Tulisan dan foto di blog ini bebas didownload, namun untuk penggunaan kembali hanya dibebaskan untuk kepentingan non-komersial dengan mencantumkan alamat sumber tulisan/foto. Hormati karya cipta!.

Senin, 15 November 2010

Menikmati Sawah dan Perbukitan

Musim panen setahun terjadi sampai dengan tiga kali, suasana gotong royong masih terasa disini

Gambaran perbukitan diambil dari belakang bukit di kawasan kantor kabupaten yang baru

Bagi orang yang pernah mendengar kata Nusa Tenggara Timur, maka kata panas, kering, susah air, tanahnya berbatu sering lebih dulu menghinggapi. Mudah untuk menunjukkan sisi gersang tanah Nusa Tenggara ini dibandingkan menunjukkan sisi suburnya tanah ini. Bukan satu dua kali saya mendapatkan pertanyaan (atau pernyataan?) ketidakpercayaan kalau saya menunjukkan salah satu wilayah subur dari Nusa Tenggara Timur.


Pemandangan sawah sebelum musim tanam

Salah satunya waktu saya menunjukkan foto persawahan yang ada di Mbay, Kabupaten Nagekeo. Saya sendiri awalnya kurang terlalu yakin waktu diberitahu kalau di Flores ada kawasan persawahan yang luas seperti halnya di Lembor, yang berada di Kabupaten Manggarai Barat. Diantara kabupaten-kabupaten yang ada di Nusa Tenggara Timur, sawah di kawasan Lembor memang yang sudah dikenal luas, karena memang tidak banyak kawasan sawah di Nusa Tenggara Timur.

Namun sesampainya di Mbay, saya harus mengakui kalo di daerah ini memang memiliki kawasan persawahan yang luas sebagaimana di Lembor. Bahkan saya mendapatkan cerita tambahan unik seputar sawah di daerah ini.

Salah satu Bangau yang ada di persawahan

Kawasan persawahan Mbay langsung tampak dari atas bukit yang kita lintasi sewaktu memasuki kota Mbay. Hamparan hijau sepanjang tahun berpetak-petak tampak memenuhi tanah datar sampai mendekati di batas pantai.
Sawah disini memang tak pernah berhenti karena pengairannya menggunakan bendungan bukan berasal dari hujan atau dikenal dengan istilah sawah tadah hujan.

Bendungan "Sutami" yang dibangun tahun 1970-an yang memiliki kemampuan 47.751 juta meter kubik inilah yang menjadi penyangga berlangsungnya pertanian di daerah ini. Dan masih bersihnya udara disini bisa tampak dari banyaknya jenis bangau dan burung lain yang ada di sawah. Beberapa jenis bangau tampak singgah di persawahan ini.

Setidaknya aku menemukan 4 jenis burung berkaki panjang sejenis bangau dari yang berwarna kepala dan leher oranye, sampai bermotif lurik dengan ukuran kecil.

Padang rumput saat rumput-rumput masih hijau

Keunikan pertama dari daerah ini adalah banyak ditemukannya dangau-dangau yang sebenarnya dulu digunakan untuk menyembunyikan peralatan tempur jepangan seperti pesawat, tank ataupun kendaraan panser. Itulah mengapa dulu di kawasan ini pernah dibangun bandara yang disebut sebagai Surabaya 2, yang sepertinya adalah bahasa sandi sebagai tempat apabila pangkalan Surabaya yang dikuasai Jepang mengalami masalah. Itulah kenapa di dangau rata-rata memiliki sebuah rawa/kubangan membentuk huruf U. Dahulu menurut cerita penduduk, di dangau masih mudah ditemukan bangkai pesawat atau tank yang sudah rusak, namun saat ini sudah sulit dijumpai. Mungkin pendatang baru yang datang ke daerah ini yang ikut mengambil bangkai-bangkai itu.

Bukit pada bulan-bulan kering

Rata-rata padi yang ditanam di persawahan ini adalah padi Mamberamo, dan meskipun beberapa kali serangan hama menyerang persawahan di sini, petani tetap enggan untuk berpindah menanam jenis padi yang lebih tahan terhadap serangan hama wereng.

Sawah-sawah yang tergenang disini juga banyak hidup ikan lele, menurut salah satu penduduk, ikan lele di sini mudah didapat karena masyarakat sendiri kurang suka mengkonsumsinya.

Selain menikmati senja dari persawahan juga dapat anda lakukan di antara perbukitan. Perbukitan di Mbay yang lebih kering lebih sering hanya tumbuh rumput saja. Pada musim-musim hujan dan bulan-bulan dimana tanah masih mengandung air, duduk diperbukitan yang lebih mirip padang savanna ini seperti menikmati alam koboy. Anda akan melihat hamparan rumput hijau dan gembalaan sapi atau kambing.
Jangan lupakan menyiapkan minuman dan makanan, rasanya sayang kalau hanya sekedar menikmati padang sawannah ini jika ingin sekaligus menikmati saat-saat tenggelamnya matahari diantara perbukitan.
 
