Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Minggu, 18 September 2011

Tanjung Bastian, Menyusuri Laut Utara Timor

Tanjung Bastian sesaat setelah matahari terbenam berlatar perbukitan
Berada di pantai utara pulau Timor, Tanjung Bastian yang masuk dalam wilayah Wini merupakan salah satu tempat wisata yang mulai dikembangkan Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Utara. Tak banyak tempat wisata yang diandalkan bagi daerah ini, maka melihat lokasinya Tanjung Bastian ini memang punya kans yang lebih besar bagi daerah ini bagi pemasukan kas daerah sekaligus mengembangkan potensi wisatanya. Dari kota kecamatan Wini, lokasi Tanjung Bastian ini berjarak sekitar 5 kilometer ke arah Timur. 

Foto bersama tentara perbatasan di areal perbatasan TTU - Oecussi
Sekedar informasi bagi yang belum familiar, Wini ini adalah kecamatan dari Kabupaten Timor Tengah Utara yang berbatasan langsung dengan distrik Oecussi yang merupakan daerah kantung yang menjadi salah satu provinsi negara Timor Leste. 

Keberadaan distrik Oecussi yang terpisah dari daerah Timor Leste lain jelas merupakan keuntungan tersendiri bagi Wini yang menjadi tempat keluar masuknya arus lalu lintas orang dan barang dari dan ke Oecussi. Beberapa kali sebenarnya aku pernah di tugaskan ke Timor Tengah Utara ini, hanya baru sekitar setahun lalu aku sempat singgah melihat Tanjung Bastian. Itupun sebenarnya hanya singgah sementara di antara waktu tugas sehingga hanya sempat duduk untuk makan siang. Baru pada kesempatan kedua minggu lalu aku bersama seorang teman sempat mengunjungi secara khusus Tanjung Bastian. 

Perbukitan di daerah Wini
Dengan menggunakan sebuah motor, kami berangkat dari Kefamenanu sekitar jam tiga sore dengan perkiraan jalan yang kami tempuh akan memakan waktu satu jam untuk sampai ke Tanjung Bastian sesuai dengan informasi yang kami terima dari orang-orang yang pernah kesini. Namun ternyata jauhnya perjalanan tidak seperti yang kami harapkan, lokasi jalan yang melewati banyak perbukitan sehingga jalan banyak berlika-liku dan ruas jalan yang tergolong sempit mengakibatkan kami tak bisa melajukan motor apalagi jika berpapasan dengan kendaraan roda empat. 

Lahan perbukitan yang dibakar warga
Perjalanan kami juga kadang terganggu oleh asap-asap yang bertiup ke arah kami dari perbukitan-perbukitan yang mulai dibakar warga. Bulan-bulan kering begini memang sudah menjadi kebiasaan masyarakat membakar lahan-lahan. Sebagai masyarakat yang banyak mengandalkan dari peternakan, pembakaran lahan ini dimaksudkan agar rumput-rumput kering bersih sehingga nanti waktu musim hujan akan menumbuhkan lebih cepat rumput-rumput baru yang hijau. 
Awalnya aku pikir pembakaran lahan ini seperti di daerah Jawa atau Sumatera yang biasanya untuk kebutuhan pembukaan lahan baru (berladang). 

Walaupun entah disadari atau tidak pembakaran lahan yang sudah menjadi kebiasaan ini mengakibatkan perbukitan tidak pernah menjadi hijau sehingga tanah kurang dapat menahan air hujan. Kondisi yang nyaris sama ditemui di banyak tempat di pulau Timor ini menguatkan stereotif daerah Timor sebagai daerah yang sulit air.

Di daerah mulai mendekat ke Wini, kami melihat daerah perbukitan berbatu yang terjal yang mengapit jalan dan perkampungan kami melintas. Menurut penduduk, perbukitan sisi barat berbatasan dengan Timor Leste. Perbukitan-perbukitan yang menjulang di sepanjang jalan ini memberi hiburan setelah kami berpanas-panas di perbukitan yang kering dan terbakar.
Ternyata aku mulai memasuki daerah Wini lebih kurang satu setengah jam, cukup terlambat namun tidak cukup terlambat untuk mendapatkan matahari terbenam dari Tanjung Bastian.

Lokasi pacuan kuda Tanjung Bastian
Dengan keberadaanya sebagai tanjung, matahari terbenam dan metahari terbenam bisa dilihat langsung dari tempat.

Memasuki pintu masuk Tanjung Bastian yang sepi kami melihat sebuah lintasan besar melingkar yang dipagari kayu bercat putih. 

Di sebelah selatan pacuan terdapat sebuah panggung untuk penonton. Lintasan ini adalah arena pacuan kuda (Tanjung Bastian Horse Racing Track) yang telah rutin digunakan sebagai lokasi kejuaraan pacuan kuda. 

Setidaknya setahun ada tiga sampai empat lomba pacuan kuda yang diadakan di tempat ini. Dari informasi staf daerah, pacuan kuda terakhir yang diadakan sekitas bulan Juli kemarin.

Sayang aku datang tidak tepat saat pacuan kuda berlangsung. Lintasan pacuan kuda yang sepi ini sekarang hanya dihuni beberapa ekor sapi warga yang merumput.
Pantai yang berpasir putih kekuningan ini banyak ditumbuhi tanaman perdu berduri dan pohon asam. Tampatnya cukup rindang karena pohon peneduh ini tumbuh cukup banyak. Beberapa bangunan semacam cottage telah dibangun di sepanjang jalur pantai, walaupun lebih sering terisi saat ada acara semacam lomba pacuan kuda saja.



Dari Tanjung Bastian kontur perbukitan yang kami temui dari perjalanan itu tampak dari sini, sebuah gabungan pemandangan yang cukup menarik mata. Disepanjang tanjung pantai ini banyak tumbuh pohon bakau. Berlatar senja, puluhan bangau putih tampak turun memenuhi karang-karang sepanjang bakau. Sore itu laut sedang surut, aku baru menyadari saat melihat sesaat setelah matahari terbenam, bulan yang nyaris bulat juga muncul dari ufuk timur.

3 komentar:

  1. libur kemaren sempat ke tanjung bastian, ngambil cuti bareng teman,,,ternyata tempatnya bagus, lautnya indah,langitnya bagus,gunungnya apalagi.... hmmmm,,kl ada kesempatan pengen balik kesana lagi...:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kawasan perbukitannya emang keren... pengen juga kesana lagi kalo bisa pas pagi2 pas lagi berkabut

      Hapus
  2. malu saya sebagai orang NTT tpi tdk mengenal betul daerah NTT..heheheee... fotonya keren2 mas..

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan komentar anda disini. Untuk sementara komentar saya moderasi dulu karena banyak spam yang masuk. Terima kasih sudah berkunjung, salam MLAKU!

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya