No.1157.K/73/BGL/2014 tanggal 2 Oktober 2014 tentang Penentuan Kawasan Cagar Alam Geologi Daerah Istimewa Yogyakarta, Geosite Breksi Tuf Candi Ijo atau yang lebih dikenal sebagai Tebing Breksi adalah Geoheritage. Pengertian dari The Geological Society of America tahun 2012 menjelaskan, Geoheritage: (berasal dari kata geo - yang berarti "bumi" dan -heritage yang berarti "warisan") adalah situs atau area geologi yang memiliki nilai-nilai yang penting dibidang keilmuan, pendidikan, budaya dan nilai estetika.

Geosite Breksi Tuf Candi Ijo
Bukti sudah sampai ke tempat ini
Menurut Tim Geoheritage dari Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Yogyakarta, Riwayat Geologi Yogyakarta terbagi menjadi 4 (empat) peristiwa, Masa Sebelum Kejayaan Gunungapi Purba (36-60 Juta tahun lalu), Masa Kejayaan Gunungapi Purba (16-36 Juta Tahun lalu), Masa Berakhirnya Gunungapi Purba (2-16 Juta Tahun Lalu) dan Masa Gunungapi Modern (2 Juta Tahun Lalu).

Geosite Breksi Tuf Candi Ijo berasal dari Gunungapi Semilir yang berupa gunungapi strato (di dalam laut) yang diawali dengan terbentuknya Lava Bantal Berbah (36-16 Juta Tahun Lalu), selanjutnya terjadi letusan maha dahsyat berturut-turut sehingga salah satunya menghasilkan tumpukan abu vulkanik yang disebut Breksi Tuf Candi Ijo. Breksi Tuf Candi Ijo menumpuk secara tidak selaras di atas Lava bantal hingga puncaknya di Candi Ijo yang mempunyai ketebalan mencapai 300 meter. Tumpukan abu vulkanik Breksi Tuf Candi Ijo adalah yang paling tebal di dunia. 




Semakin lama semakin banyak orang berdatangan ke tebing ini. Pagi menjelang siang sampai sore menjelang malam selalu ramai. Mungkin karena tempat ini menjadi tujuan wisata kekinian yang disukai kids jaman now agar eksis di sosial media. Instagramable.

Foto dan Tulisan : Arum Mangkudisastro
Baca keseluruhan artikel...

Minggu, 05 November 2017

Pura Candi Gunung Kawi, Lembah Para Raja

Gunung Kawi Ubud Gianyar
Dinding batu dengan lima pahatan candi
"Be careful, Honey!", suara perempuan terdengar dibelakangku. Ketika aku menoleh ternyata turis asing sedang menasehati anaknya pada jarak tiga anak tangga dariku. Seorang ibu muda dengan balita laki-laki yang berumur kira-kira 3 tahun. Balita berkaos putih, celana biru, dengan mata jernih dan berambut pirang, terlihat begitu mandiri menuruni anak tangga sambil diawasi ibunya. How cute adorable! 


Gunung Kawi Ubud Gianyar
Sungai Pakerisan Gunung Kawi
Aku pun melanjutkan menuruni ratusan anak tangga memasuki lembah Sungai Pakerisan. Melepaskan pandangan ke kanan hamparan hijau persawahan berundak-undak begitu cantik dengan sistem pengairan Subak. Sebuah Cakruk atau gubuk berada ditepi sawah sebagai tempat istirahat bersantai petani maupun turis. Di sisi kiri kios-kios berjajar menjual cenderamata dan oleh-oleh.


Jalan semakin menurun, anak tangga diapit dinding tebing di kanan kirinya. Seperti lorong yang berakhir di pintu gerbang masuk. Setelah aku melewati pintu gerbang tampak sebuah jembatan membelah Sungai Pakerisan. Jembatan ini menghubungkan kita dengan Gugusan Lima Candi yang berada di tebing sebelah timur Sungai Pakerisan. 

Kawasan persawahan yang menghijau di Gunung Kawi
Candi-candi dipahat pada dinding tebing batu paras/cadas. Candi sengaja dipahat lebih menjorok ke dalam agar terlindung dari erosi. Ukuran candi kira-kira tinggi 10 meter dengan lebar 30 meter. Pada Gugusan Lima Candi terdapat tirta/mata air suci yang mengairi kolam yang ada di bawah permukaan candi yang bertingkat. Ikan-ikan emas dalam kolam bergerak kesana-kemari. Gemericik air yang mengairi kolam menyejukan hati.