Pertunjukan langit senja berlatar belakang alam perbukitan di Mbay

 Kekosongan hamparan perbukitan berpadu begitu eksotis di perbukitan Mbay. Mengajak anda sejenak melupakan rutinitas dan menikmati sebuah taman rumput yang begitu luas membentang dengan menunggu tinta-tinta langit bergambar biru kuning begitu cepat, siapa menyangka apa yang terjadi pada menit berikutnya.
Pertunjukan langit senja yang tak pernah saya lewatkan bila saya telah duduk di hamparan rumput di bukit Mbay ini.
Baca keseluruhan artikel...

Jumat, 05 November 2010

Menemani Senja


Pemandangan senja hari diambil dari pantai Namosain, Kupang, Nusa Tenggara Timur
 Hari ini mencoba membuka beberapa folder foto-foto yang kuabadikan selama ini, di antara foto-foto itu harus kuakui aku masih merasa nyaman dengan foto-foto senja hari. Padahal jika mau kuhitung, aku menikmati senja jauh lebih banyak dibanding yang hasil foto-fotoku. Dan momen-momen terbaik lebih sering terendam dalam lautan memoriku sendiri.


Pemandangan senja diambil dengan kamera
Fuji S200EXR di Pelabuhan Tenau, Kupang
Aku memang penikmat senja walaupun tidak kulakukan tiap hari, sebagaimana orang-orang yang sering kutemui di banyak pantai. Ya, penikmat senja memang paling sering menikmati senja dari pantai. Momen tenggelamnya sang matahari memang paling terasa di pantai dimana batas horison menjadi jarak pemisah antara langit merah dan bumi.
Senja memang menghadirkan warna lembayung merona dan beberapa warna lain yang begitu pendek yang begitu sayang terlewati. Perubahan waktu yang pendek itu seolah menghentikan sejenak degup jantung saat emosi menyala. Bagitu berbedanya nuansa senja, bagiku senja tetap menjadi waktu istimewa.

Dan menikmati senja tak sebatas dari laut, begitu banyak tempat yang bisa menjadi tempat yang indah menikmati senja. Sebagian besar orang bisa mencicipi teh hangat dan kue di tepi pantai, atau dengan sebuah jagung bakar saja.

Pemandangan senja diambil dari sisi lain (Nirwana Resort),
Pura Tanah Lot, Bali di menit-menit terakhir hilangnya matahari

Menggenggam tangan kekasih berduaan (serasa) di dermaga atau pun duduk sendiri dengan linangan air mata kehilangan kekasih hati (asal tidak sampai bunuh diri) Senja selalu menawan baik dinikmati sendiri atau berdua, senja tetap tidak kehilangan gairahnya dinikmati di tempat sepi atau di suasana diskotik yang hingar-bingar (salah satu tempat di tepi pantai di Bali yang pernah kulihat).
Tapi aku tetap memilih menjadi penikmat senja yang sendiri, atau biarkan perasaanmu sendiri.

Pemandangan senja diambil dari sisi selatan (Nirwana Resort) ke arah
Pura Tanah Lot, Tabanan, Bali dengan 2 filter gradasi sunset dan biru
Tak harus di tepi pantai, di atas bukit-bukit yang tandus berumput pun senja tetap akan menampakkan keangkuhan warna langitnya.

Waktu yang hanya sepersekian sebelum terang berubah menjadi gelap selalu menyisakan sesuatu yang tak bisa di tebak. Tiap menit selalu mengirimkan nuansa yang berbeda.
Bahkan kadang cahayanya tak sempat terekam kamera sehingga harus puaslah terekam dengan memori.
 
Suasana senja dari daerah perbukitan kota Mbay, Nagekeo
Lokasi pengambilan dibelakang rumah dinas Bupati Nagekeo
Kapankah aku akan menjadi bosan dengan senja? Kapankah aku akan abai dengan senja.... rasanya tak akan pernah. Karena rupanya senja seperti mengirimkan sepotong cerita hari ini untuk dibawa tenggelam matahari. Tenggelamnya hari pertanda akan ada hari esok dengan cerita baru yang kita miliki.

Jangan pernah kuatir meski senja hari ini begitu pekat, bahkan di menit terakhir pun kita tak pernah tahu. Senja mengajarkanku untuk tidak menghakimi tiap detiknya dan membiarkan diri kita menikmati waktu apa adanya, menemani senja menutup hari-hari
Baca keseluruhan artikel...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

Tulisan Lainnya