Sungai Pakerisan dipenuhi bebatuan dan dialiri air yang jernih. Pohon-pohon besar tumbuh disisi sungai dengan dahan dan daun yang menjuntai. Seperti sebuah gerbang gaib penanda wingitnya tempat keramat itu. Tubuhku yang sensitif menangkap sinyal hawa dari dunia lain. Aku pun bergegas menjauh.

Aku berjalan menuju sisi barat Sungai Pakerisan tempat gugusan 4 (empat) candi berada. Ada sebuah Ceruk/goa diujung kiri sepertinya digunakan untuk Meditasi/samadhi. Disini juga dibangun Pura Kawan yang digunakan untuk berdoa.

Pura Gunung Kawi atau Candi Gunung Kawi/Tebing Kawi berupa bangunan suci Pedharman (Kuil) Raja-raja Bali. Kawi berarti pahatan pada batu padas/paras. Berfungsi sebagai tempat pertapaan dan petirtaan. Berada di tepi Sungai Tukad Pakerisan, Banjar Penaka/Dusun Penaka, Desa Tampak Siring, Kecamatan Tampak Siring, Kabupaten Gianyar, Bali. Jarak tempuh dari Denpasar sekitar 1 (satu) jam atau 40 (empatpuluh) kilometer.


Legenda masyarakat sekitar menceritakan bahwa Candi Gunung Kawi dibuat oleh orang sakti yang bernama Kebo Iwa. Dengan kesaktiannya konon Kebo Iwa menatahkan kuku-kukunya yang tajam pada dinding batu paras/cadas pada Tukad Pakerisan itu. Hanya sehari semalam Kebo Iwa berhasil menyelesaikan memahat semua candi di dinding tebing.

Dalam Prasasti Tengkulak 945 Saka/1023 Masehi terdapat keterangan di tepi Sungai Pakerisan terdapat komplek pertapaan (Kantyangan) yang bernama Amarawati. Terdapat tiga komplek candi. Gugusan 5 (lima) candi yang berada di tebing sebelah timur Sungai Pakerisan, Gugusan 4 (empat) candi yang berada di tebing sebelah barat Sungai Pakerisan, dan candi ke-10 yang berada sebelah selatan, di Tebing Bukit Gundul.

Gunung Kawi Ubud Gianyar
Berpose di gugusan 4 candi
Disebutkan pada abad ke-11 Raja Sri Haji Paduka Dharmawangsa Marakata Pangkaja Stanattunggadewa (944-948 Saka/1025-1049 Masehi) membangun candi sebagai penghormatan terhadap ayahnya, Raja Udayana Dinasti Warmadewa Kerajaan Bedahulu/Bedulu (Kerajaan Bedahulu /Bedulu diperkirakan ada pada abad ke-8 sampai abad ke-14 diawali dari Dinasti Warmadewa). Pembangunan kemudian diteruskan oleh adiknya,  Raja Anak Wungsu (971-999 Saka/1049-1080 Masehi). 

Raja Udayana dari pernikahannya dengan Permaisuri Gunapriya Dharma Patni, Putri dari Mpu Sendok Raja Kediri di Pulau Jawa memiliki tiga putra. Putra pertama Airlangga, putra kedua Dharmawangsa Marakata dan putra ketiga Anak Wungsu. Airlangga menjadi Raja di Kediri menggantikan kakeknya, Mpu Sendok.
Berdasar data arkeologi berupa tulisan aksara bertipe Kadiri Kwadrat pada ambang pintu candi berbunyi "haji lumah ing jalu" berarti beliau yang didharmakan di Jalu (Jalu=Pakerisan). Dan "rwa anak ira" yang diartikan dua putra beliau (dua anak Udayana yang berkuasa di Bali yaitu Marakata dan Anak Wungsu).

Gugusan 5 (lima) candi diperuntukan Raja, Permaisuri dan anak-anaknya. Gugusan 4 (empat) candi menurut Arkeolog Belanda, Dr. R. Goris kemungkinan adalah kuil pedharman untuk ke empat selir dari Raja Udayana. Satu candi lainnya yang posisinya lebih ke selatan dibangun untuk seorang pejabat tinggi kerajaan setingkat perdana menteri atau penasihat raja. 

Dari berbagai referensi sejarah pada jaman itu dikaitkan dengan sosok Empu Kuturan. Empu Kuturan adalah utusan Raja Airlangga untuk adiknya Raja Anak Wungsu. Akhirnya Empu Kuturan diangkat menjadi penasihat utama raja dan memiliki peranan penting dalam Kerajaan Bedahulu.

Foto dan Tulisan : Arum Mangkudisastro
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya